3

16.4K 1.1K 15
                                    

Yuk jangan lupa vote dan komen yang banyak!!! ^^

Happy reading everyone!

***

ZIP!

Dan lampu lift pun mati...

"Maaf... liftnya.."

BRUK!

Kaia berjingkat kaget ketika merasakan sesuatu terjatuh di atas kakinya. Gadis itu dengan cepat membuka flash dari ponsel. Ia terkejut mendapati pria yang berada di lift bersamanya tadi kini tersungkur di atas lantai sampai memegangi kakinya dengan sangat erat.

"Mas... Mas! Mas nggak apa-apa!?" tanya Kaia panik.

Gadis itu berjongkok untuk melihat kondisi pria tersebut. Nafas tak beraturan. Pendek-pendek dengan ritme yang sangat cepat. Matanya tertutup erat. Bulir keringat terlihat semakin jelas turun dari keningnya. Kaia mengusap kening pria itu menggunakan sapu tangan yang ia keluarkan dari saku roknya.

"Hufft... hufft..."

Kaia mengenal symptom ini... Mamanya juga dulu pernah seperti ini. Dia harus segera mencari bantuan. Gadis itu berniat untuk menekan intercom tapi tangannya ditahan oleh pria tersebut. Tangan Kaia dicengkram sangat erat. Ia sampai bisa merasakan bagaimana telapak tangan itu berubah dingin dan bergetar.

"Biar aku panggilkan petugas lift lewat intercom. Kamu tunggu di sini sebentar."

"Ah... hah... ja-jangan pergi... Te-tetap di sini..."

Kaia tidak bisa melihat wajah pria itu karena flash ponselnya tengah menunjuk ke arah pintu lift yang masih tertutup rapat. Ia membuka ponselnya dan tidak menemukan sinyal di sana.

Gadis itu tetap membiarkan tangannya dicengkram erat. Dari cengkramannya sepertinya pria itu tidak akan melepaskannya dalam waktu dekat. Kaia juga tidak akan bisa menghubungi menekan tombol intercom lift juga. Kaia pun menurunkan tubuhnya dan menarik pria yang tak dikenalnya itu untuk tidur di atas pangkuannya sejenak.

Tubuh besarnya bergetar sangat kencang seperti orang yang menggigil.

Claustrophobia.

Seperti mamanya dulu.

Untungnya pria itu tidak menolak. Ia meletakkan kepalanya di atas pangkuan Kaia dengan memeluk tangan gadis itu erat-erat seperti seperti anak kecil yang memeluk erat mainan kesukaannya. Tangan Kaia adalah pegangan tali terakhir yang bisa digunakan untuk menyelamatkan diri dari panik juga kecemasan ekstrim yang dirasakannya.

Pria itu tidak bisa berpikir jernih. Pikirannya kalut. Ia sudah mencoba untuk memikirkan memori indah yang ia miliki tapi itu semua nihil. Kegelapan dan sadar bahwa dirinya terjebak di ruang sempit membawa trauma itu kembali. Ia merasa kembali seperti beberapa tahun yang lalu. Terjebak di tengah puing-puing kaca dengan darah berceceran. Ia hanya bisa menangis memeluk seorang wanita. Wanita dewasa itu bukan ibunya tapi pelukannya sangat erat membuatnya sesak.

Bintang kecil... di langit yang tinggi...

Amat banyak... menghias angkasa...

Aku ingin... terbang dan menari....

Jauh tinggi... ke tempat kau berada...

Bintang kecilku

Bintang kecilku

Bintang kecilku

Bintang kecil... di langit yang tinggi...

Amat banyak... menghias angkasa...

Jangan Bilang Papa! (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang