Chapter 2

48.9K 1.4K 6
                                    

Diandra yang tengah berjalan bersama teman sekelasnya menuju taman kampus tiba-tiba di hadang oleh seorang mahasiswi.

“Ada apa nih?” tanyanya heran.

Napas mahasiswi tersebut masih ngos-ngosan sehingga butuh beberapa detik untuk menjawab Diandra. Penjelasannya di awali dengan menunjuk sebuah gedung yang cukup jauh dari posisi Diandra.

“Itu.. kamu temennya Shiena kan?” tanya mahasiswi itu kemudian. Sekedar ingin memastikan.

Diandra yang bagaikan burung beo, mengangguk saja. Masih bingung dengan situasi yang sedang terjadi.

“Iya kenapa ya?”

“Itu tadi Shiena pingsan di toilet tapi sekarang udah ada di ruang kesehatan,” jelas sang mahasiswi.

“Shiena? Sahabat gue? Shiena angkatan 19 jurusan Ekonomi?” cecar Diandra syok.

Tanpa menunggu balasan apapun lagi, Diandra secepat kilat berlari menuju ruang kesehatan. Selagi berlari, pikirannya berkelana pada kejadian pagi tadi. Kejadian yang sebenarnya cukup membingungkan ketika pagi-pagi mendapati sahabatnya itu tiba-tiba mual dan muntah.

“Shiena dimana?” tanyanya pada salah satu mahasiswi yang tengah berjaga.

Diandra segera berlari ketika mahasiswi tersebut menunjuk ke sebuah ruangan yang ada di sudut.

“Shiena!” serunya begitu pintu di buka cukup keras.

Sosok perempuan yang berbaring di atas bed masuk radar penglihatannya. Diandra terik histeris melihat keadaan Shiena yang cukup mengenaskan di matanya.

“Ya ampun, Shi ... Ini gimana ceritanya kamu pingsan ... di toilet pula,” cecarnya.

Shiena menggeleng lemah. Dia sendiri tidak tahu bagaimana bisa dirinya pingsan. Proses pingsannya pun dia tidak tahu. Apakah kepalanya terbentur sesuatu? Apakah posisi jatuhnya baik-baik saja?

Yang Shiena ingat hanyalah ketika dia sedang terburu-buru masuk toilet karena menahan mual dan muntah kemudian ketika ingin melangkah keluar tiba-tiba kepalanya pusing terus hilang ingatan. Bangun-bangun malah sudah berada di atas bed.

“Nggak tau, Di. Aku ingetnya cuma mau keluar toilet terus tiba-tiba hilang ingatan.”

Nampak Diandra menghela napas keras. Turut pihatin melihat kondisi sahabatnya.

“Pokoknya sekarang kita harus ke rumah sakit!” tukas Diandra mutlak yang langsung mendapat gelengan keras dari Shiena.

“Gak perlu, Di. Paling nanti sembuh sendiri.”

Diandra yang sama keras kepalanya dengan Shiena sontak menggeleng keras. Tidak ingin di bantah.

“Pergi rumah sakit atau ... Aku telepon tante sekarang juga?” tante yang di maksud di sini ialah Mama Shiena.

Shiena langsung melebarkan matanya ketika mendengar ancaman Diandra yang di tujukan untuknya. Mendengar Mamanya di sebut tentu membuat Shiena sadar bahwa opsi pertama lebih baik daripada Diandra menelepon Mamanya yang di mana akan membuat kedua orangtuanya khawatir dengannya.

Shiena mengambil napas sebelum mengangguk pasrah. “Oke. Kita ke rumah sakit sekarang.”

•••

“Gimana, dok keadaan teman saya? Dia baik-baik aja kan? Dia nggak ada penyakit yang parah kan?” cecar Diandra menuntut jawaban.

Saat ini keduanya sudah berada di IGD. Shien baru saja di periksa oleh seorang dokter perempuan.

Dokter perempuan itu memberikan senyum hangat sembari mengalungkan stetoskopnya di leher. “Secara medis tidak ada. Tapi kalau boleh, saya sarankan sebaiknya temennya mending di antar ke poli kandungan untuk USG. Nanti biar dokter di sana yang ngomong kenapanya.”

Pregnant Still VirginTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang