16

11.2K 979 17
                                    

Akhir pekan datang lebih cepat penuh dengan antisipasi. Kaia sudah membuat janji untuk bertemu dengan temannya hari ini. Pria itu tidak memberitahu kemana mereka akan pergi karena katanya akan menjadi kejutan. Pria itu berjanji kalau Kaia tidak akan dibawa jauh.

Kaia masih belum mempersiapkan diri karena waktu yang dijanjikan masih tiga jam lagi.

Sedangkan di luar kamar Kaia, papa juga kakaknya sudah rapi dengan pakaian kerja mereka. Mereka harus pergi kerja karena persiapan akhir tahun. Melihat papanya yang sedang sarapan, Kaia mendekat dan memeluk pria itu dari belakang.

Tio meletakkan sendok juga garpunya untuk mencium lengan putri Kaia.

"Ada apa, anaknya papa yang cantik?'

"Papa hari sabtu kok kerja sih? Nggak bisa izin libur untuk istirahat? Kan punggung papa belum sembuh."

Tio tertawa melihat putrinya yang merajuk. Sejak beberapa hari yang lalu, Tio selalu mengeluh tentang punggungnya yang sakit dan sepanjang hari Kaia mengingatkannya untuk jaga kesehatan. Gadis itu sampai beli beberapa alat pijat untuk Tio gunakan. Kaia meletakkan dagunya di atas pundak Tio. Kevin mengeluarkan ponsel untuk memotret momen di pagi itu.

"Kan cari uang untuk anaknya. Buat bisa dipake nikahannya Ai. Biar nikahannya Ai megah, semegah pesta princess disney, Ai pernah bilang mau menikah seperti Cinderella. Papa harus tepati janji itu, dong." jawab Tio membuat Kaia tertawa.

"Itu kan janji waktu aku masih kecil, Pa. Lagi pula Ai nggak minta dibuatkan pesta mewah, Pa. yang penting papa sehat di hari itu dan bisa lihat cucu-cucunya papa, Ai sudah sangat senang ."

"Ai... jangan buat papa nangis pagi-pagi," tegur Tio yang merasa terharu akan ucapan putrinya.

"Ai, papa itu sedang sensitif lho. Tadi malam papa sama kakak ngobrol banyak tentang kamu," ujar Kevin yang ikut nimbrung. Ia juga tidak ingin keberadaanya dilupakan.

"Aku? Ada apa dengan aku?"

"Papa sama kakak sudah sepakat untuk lebih terbuka sama kamu. Kalau ... kamu ke depannya sudah punya pacar, papa sama kakak sudah siap akan dukung kamu. Kami berdua sudah sepakat kalau kamu sudah dewasa dan tahu mana yang terbaik untuk kamu sendiri."

"Oh ya? Ai sudah boleh punya pacar sekarang?" tanya Kaia sambil melonggarkan pelukannya pada papanya.

"Hm-hm, asalkan Ai selalu jujur sama kami berdua. Walaupun sekarang belum, nggak apa-apa. Tapi kalau kamu sudah punya orang yang disukai, kamu bisa mulai bercerita ke kakak sama papa."

Kaia memegang pipi papanya. "Papa, terima kasih sudah mikirin aku. Tapi aku juga nggak mau buat papa sama kakak memaksakan diri. Semisal ke depannya, papa sama kakak ketemu pasangan aku yang menurut kalian berdua nggak cocok sama aku, atau kurang baik untuk aku, tolong bilang ke aku ya. Aku mau keluarga kita selalu dekat dan mendukung satu sama lain. Aku tentu akan mempertimbangkan papa dan kakak juga. Aku nggak mau pasanganku punya konflik dengan kalian berdua."

Tio mengangguk. Pria itu menggenggam tangan putrinya sejenak. "Tapi satu hal yang harus kamu tahu. Asalkan Ai bahagia maka papa dan kakak juga akan bahagia. Jadi Ai harus tetap utamakan kebahagiaan Ai dulu."

Kaia tidak setuju dengan itu. Gelengan kepalanya membuat Tio juga Kevin mengernyit. "Kita bertiga adalah keluarga. Kita sudah berkompromi bersama selama ini. Aku tentu nggak mau egois. Kita harus sama-sama utamakan kebahagian kita bertiga bersama terlebih dahulu. Ai nggak mau egois. Yang harus diutamakan adalah kebahagian keluarga," jawab Kaia penuh pendirian.

Tio tersenyum lembut.

"Ai... papa sayang sekali sama Ai."

Kaia kembali memeluk papanya sambil tertawa. Kevin yang tak mau ketinggalan sampai rela bangun dari kursi kemudian mengitari meja makan untuk memeluk Kaia juga papanya sekaligus dengan kedua tangannya yang panjang.

Jangan Bilang Papa! (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang