"Saya bisa jelaskan," ucap Pak Heru panik.
"Benar-benar keterlaluan kamu, Ru!" Pak Usman dengan emosi yang sudah meluap hampir saja menebas kepala Pak Heru dengan celurit yang ia bawa sejak tadi. Untung saja, Ahmad segera mencegahnya.
"Sabar, Pak. Kita dengarkan dulu penjelasan Mas Heru. Saya sendiri juga penasaran, mengapa beliau tega melakukan semua ini," Meskipun hatinya sedang kacau, Ahmad berusaha untuk tidak terbawa perasaan. Ia hanya menatap tajam ke arah suami dari kakak sepupunya itu.
"Tidak ada yang perlu di jelaskan!"
Semua orang yang hadir, menoleh ke arah belakang secara serentak..
"Kang Parta," lirih Ipul setengah melotot, tak percaya dengan apa yang ia lihat sekarang.
"Di mana anak saya, Ru!" Tanya Suparta dengan nada tinggi.
Kiai Habidin melirik ke arah Pak Heru, dahinya mengernyit.
"Anak? Apa maksudmu!" Teriak Pak Heru.
"Jangan pura-pura bodoh kamu! Katakan di mana anak saya!" Geram Suparta dengan memerah.
"Anak siapa, Pak?" Tanya Kiai Habidin.
"Diam kamu! Kamu sama sekali tidak membantu!" Bentak Pak Heru. Kiai Habidin langsung terdiam, ia bahkan takut kepada Ketua RT itu.
"Hai, Suparta! Apa kamu lupa, kamu itu tidak punya anak! Kamu sendiri yang membunuh istrimu, Lastri! Bagaimana mungkin kamu bisa mempertanyakan soal anak pada saya, edan kowe, Ta! (Gila kamu, Ta)" Seru Pak Heru sambil tertawa kecil.
Ipul melirik ke arah Suparta, kemudian beralih memandang ke Pak Heru. Ada sedikit amarah yang ia tahan, ada dendam yang ingin segera ia balas. Akan tetapi, ia berusaha setenang mungkin di depan Ahmad dan juga warga desa yang lain.
"Kali ini, rencana saya tidak boleh gagal lagi," gumam Ipul dalam hati.
Suparta berjalan mendekat, ia melewati beberapa orang yang berdiri di hadapannya, baru hendak melangkah tiba-tiba Suparta berhenti di dekat posisi Ipul dan juga Ahmad yang berdiri tak jauh darinya.
"Kau salah tempat, Anak muda! Sobirin sudah banyak menipumu. Pergilah dari sini sekarang, jangan pernah penasaran dengan kebenaran di desa ini, semua orang adalah pelaku," ucap Suparta kepada Ahmad, tetapi kedua matanya melirik ke arah Ipul. Pemuda itu terlihat gugup, saat Suparta mengucapkan kalimat itu di hadapannya.
"Apa maksud Anda?" Tanya Ahmad. Ia tak lagi bisa berpikir jernih. Teka teki yang selama ini hendak dipecahkannya justru semakin rumit. Dari sekian banyak peristiwa, Ahmad belum juga menemukan titik kebenaran.
"Tanyakan saja pada hati nuranimu, dan percaya sama saya, semua yang kau lihat di sini, tak lebih dari kepalsuan belaka. Kau akan lebih terkejut, jika kau tak kunjung pergi dari sini." Lanjut Suparta kemudian ia kembali berjalan menuju Pak Heru dan Kiai Habidin.
Tentu saja kata-kata Suparta membuat Ahmad tercengang. Seketika ia teringat dengan ucapan sosok jin yang merasuki Putri dulu. Kalimatnya hampir sama dengan ucapan Suparta barusan.
"Mas Ahmad, jangan melamun. Suparta itu dukun sakti, dia bisa menghipnotis orang tanpa disengaja. Tolong, kendalikan dirimu," Pak Usman mengagetkan Ahmad yang sedang termenung.
"Jadi, dia orang yang bernama Suparta?" Tanya Ahmad kepada Pak Usman. Pria tua itu mengangguk dengan cepat. Ahmad segera menghela napas. Betapa rumit masalah yang ia hadapi.
Kini, ia diambang kebingungan. Kepada siapa lagi ia akan percaya, sementara tadi, sebelum ia berada di tempatnya sekarang, kedua matanya seakan enggan berkedip saat mendapati Kiai Sobirin yang terbujur kaku dengan beberapa luka tusukan dibagian perut.
KAMU SEDANG MEMBACA
JALAN PULANG
HorrorSetelah berada di desa Giung Agung, Ahmad merasa jika dirinya selalu berhalusinasi. Ia kerap melihat bayangan Hawiyah muncul di luar jendela. Saat hendak memastikan, bayangan Hawiyah mendadak hilang. Setelah kepergian Hawiyah, hidup Ahmad menjadi ta...