29

10.6K 986 56
                                    

Maaf lama ya! Aku habis selesai merevisi naskah MAHAJANA untuk terbit terus liburan dulu beberapa hari hehe.

Happy reading semuanya!

***

Keberadaan Prabas di dalam bus tersebut tentu membuat suasana perjalanan sangat tidak nyaman. Sopir bus sendiri sudah menyalakan karaoke jika ada yang ingin bernyanyi namun tak ada satu pun pegawai yang ingin menyentuh mikrofon.

Kaia juga tidak nyaman dengan Prabas yang ada di sampingnya. Untung saja kakaknya tidak bergabung dalam perjalanan ini. Kaia menghabiskan waktunya sambil melihat keluar jendela dimana kendaraan cukup ramai karena masih liburan panjang.

Liburan sekolah akan berakhir minggu ini, sedangkan libur kuliahnya akan berakhir dalam tiga minggu. Setelah itu dirinya mungkin bisa terbebas dari pria di sampingnya ini.

Saat Kaia tengah sibuk melamun tiba-tiba pipinya disentuh pelan dari samping. Kaia pun menoleh.

"Ada apa?"

Prabas mengulurkan kedua tangannya di depan Kaia.

"Boleh bagi tabir suryanya?" tanya Prabas.

Kaia mengeluarkan tabir surya yang tak pernah meninggalkan tasnya. Mengeluarkan sebagian ke atas telapak tangan Prabas. Pria itu menunggu Kaia untuk meratakan di seluruh bagian wajah dan tangannya seperti yang gadis itu lakukan kepada temannya tadi.

"Bantu pasangkan juga," ujar Prabas.

Kaia menoleh ke samping dimana kursi di samping Prabas juga kosong. Tapi ia tahu di depan ada orang lain yang duduk. Mereka pasti mendengarkan permintaan Prabas.

Prabas melambaikan tangannya meminta Kaia untuk fokus padanya saja. Gadis itu menghela napas panjang kemudian mengambil sebagian tabir surya di tangan Prabas untuk diratakan di wajahnya. Kaia menggunakan kesempatan itu untuk mengecek suhu pria itu. Sudah tidak hangat. Suhunya sudah normal.

Mungkin dia sudah minum obat sebelum berangkat tadi, pikir Kaia.

Setelah merapikan tabir surya di wajah Prabas, Kaia pun mengusapnya di dua tangan Prabas.

Rasa panas menjalar di leher, terus naik hingga wajah dan telinga Prabas. Matanya terpaku pada tangan lentik Kaia yang mengusapkan sisa tabir surya di tangannya. Melihat tangan mereka bertaut, dan jari-jari lentik itu bermanuver di antara sela-sela jarinya membangkitkan sebuah perasaan aneh yang menggelitik dada pria itu.

Prabas menegak salivanya dengan susah payah. Jantungnya berdebar lebih cepat. Keheningan bisa membuat Prabas mendengar degup jantungnya. Seperti ada orkestra gendang di telinganya. Prabas menggigit bibirnya ketika Kaia menyentuh telapak tangannya dan memijatnya di bagian tersebut dengan saaaangaat lembut.

"Ah..."

Kaia mendongak.

"Kamu masih sakit?" tanya Kaia yang khawatir karena wajah Prabas yang memerah.

"Aku rasa obatnya belum bereaksi sepenuhnya."

Prabas merasa kehilangan ketika Kaia melepaskan tangannya.

"Kalau begitu kamu harus banyak istirahat. Perjalanan mungkin tersisa tiga jam lagi"

Imajinasi liar pria itu terpatahkan ketika Kaia kembali menoleh ke arah jendela. Prabas harus berhenti di sana. Ia harus menenangkan dirinya terlebih dahulu.

Sial. Prabas belum pernah gagal mengontrol dirinya sebelumnya. Ia memperhatikan tangannya dan menggerakkannya beberapa kali mencoba mengingat sensasi tangan Kaia yang menyentuhnya. Mengingatnya kembali membuat Prabas tersenyum lebar.

Jangan Bilang Papa! (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang