Hari yang dijanjikan pun tiba. Kaia izin ke papanya untuk berangkat bermain golf. Dengan pakaian golf juga tas berisikan beberapa stik golf, Kaia pun pergi meninggalkan rumah dengan taxi online. Tanpa gadis itu ketahui, diam-diam seseorang juga sudah bersiap dengan pakaian serba hitam, hingga aksesoris topi juga kacamata hitamnya. Siap untuk membuntuti sang adik.
"Kevin, kamu mau kemana?" tanya Tio yang baru kembali mengantar Kaia ke depan gerbang rumah.
"Oh, aku mau ketemu teman, pa."
"Yah... padahal papa mau ngajak kamu mancing buat hibur kamu yang sedang patah hati."
"Patah hati? Siapa?"
"Kamu. kan kamu selalu mendekam di kamar sampai demam setiap kali diputusin. Tapi nggak apa-apa, deh. Kamu pergi aja sana cari udara segar biar bisa cepat move on."
Kevin tertawa canggung akan kesalahpahaman papanya. Pria itu hanya mengangguk dan meninggalkan rumah dengan membawa mobil. Sekarang dia tahu darimana asalnya sikap tidak pekanya. Sepertinya itu memang sudah mendarah daging diturunkan dari papanya.
***
Memasuki arena lapangan golf, mobil taxi membawa Kaia pun melambat kemudian berhenti di tempat parkir. Prabas juga baru tiba bersamaan dengan kaia yang turun dari taxi. Pria itu bergegas turun dari mobilnya.. Kaia mengangkat tangannya menyapa Prabas. Prabas bergegas berlari untuk membawakan tas milik Kaia .
"Aku bisa bawa sendiri."
"Biar aku saja. Ini berat. Taxinya sudah dibayar?"
"Sudah."
"Ayo, kita masuk."
Prabas membawa dua tas besar berisikan stik golf. Kaia sudah meminta Prabas untuk membawa tasnya sendiri tapi pria itu berkeras kepala ingin membawakan tas milik Kaia . Prabas mencuri pandang akan pakaian Kaia yang cantik pagi itu. Dengan kaos polo putih dan rok senada membuat gadis itu tampak seperti bidadari. Prabas jadi teringat kata-kata Kevin yang selalu memuji Kaia yang tampak cantik seperti bidadari. Kevin tidak melebih-lebihkan karena memang seperti itu faktanya.
Prabas menggigit pipi bagian dalamnya untuk menahan senyum ketika tak sengaja punggung tangan mereka bersentuhan. Kaia yang terkejut segera menjauh. Ia sangat gugup. Padahal tak ada yang berubah dari Prabas. Pria itu masih terlihat seperti Prabas biasanya. Tampan, rapi dan elegan. Bukan elegan yang memiliki relasi dengan feminitas. Tapi keeleganan dimana pria itu bergerak juga bersikap tegas dan tenang. Seperti permukaan air yang tenang.
"Ai," panggil Prabas.
"Hm?"
"Hari ini kita berkencan kan? Boleh nggak kita bersikap seperti orang berpacaran pada umumnya?" tanya Prabas sambil berbisik dengan mencondongkan tubuhnya ke arah Kaia. Wajah gadis itu pun segera menjauh untuk menyembunyikan wajahnya yang merona.
"Ma-maksudnya?"
Prabas mengangkat tangannya di depan Kaia . "Berpegangan tangan. Boleh?"
Kaia melihat tangan besar Prabas dengan gugup. Gadis itu mengangguk kemudian meraih tangan Prabas. Menyelipkan setiap jari-jarinya di sela-sela jari pria itu membuat Prabas tersenyum puas.
"Nice," gumamnya dengan penuh kepuasan.
Prabas dan Kaia turun ke lapangan hijau dengan Prabas yang mengendarai buggy car. Prabas menolak membawa caddy. Karena dirinya akan menjadi caddy-man untuk Kaia. Kaia duduk di samping Prabas untuk mereka melihat sekeliling green area.
Saat Kaia melihat-lihat tiba-tiba sesuatu menyentuh pahanya. Kaia menunduk dan melihat sebuah kotak kecil yang dibungkus pita putih. Kaia mengangkat kotak itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jangan Bilang Papa! (Complete)
RomanceTio Saujana adalah seorang asisten Komisaris dari Salim Group. Sudah lima tahun terakhir ia mencoba untuk resign tapi Komisaris selalu menjebaknya untuk tetap bekerja padanya. Hingga ia bersumpah bahwa anak-anaknya tidak boleh lagi terlibat dengan k...