Chapter 13

31.5K 1K 4
                                    

Satu bulan hidup bersama sudah cukup membuat Shiena tahu perangai Malik luar dan dalam. Pun sebaliknya. Dalam kurun waktu sebulan itu, sudah begitu banyak hal yang terjadi dalam rumah tangganya.

Halnya baru-baru ini saja Shiena baru mengetahui kalau ternyata dia tidak mendapat restu dari seluruh keluarga besar Malik. Tante Ratna biasa Shiena panggilnya. Tante Ratna ini kakak dari ibu mertuanya. Dan konon katanya Tante Ratna pula yang menyekolahkan dan membiayai seluruh pendidikan Malik sampai bisa jadi dokter seperti sekarang.

Dan karena itu pula, Tante Ratna merasa berkuasa atas hidup Malik. Semua kehidupan Malik full kontrol dari Tante Ratna. Termasuk urusan pendamping hidup Malik.

Segala perintah Tante Ratna adalah mutlak. Sebagai anak tertua dan paling di andalkan seluruh keluarga memang Tante Ratna patut di acungi jempol. Shiena akui itu.

Shiena paham kenapa Tante Ratna tidak memberinya restu menikah dengan Malik. Berawal dari ketika pertama kali keluarga Malik datang melamarnya dulu, namun berujung penolakan dari pihak Shiena. Dari sana lah Tante Ratna mulai tidak menyukainya karena merasa tersinggung dengan penolakannya.

Semakin tidak suka lagi ketika mengetahui kenyataan bahwa perempuan yang di nikahi keponakannya ternyata hamil duluan.

Itu sepenggal cerita yang sempat Shiena curi dengar dari suaminya ketika sang suami tengah bertelepon dengan Tante Ratna.

“Kemampuan masakmu rupanya mulai berkembang. Nasi goreng buatanmu enak. Enggak asin kayak kemarin,” komentar Malik usai menelan sesuap nasi goreng buatan Shiena.

Shiena menatap suaminya lalu turut menyuap nasi gorengnya. Merasai dan mengira-ngira apa yang kurang. “Enggak asin, tapi malah kurang asin, kan?”

Malik menggeleng tidak setuju. “Rasanya pas di lidahku. Enggak ada yang lebih dan enggak ada yang kurang.”

“Masa, sih? Di lidahku kok rasanya kurang rasa, ya?”

“Kamu kurang belaian kali.”

Shiena tidak lagi kaget mendengar lelucon garing Malik. Dia pikir suaminya ini adalah pria kaku, ternyata dugaannya salah. Malik adalah pria yang suka tiba-tiba melempar lelucon yang bagi Shiena tidak ada lucu-lucunya sama sekali. Pun tidak kenal tempat.

“Apa, sih, Bang. Nggak lucu tau.”

“Yang ngelucu juga siapa? Emang betul, kok,” bantah Malik kelewat santai.

“Terserah, Bang. Suka-suka Abang aja lah. Shi udah kenyang,” usai mengatakan itu, Shiena mulai bangkit dari kursi makan. Membawa piring kosongnya ke kitchen sink.

•••

“Duh, bumil datang-datang kok udah cemberut aja, sih? Kenapa? Nggak dikasih jatah sama Abang, ya?” goda Diandra ketika siang ini Shiena berkunjung ke kos sahabat, yang kini sudah bertranformasi menjadi adik iparnya.

“Abangmu ngeselin, Di!” adunya dengan muka masam.

Diandra terkekeh, “Abang ngapain kamu lagi? Kali ini Abang ngisengin kamu apa lagi?”

“Masa Abang nyuruh aku cuti gara-gara hamil?... Aaaa... Aku nggak mau, Di,” rengeknya.

“Yaudah, tanya Bang Malik kalo kamu nggak mau cuti,” sahut Diandra santai.

“Udah, tapi Abang tetep kekeuh nggak bolehin. Katanya kandunganku lemah.”

Diandra menggaruk kepalanya yang tak gatal. Bingung juga harus memberi solusi bagaiamana. Pasti ada sebab dan akibat jika Abangnya itu sudah mengeluarkan pernyataan.

“Saran aku, sih, mending kamu dengerin Abang, Shi. Gimana pun Bang Malik juga kan doktermu,” ucap Diandra pada akhirnya.

Wajah Shiena semakin tertekuk masam. Tadi pagi ketika selesai cek kandungan, sang suami memberi kabar yang kurang mengenakkan untuk di dengar. Katanya kandungan Shiena sekarang lemah. Dia dianjurkan bed rest selama sebulan. Memang akhir-akhir ini memasuki usia kandungan yang kelima bulan, Shiena suka mengeluh kelelahan mengerjakan tugas rumah pun dengan tugas kuliahnya.

Pregnant Still VirginTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang