"Saya tidak tahu, Pak. Harus bagaimana." Keluh Yudi."Saya akan coba tanyakan sama Pak Heru, mungkin beliau tahu. Karena waktu pertama kali saya datang ke sini, Pak Heru adalah orang pertama yang saya kenal. Saat itu juga, Pak Heru sudah menjadi Ketua RT." Imbuh Pak Parta.
Yudi mulai menangkap sesuatu dari ucapan Pak Parta. Tetapi, ia hanya diam. Berusaha bersikap seperti Yudi yang seharusnya.
"Jadi, maksut kedatangan Bapak ke sini pagi-pagi itu, apa? Saya mengantuk Pak. Saya mau lanjut tidur lagi," tanya Yudi sembari terus menguap.
"Saya mau minta tolong sama kamu, Yud. Tolong selama saya pergi ke kampung saudara saya, saya mohon sama kamu, untuk menjaga Adiba. Saya tidak tahu harus minta tolong sama siapa. Di sini saya tidak punya saudara." Jawab Pak Parta dengan wajah memelas. Ada air mata yang coba ia tahan.
"Benar kan, pasti mau minta tolong." Gumam Yudi dalam hati. Tebakannya memang tak pernah meleset.
"Adiba kan sudah besar, Pak. Dia bisa jaga dirinya sendiri. Lagipula, saya kan bukan siapa-siapa Bapak. Nanti justru menjadi fitnah." Yudi berusaha selembut mungkin menolak permintaan Pak Parta.
"Tapi, Yud ... kali ini saya benar-benar minta tolong sama kamu. Saya bisa kok menikahkan kamu dengan Adiba. Biar kamu sama dia bisa tinggal serumah." Bujuk Pak Parta.
Yudi terkejut mendengar ucapan Pak Parta. Menikah? Segampang itukah?
"Tunggu dulu, Pak. Sebenarnya ada apa sih, kok Bapak ngotot ingin saya jaga Adiba. Tolong bicara yang jujur, mungkin saya bisa membantu. Atau setidaknya memberi masukkan," ucap Yudi. Bukan tidak mau membantu, hanya saja jika harus menikah, pemuda bertubuh kurus itu merasa keberatan. Terlebih, Yudi tidak punya perasaan apa-apa untuk Adiba. Dihatinya hanya ada nama orang lain. Dan ia mencoba untuk memperjuangkan itu.
"Saya belum bisa bicara sekarang, Yud. Saya kehabisan waktu. Tolong bantu saya sekali saja." Pinta Pak Parta.
Yudi kembali terdiam. Sepertinya Pak Parta memang sedang mengalami kesulitan. Ditambah dengan segala peristiwa aneh yang terjadi selama ini, pasti Pak Parta juga tidak menginginkan sesuatu terjadi kepada putrinya. Yang menjadi pertanyaan, kenapa harus pemuda seperti Yudi yang ia pilih?
Yudi mengembus napas panjang, kemudian tersenyum.
"Baiklah, saya akan bantu Bapak. Tapi, saya tidak mau menikah dengan Adiba, Pak. Saya akan bantu semampu saya dari jauh."
Senyum sumringah mengembang di bibir Pak Parta. Setelah sekian lama menunggu kata-kata itu.
"Terima kasih banyak, Yud. Terima kasih," Pak Parta menjabat tangan Yudi. Dingin sekali. Telapak tangan pria tua itu terasa dingin, saat menyentuh kulit.
***
"Mas, Mas Ahmad!"
Ahmad mencoba membuka mata. Kedua matanya seakan menempel. Berat sekali untuk dibuka. Kepalanya terasa sangat sakit. Ahmad mendesis panjang, ada sesuatu yang salah pada dirinya.
"Mas Ahmad kenapa? Kok tiduran di lantai?" Tanya Pak Heru, orang pertama yang menemukan Ahmad tergeletak di lantai.
"Argh ..." lirih Ahmad. Pemuda itu berusaha bangkit, namun tubuhnya terhuyung, hampir saja jatuh.
Dengan sigap Pak Heru menangkap tubuh Ahmad, kemudian membantunya untuk duduk di lantai.
"Kepala saya sakit, Pak." Keluh Ahmad sambil memegang bagian kepalanya yang dirasa sakit.
KAMU SEDANG MEMBACA
JALAN PULANG
HorrorSetelah berada di desa Giung Agung, Ahmad merasa jika dirinya selalu berhalusinasi. Ia kerap melihat bayangan Hawiyah muncul di luar jendela. Saat hendak memastikan, bayangan Hawiyah mendadak hilang. Setelah kepergian Hawiyah, hidup Ahmad menjadi ta...