56

6.7K 687 27
                                    

Tio sedang memeriksa peralatan memancingnya. Ia akan pergi memancing seharian. Setelah undangan dari Pak RT yang akan membuka kolam pancingnya yang baru, bapak-bapak perumahan akan berkumpul untuk memancing secara gratis. Karena Kaia dan Kevin sangat suka ikan, Tio ingin membawakan anak-anaknya ikan yang segar.

Tio melirik rumah di depannya sebelum berangkat. Terakhir, kemarin sore ia melihat Prabas yang sibuk menyiram tanamannya. Sebuah hobi yang tidak biasa bagi seseorang Prabas Salim tentunya. Dia adalah pemuda yang selalu disibukkan dengan pekerjaannya. Namun kali ini ia melihat sisi lain yang tak biasa. Tio menggeleng, mencoba menghilangkan Prabas dalam pikirannya. Itu bukan urusannya. Mau Prabas punya hobi bakar rumah orang pun, seharusnya Tio tak perlu memikirkan hal itu.

Tiba di kolam pancing, tio menyapa bapak-bapak yang lain. Mereka berbagi informasi tentang umpan yang cocok. Tak selang lama, sosok yang Tio hindari muncul. Prabas dengan topi hutan, juga vest cokelatnya mengangkat tangannya menyapa Tio dengan ramah. Tak lupa juga Prabas menyapa bapak-bapak yang lain. Merasa tak kenal Prabas, bapak-bapak yang berkumpul itu kemudian memperkenalkan diri.

"Saya di sini baru tiga hari. Kemarin saya berkunjung ke rumah Pak RT dan beliau undang saya untuk ikut memancing."

"Anak muda seperti Nak Prabas ini sulit sekali dicari. Kalau nggak yang sibuk kerja ya sibuknya main ponsel terus! Seperti anak saya, sudah berusia kepala tiga, kerjaannya hanya di rumah dan main game mulu! Padahal saya sudah masukkan dia ke perusahaan teman saya, dia malah pilih jadi pemain game profesional katanya."

Prabas hanya tersenyum tidak tahu harus merespon seperti apa. Pria itu beralih ke arah Tio yang sedari tadi diam.

"Saya tadi mau ajak Pak Tio bareng, ternyata bapak sudah berangkat lebih dulu."

Tio izin meninggalkan grup untuk mencari tempat duduk di kolam pancing tersebut. Prabas yang selesai menyapa bapak-bapak yang lain pun ikut menyusul Tio. meletakkan peralatan memancingnya di tempat kosong di samping Tio.

Memancing bukan sesuatu yang sulit. Bagi pengusaha seperti dirinya, memancing di atas lautan menggunakan kapal pelesir adalah salah satu kegiatan untuk memperlancar bisnis. Sama halnya dengan golf. Prabas sering menemani kakeknya sejak dini memancing bersama para partner bisnis kakeknya. Jadi memancing juga masuk dalam salah satu keahlian Prabas.

Namun yang tidak Prabas antisipasi adalah perbedaan suasana memancing di lautan dengan memancing di kolam pancing. Di pinggir kolam pancing, dirinya hanya duduk menunggu kail bergerak. Ingin berbincang namun lawan bicaranya terlihat enggan untuk melihat ke arahnya. Tio lebih sibuk berbicara dengan Pak RT yang duduk di sisi lainnya.

Prabas menunggu dan menunggu. Di saat bapak lain di sisinya mendapatkan ikan, Prabas hanya bisa menunggu dengan sabar. Bahkan ketika Tio mendapatkan dua kali strike, Prabas hanya bisa menunggu.

Satu jam ... dua jam ... tiga jam ... Prabas rasanya sudah hampir gila. Umpannya sudah diganti berkali-kali tapi tak ada satu pun ikan yang didapatkannya. Bapak-bapak mulai berkumpul di belakangnya menertawakan Prabas. Mereka bilang Prabas masihlah anak muda, butuh sering berlatih. Bahkan Pak RT ikut bergabung menggodanya dengan bilang, "Nak prabas, bapak kasih diskon setengah harga buat Nak Prabas masuk lagi setiap minggu. Nanti saya beri tutor gratis asalkan Nak Prabas datang setiap minggu1"

Bapak-bapak yang lain tertawa begitu juga Tio. Tio menatap wajah pias Prabas. Betapa senangnya dia melihat Prabas dirundung oleh bapak-bapak yang lain. Prabas hampir tertawa melihat wajah puas Tio Saujana. Dengan penuh keikhlasan, Prabas pun memutuskan bahwa ia akan berhenti. Ia merapikan peralatan memancingnya.

"Lho? Nak Prabas kok sudah menyerah? Kita biasanya duduk sampai sore lho. Nanti juga kita bakar-bakar hasil tangkapan."

Prabas tersenyum sopan. Pria itu membuka dompetnya kemudian menarik satu kartu dan diberikannya kepada Pak RT.

Jangan Bilang Papa! (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang