19

10.7K 1K 48
                                    

"Pra... bas?"

Prabas terkejut setengah mati melihat orang yang duduk di samping kakeknya. Tubuhnya membeku seperti tak bisa digerakkan. Ia baru tersadar ketika gadis itu menundukkan kepalanya. Prabas menoleh ke arah Tio. Sengat Prabas, saat itu Tio bilang jika Kaia tidak akan berabung dalam pesta mereka? Tapi kenapa sekarang gadis itu justru muncul di depannya? Pria itu menoleh ke arah kakeknya dengan bingung.

"Oh, kamu pasti baru pertama kali ketemu Kaia Saujana ya? Prabas, perkenalkan Kaia Saujana, putri Tio," ujar Pangestu yang memperkenalkan cucunya dengan gadis cantik yang sedari tadi menemaninya mengobrol. Tio memperhatikan Prabas dengan tajam. Jangan sampai pria itu jatuh cinta pada putrinya. Ia akan melakukan berbagai macam cara agar pria itu tidak mendekati putrinya.

"Iya," jawab Pabas seadanya.

"Ai, kamu kan sudah lama magang di perusahan. Kamu pasti pernah ketemu sama cucu saya kan? Dia ini direktur utama di perusahaan kamu"

Merasa diajak berbicara, Kaia mengangkat wajahnya dan hanya tersenyum ke arah Pangestu Salim.

"Kamu pernah lihat dia?" tanya Pangestu.

"Belum," jawab Kaia dengan lirih.

Prabas mengepalkan tangannya di bawah meja. Ia menoleh ke arah Tio Sauajan yang sedari tadi tak henti-hentinya melihatnya. Merasa sesak, Prabas melonggarkan sedikit dasinya yang terasa sesak. Ia mengangkat wajahnya untuk menoleh ke arah Kaia yang sedari tadi menghindar dari tatapannya.

Beberapa orang datang untuk menyapa Pangestu Salim. Tio merasa sudah waktunya untuk Kaia meninggalkan meja tersebut. Tio meminta izin kepada Pangestu untuk mengajak Kaia ke tempat lain. Awalnya Pangestu menolak karena masih ingin berbicara dengan Kaia. Namun mengingat banyaknya tamu yang juga ingin berbicara dengannya, Pangestu memberikan izin.

Prabas mengangguk ketika Tio izin darinya. Ia melihat ke arah Kaia yang sama sekali tidak menoleh ke arahnya. Ia memandangi punggung gadis itu yang berjalan menjauh dan duduk di salah satu meja bundar lain yang jaraknya cukup jauh.

Prabas meraih ponselnya. Mempertimbangkan apakah perlu ia menghubungi gadis itu atau tidak. Prabas sangat ingin menjelaskan semuanya sebelum Kaia salah paham terlebih dahulu tapi sedari tadi ia memperhatikan bagaimana Tio sama sekali tidak meninggalkan sisi putrinya.

Acara pun dimulai. Prabas berdecak kesal karena lupa bahwa ia harus maju ke atas panggung untuk memberikan pidato singkat. Tepuk tangan begitu riuh mengantarnya naik ke atas panggung yang penuh akan lampu berkilau. Ia menoleh ke arah Kaia dimana gadis itu sama sekali tak menoleh ke arahnya.

Ke arah sini Kaia. Hadap sini. Lihat aku.

Prabas menghela nafas ketika harapannya berakhir sia-sia. Pidato singkat yang sudah ia siapkan terasa begitu hambar. Setiap kata-kata yang diucapkan jadi tak berarti. Semua laporan progres yang disampaikan seperti sebuah hafalan yang sama sekali tak dimengerti oleh Prabas. Hingga kata terima kasih diucapkan, semua orang kembali bertepuk tangan. Prabas lagi-lagi hanya bisa menghela nafas panjang ketika lampu flash dari kamera dokumentasi mengarah ke arahnya.

Ia kembali ke kursinya dan melihat meja bundar tempat Kaia berada. Ia mengernyit melihat bangku di samping Tio juga Kevin yang kosong. Prabas melihat sekeliling dan ketika ia menempati kursinya, ia bisa melihat Kaia yang mengarah ke arah luar. Gadis itu mungkin ke toilet karena Prabas tak melihat Kaia membawa tasnya.

Prabas mengeluarkan kotak rokoknya.

"Kakek, aku jin keluar." Ia mengayunkan tangannya yang memegang kotak rokok sebagai tanda bahwa pria itu akan keluar untuk merokok.

"Prabas, kurangi rokoknya."

"Iya, Cuma satu saja. Nanti aku kembali."

Pangestu mengangguk dan Prabas pun melipir pergi. Saat ada beberapa petinggi perusahaan yang ingin mengajaknya berbicara, Prabas hanya meminta maaf dan pergi meninggalkan aula hotel tempat pesta diadakan.

Jangan Bilang Papa! (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang