Chapter 20

31.5K 1K 11
                                    

Shiena pikir, usai menghabiskan waktu bersama ayah dari janin dalam kandungannya akan membuat tidurnya nyenyak. Nyatanya, dia tidak merasa mengantuk sama sekali. Matanya tetap segar memandang segala arah dalam gelapnya kamar. Terhitung satu jam lamanya Shiena membolak-balik badannya mencari posisi aman, tapi tak pernah membuahkan hasil.

Dalam gelapnya malam Shiena seperti memikirkan banyak hal. Haruskah dia menuruti keinginan bayinya yang ingin tidur di pelukan ayahnya dengan resiko ketahuan teman-temannya, ataukah tetap disini menghitung domba dalam bayangan sampai keinginan itu hilang dan tidur pulas.

Sayangnya, kesabaran Shiena tidak sebesar itu. Tanpa memikirkan apapun lagi, Shiena bangun dari tidurnya dan berjalan jingkat-jingkat menuju pintu kamar. Dibukanya gagang pintu dan membukanya pelan setelah memastikan tidur teman sekamarnya tidak terganggu dengan aksinya.

Mengenai rumah ini, sebenarnya ada tiga kamar disini. Tapi yang boleh dipakai cuma dua kamar, karena kamar yang satu itu merupakan kamar utama pemilik rumah, dan banyak barang pribadi didalamnya. Satu posko ada 12 orang, terdiri dari 8 perempuan dan 4 laki-laki dari berbagai jurusan. Dan dua kamar kosong itu semuanya di tempati kaum perempuan, sedangkan kaum laki-laki harus rela tidur diatas lantai yang hanya dilapisi karpet.

Termasuk Malik yang malam ini tidur bersama mereka kaum laki-laki. Tapi Malik memilih pindah di sofa lantaran dibawah sudah tidak muat. Masih ada sedikit space sih untuknya, tapi bagian itu tidak dilapisi karpet. Bahkan sebelumnya ada yang rela bergeser ditempat itu demi memberi Malik tempat nyaman, namun tentu sebagai orang dewasa dan apalagi dirinya hanya numpang sebentar tentu menolak.

Sementara Shiena, begitu keluar kamar tatapannya langsung jatuh pada sosok pria di sofa. Panjang sofa dan tinggi badan sosok itu sangat jomplang. Pasti sangat tidak nyaman tidur disana, pikirnya.

Kerinduan Shiena semakin bergejolak melihat wajah damai suaminya. Dengan mulut setengah terbuka serta mengeluarkan suara ngorok, hal itu membuat Shiena tak tahan untuk mendekat kemudian membekap mulut dan hidung sang suami.

“Siap–” hampir saja Malik menampik badan Shiena menjauh darinya ketika tidak segera membuka mata mengantisipasi dan mengenali sosok perempuan yang sangat dekat dengannya. “Ada apa?” tanyanya kemudian setelah kesadarannya pulih dan sadar siapa yang membekab mulut dan hidungnya.

Shiena langsung memberikan cengiran lebarnya, memasang wajah tidak bersalah sama sekali. Dia segera mengambil tempat disisi tubuh sang suami lalu memeluk dan bermanja disana.

“Kenapa bangun?” tanya Malik dengan gumaman. Kedua matanya kembali terpejam ketika menanyakan hal tersebut, namun belaian tangannya di perut Shiena tak berhenti.

“Laper,” rengek Shiena semakin mengeratkan pelukannya.

Saat itu juga kedua mata Malik kembali terbuka, menunduk melihat wajah melas perempuan di dekapannya. “Yaudah, ayo.”

“Tapi, Shiena mau makan yang lain.”

“Sebutin kamu mau makan apa. Nanti saya buatkan,” ucap Malik enteng membuat Shiena seketika berbinar.

Shiena menatap pria disampingnya dengan ragu, sebab tahu kalau permintaannya ini mungkin sedikit berat.

“Kamu mau apa, ngomong aja,” tukas Malik yang paham akan keraguan istrinya.

“Nasi goreng aja sih, tapi... maunya dibuatin ibu p–posko.”

Mendengar permintaan yang tak sederhana kelihatannya itu, Malik mengerjap beberapa kali seolah tidak memercayai apa yang didengarnya barusan. Sekadar diminta membuat nasi goreng saja tentu Malik bisa, tapi sayangnya permintaan Shiena tidak semudah yang dibayangkan.

Pregnant Still VirginTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang