Bab 28

952 57 1
                                    

Tangis Yudi semakin pecah, ketika Pak Sulaiman tiba-tiba melepas pisau yang hampir menggores ujung lidahnya.

"Kalaupun nantinya saya mati, saya tidak mau menambah dosa lagi, Yud. Saya ingin bertaubat, kembali ke jalan yang benar. Kedatangan Mas Ahmad benar-benar membuat saya sadar, dengan kesalahan saya di masa lalu. Sa-saya sudah jadi pembunuh Yud," lirih Pak Sulaiman.

"Kita harus melakukannya, Man. Kalau Ipul sampai  tahu, bisa-bisa dia langsung membunuh kita." Kata Pak Soleh, ia hanya berdiri di samping Pak Sulaiman. Raut wajahnya tampak tegang. Pria itu benar-benar di landa ketakutan setiap kali menyebut nama Ipul.

"Lakukan saja, Pak. Saya ikhlas, kalau memang ini jalan terbaik." Pinta Yudi. Ia sudah pasrah dengan apa yang akan terjadi padanya. Namun, Pak Sulaiman terlihat ragu. Ia berulang kali memandang pemuda itu dengan sendu. Tiba-tiba saja pria tua itu ingat, kejadian yang menimpa Ahmad. Ia begitu kejam telah membunuh adik perempuan Ahmad, yang sama sekali tidak bersalah. Dirinya dikuasai hawa nafsu, kehidupan abadi yang dijanjikan oleh Nyai Sekar telah membuatnya lupa bahwa dirinya hanya manusia, yang kapan saja bisa mati jika Tuhan sudah berkehendak.

"Saya tidak bisa, Pak." Pak Sulaiman melempar pisau yang hendak ia gunakan untuk memotong lidah Yudi. Ia duduk meringkuk sambil menangis. Pak Soleh hanya mengembus napas panjang, saat melihat Pak Sulaiman mulai terpuruk.

"Pak, apa Bapak yakin, akan jadi tumbal? Saya rasa, itu hanya ancaman untuk Bapak, supaya tetap patuh pada Mbok Inah." Ucap Yudi.

"Kami sangat yakin Yud, itu bukan sekadar ancaman tetapi kenyataan pahit yang harus kami terima. Saya memilih bergabung dengan Nyai, karena berharap kutukan itu akan hilang, namun nyatanya semua itu sia-sia. Kami tetap menjadi tumbal dia, walaupun kami sudah berusaha keras melakukan semua perintahnya, sahut Pak Soleh.

"Pasti ada jalan keluarnya, Pak. Bagaimana kalau kita lepaskan ikatan Mas Ahmad. Siapa tahu, saat dia sadar, dia punya solusi untuk permasalahan kita sekarang." Yudi mencoba membujuk Pak Soleh. Ia begitu kasihan melihat kondisi Ahmad yang sudah lama pingsan. Wajahnya semakin pucat. Luka di kepalanya juga sudah dibiarkan begitu lama. Yudi takut, jika pemuda itu justru kehilangan nyawanya sebelum masalah yang ia hadapi selesai.

Setelah sekian lama berpikir, akhirnya Pak Soleh melepas ikatan Ahmad. Dibantu Yudi, Pak Soleh merebahkan tubuh Ahmad di sebuah dipan kayu.

"Saya akan mengobati luka Mas Ahmad dulu, semoga saja dia cepat sadar," ucap Pak Soleh. Yudi mengangguk.

"TOLONG! TOLONG!"

Baru saja Pak Soleh hendak melangkah, tiba-tiba ia mendengar suara teriakan warga. Tentu saja hal itu membuatnya penasaran. Ia berjalan mendekati jendela. Dari celah lubang, ia mencoba mengintip keadaan luar. Alangkah terkejutnya Pak Soleh ketika mendapati warga yang tengah lari terbirit-birit seperti sedang di kejar sesuatu.

"Apa yang sedang terjadi di luar, Pak? Kenapa para warga meminta tolong?" Tanya Yudi dengan tubuh bergemetar.

"Sepertinya, Nyai Sekar sudah melakukan rencananya. Menyerang desa supaya Suparta keluar. Kita harus segera bertindak, Yud. Kalau tidak, bisa-bisa Nyai Sekar juga akan mengincar kita." Jawab Pak Soleh.

"Apa yang harus kita lakukan, Pak?"

BRAK!

Belum sempat Pak Soleh menjawab, tiba-tiba pintu rumah di dobrak oleh seseorang.

"Heru!" Seru Pak Soleh, ia tampak terkejut melihat Pak Heru yang membawa celurit di tangannya.

"Lepaskan Ahmad, Man! Dasar pengkhianat!" Teriak Pak Heru. Ia sedikit terkejut melihat Pak Sulaiman yang hanya duduk meringkuk di lantai.

JALAN PULANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang