2

20.9K 1.1K 29
                                    

Makan malam itu menjadi ajang interogasi kpada Kaia. Baik Tio juga Kevin sama-sama tak berhenti menanyakan perihal 'magang' yang dimaksud oleh Kaia. Kaia bahkan tak jadi makan. Tio yang selalu tepat waktu dalam urusan jam makan Kaia, jadi lupa akan hal tersebut.

Pria itu bertanya bagaimana bisa Kaia diterima magang dan kapan Kaia menyiapkan semuanya.

"Aku wawancara di hari aku jatuh sakit. Paginya aku wawancara di kantor dan sekarang email penerimaan sudah masuk ke aku. Jadi aku sudah mulai masuk senin minggu depan"

"Tapi kenapa Kaia? Kamu butuh tambahan uang jajan tambahan?" tanya Kevin yang masih tak percaya adiknya pergi magang tanpa membicarakan ini dulu kepada mereka.

"Enggak, kak... aku cuma mau tambah pengalaman aja. Toh, nanti setelah aku lulus semua pekerjaan pasti mencantumkan pengalaman sebagai syarat mereka kan? Kalau dari sana ku nggak memenuhi syaratnya aku nggak bakal bisa dapat kerja dong," jawab Kaia mencoba meyakinkan kedua pria yang sedang mengintrogasinya saat ini.

"Iya sih,tapi kamu nggak perlu khawatir untuk itu. Kan papa punya banyak kenalan banyak, papa pasti bisa bantu kamu kok," sambung Tio.

Tio adalah asisten komisaris, bekerja sebagai asisten pemilik perusahaan membuat Tio memperluas koneksinya dengan berbagai macam orang. Sebagai tangan komisaris, Tio adalah orang yang dipercaya untuk mewakilkan sang komisaris jika bosnya sedang berhalangan hadir. Hal itu membuat Tio memiliki banyak tekanan dari banyak perusahaan. Dan itu bisa ia gunakan untuk membantu putrinya di kemudian hari jika ingin mencari pekerjaan.

Tapi kan Kaia masih belum lulus, ia pikir itu belum dibutuhkan. Tak pernah muncul di benak Tion bahwa putrinya akan mengajukan magang. Jika ia tahu, tentu ia jua kana menggunakan koneksinya untuk mencarikan tempat magang yang lebih layak dan tidak akan merepotkan Kaia nantinya. Eh.. tiba-tiba saja putrinya bilang bahwa ia akan magang di Salim Group. Perusahaan yang sangat tidak ingin ia kenalkan kepada putrinya.

Kaia memegang tangan Kevin dan Tio bersamaan. Gadis itu menatap papa juga kakaknya secara bersamaan.

"Papa.. kakak.. Terima kasih banyak udah bantu Ai sampai sejauh ini. Tapi kalau Ai terusterusan hidup atas sokongan papa sama kakak, memangnya kapan Ai bisa belajar untuk berdiri di atas kaki sendiri? Papa sama kayak nggak perlu khawatir. Toh, buktinya Ai bisa berhasil lolos keterima magang. Padahal katanya yang daftar ribuang lho, tapi yang diterima cuma sepuluh di batch ini. Ai keren kan?"

Tio menghela nafas panjang. Ia menoleh ke arah Kevin yang terlihat frustasi di tempatnya.

"Tapi kenapa Salim Group?" tanya Tio dan Kevin bersamaan.

Kaia yang tak menyangka bahwa kakak dan papanya bertanya pertanyaan yang sama dengan berbarengan dibuat terkejut.

"Kenapa salim? Karena itu perusahaan yang bagus kan? Ai disarankan sama kakak tingkat Ai untuk daftar di sana karena benefitnya banyak, juga Salim Group punya banyak anak perusahaan jadi kedepannya kalau Ai mau daftar kerja di sana bukannya semakin lebih mudah?" tanya Kaia sambil mengedipkan matanya berkali-kali.

Tio dan Kevin sama-sam mengerang panjang membuat Kaia kebingungan.

"Kita harus bagaimana ini, Pa?"bisik Kevin kepada papanya.

"Apa papa hubungi HRD aja biar kontrak magang Ai diputus?" tanya Tio yang juga sama-sama putus asanya dengan Kevin.

Kevin terkesiap mendengar saran ekstrim papanya. "Hah? Papa yakin? Ai kelihatan antusias gitu buat magang kalau tiba-tiba kontraknya diputus, Ai pasti sedih, Pa. Papa mau lihat Ai sedih?"

Tio menggelengkan kepalanya. Tio dan Kevin kembali mencoba mengintip ke arah Kaia yang terlihat manis di tempat duduknya. Tio dan Kevin kembali saling berbisik.

Jangan Bilang Papa! (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang