Chapter 3

46K 1.3K 3
                                    

Kamar yang dulunya ramai akan celotehan mereka, segala curhatan, lontaran canda tawa mereka lalui tanpa beban pagi tadi seolah sirna. Siang bolong yang cukup panas ini semakin membuat kamar berukuran persegi itu turut panas meski Ac sudah menyala dan cukup kencang tapi sekarang Ac tersebut seolah tidak berfungsi.

Tegang!

Diam!

Hening!

Itulah gambaran yang tepat yang sesuai dengan suasana yang tengah berlangsung saat ini. Di atas sofa kecil sedang duduk dua anak manusia yang sedang berkelana dengan pikiran masing-masing yang entah kemana.

Yang satu menunduk memikirkan kejadian yang lalu. Mencari jawaban yang sekiranya bisa membantu menjawab pertanyaan yang ada di dalam kepalanya. Nihil. Dia tidak menemukan jawaban yang tepat atas pertanyaannya sendiri. Sedangkan gadis yang satu memandang tajam sang sahabat yang menunduk. Dia ingin berteriak murka tapi tidak bisa. Dia masih waras untuk bertanya dengan baik dan benar.

Hembusan nafas yang berat keluar dari mulut gadis di seberang. Diandra.

Are you kidding me, Shi?” Diandra buka suara.

Akhirnya setelah sekian lama keheningan terjadi. Diandra pun menyuarakan isi kepalanya. Bibirnya sejak tadi gatal ingin berbicara tapi dia menunggu penjelasan dari mulut sahabatnya. Tapi tak kunjung juga berbicara membuatnya kesal setengah mati.

Shiena pun mengangkat kepalanya memandang Diandra yang saat ini memandangnya dengan tatapan tidak percayanya.

“Mending jujur deh. Kalau kamu jujur kita bisa cari jalan keluarnya sama-sama. Kamu nggak usah khawatir aku ngadu ke Mama Papamu. Aku nggak bakalan ngasih tau mereka kalau kamu mau bicara jujur,” pinta Diandra merasa putus asa. “Please cerita, Shi. Jangan bikin aku semakin berpikir negatif tentang kamu. Jelasin ke aku semuanya tanpa ada kekurangan dan nggak ditambah-tambahin. Please!”

”Aku mau jelasin bagaimana, sih, Di? Aku bener udah jujur kalau aku nggak pernah begituan. Kamu tau sendiri aku nggak punya cowo, jadi gimana bisa aku hamil?” jelasnya.

Air mata perlahan membasahi pipi Shiena. Dia bingung harus menjelaskan apalagi ke sahabatnya ini. Sudah dikatakan kalau dia tidak pernah berbuat tetapi sahabatnya seakan tidak percaya.

“Terus caranya kamu hamil gimana, Shi? Bagaimana kamu hamil tanpa melakukan itu? Coba jelasin gimana? Jangan bikin aku gila mikirin ini,” gerutunya Diandra cukup frustasi.

“Ya terus aku harus gimana buat kamu percaya? Aku udah jujur sama kamu. Kamu udah dengar sendiri kan tadi dokternya bilang apa?” Diandra bungkam dengan wajah kosongnya. “Dokter bilang jangan sampai aku stres. Nah, sekarang kamu udah buat aku stres.”

“Aku juga stres, Shi,” dengus Diandra. “Udahlah. Aku capek ngomong sama kamu. Pusing mikirin gimana caranya kamu hamil.”

•••

Malam ini terasa berbeda dari sebelumnya. Entah kenapa, angin malam ini terasa lebih menusuk tulang. Jaket tebal yang menyelimuti tubuhnya rasanya tidak berguna. Berkali-kali mengusap lengan demi menghangatkan tubuh, tapi, tetap saja, kedinginan.

“Mau makan apa, sih, Shi? Dari tadi cuma mondar-mandir liatin jajan,” gerutu Diandra yang mulai jengah.

Shiena langsung cemberut dengan kepala celingak-celinguk mencari jajanan yang di inginkannya. “Makanya, ini lagi nyari jajanannya.”

“Kita udah lima belas menitan, lho, disini, tapi kamu belum beli apa-apa,” Diandra menghentakkan kakinya kesal.

Siapa yang tidak kesal jika selama lima belas menit, si bumil sahabatnya ini sedari tadi hanya mondar-mandir di depan outlet jajanan tanpa berniat mampir dan membeli. Lima... delapan menit, masih okelah, tapi lebih dari itu Diandra sudah di ambang batas kesabaran. Apalagi udara malam semakin dingin sampai menusuk tulang.

Pregnant Still VirginTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang