Selamat membacaaa!
Jangan lupa tinggalin jejak yang banyak yaaa, makasih ^^
***
Kaia terbangun di tengah malam dengan kepala yang sakit. Masih dengan pakaian kantornya, ia tertidur sambil menangis. Kini matanya terasa panas sekali dan sulit untuk dibuka. Pasti sangat bengkak. Ia melihat jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul setengah empat dini hari. Gadis itu bangun untuk merawat dirinya meskipun terlambat.
Kaia melihat ke arah kamar papa juga kakaknya yang sama-sama tertutup rapat. Apa mereka juga sedang tertidur? Memikirkan apa yang terjadi tadi malam kembali membuat kepala Kaia sakit. Lehernya terasa tegang. Memberikan sensasi penuh yang tidak nyaman. Ikatan masalah melilit dari belakang kepala hingga ubun-ubunnya.
Gadis itu menuruni tangga dan berjalan ke arah dapur untuk mencari air dingin. Setelah melegakan tenggorokannya yang kering, Kaia beristirahat sejenak. Suara papanya kembali berdengung. Menuduh Prabas sebagai pencuri kebahagiaan mereka.
Ketika Kaia akan kembali naik ke kamarnya, samar-samar dia mendengar suara isak tangis lirih. Suara begitu lirih sampai Kaia hampir tak mendengarnya. Awalnya Kaia mengira bahwa itu hanya suara dersik dedaunan di halaman belakangnya. Namun ketika semuanya hening barulah Kaia sadar itu adalah suara tangisan yang begitu lirih.
Diliputi rasa penasaran, Kaia berjalan mendekat pada pintu belakang yang sedikit terbuka.
Di sebuah kursi kayu, papanya duduk seorang diri. Duduk menunduk memeluk dirinya sendiri menghadap kolam ikan. Matanya menatap kosong permukaan air yang beriak akibat air terjun buatan yang terpasang di ujung kolam. Halaman belakang begitu gelap. Hanya cahaya dari lampu tetangga juga bulan yang membuat Kaia bisa melihat papanya.
Memori masa kecilnya kembali menyentuhnya.
Papanya yang dianggap superman pada akhirnya hanyalah manusia yang juga punya perasaan. Melihat papanya yang begitu rapuh adalah hal yang paling Kaia takuti. Bukankah dulu Kaia telah berjanji untuk tidak membuat papa bersedih lagi? Kaia telah berjanji dan janji harus ditepati.
Kaia memberanikan diri untuk keluar dan berdiri di ujung pintu. Papanya masih belum menyadari kehadirannya. Kakinya bergerak pelan sampai akhirnya Kaia ikut duduk di kursi kayu lain di samping milik papanya. Sepasang kursi itu adalah milik mereka yang sering digunakan ketika keduanya minum teh bersama di sore hari selepas papanya pulang kerja.
Dari tangisan yang terhenti, Kaia tahu bahwa kehadirannya mulai disadari.
"Ai... tidak bermaksud mengecewakan papa," ucapnya dengan pelan.
Tio hanya diam, kepalanya seperti berputar dengan kedua matanya yang panas akibat terlalu banyak menangis. Ia menegakkan tubuhnya. Sekarang ia sudah tidak seemosional tadi. Tio ingin mendengar penjelasan putrinya dengan baik tanpa meninggikan suaranya.
"Ai dan Prabas memang memiliki hubungan. Kami bertemu beberapa kali. Setelah beberapa pertemuan, Prabas mengungkapkan perasaannya. Awalnya Ai hanya ingin coba-coba karena Ai belum pernah pacaran. Ai penasaran dan Prabas sangat baik kepada Ai. Ai pun merasa ... kalau Ai juga menyukai Prabas. Tapi sejak awal Ai sudah bilang kepada diri sendiri kalau hubungan dengan Prabas tidak akan pernah lebih. Ai selalu menekankan kepada Prabas kalau hubungan kami tidak akan memiliki akhir yang bahagia. Karena Ai tahu perasaan papa pada keluarga Pak Salim, terutama Prabas. Ai selalu berpikir bahwa hubungan kami akan berakhir sebelum papa tahu. Dan setelah hubungan berakhir, Ai berniat jujur ke papa. Ai ... tidak tahu kalau seperti ini jadinya."
"Sampai kapan?"
"Iya?"
"Kamu bilang hubungan kalian akan berakhir. Kapan akhir hubungan kalian itu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Jangan Bilang Papa! (Complete)
RomanceTio Saujana adalah seorang asisten Komisaris dari Salim Group. Sudah lima tahun terakhir ia mencoba untuk resign tapi Komisaris selalu menjebaknya untuk tetap bekerja padanya. Hingga ia bersumpah bahwa anak-anaknya tidak boleh lagi terlibat dengan k...