33

9.9K 988 58
                                    

Happy reading y'all!

Jangan lupa tinggalin jejak kalian yang sangat berarti! ❤

***

Kevin tiba di sebuah restoran keluarga. Ia sudah siap melabrak Prabas jika ia berani menyentuh adiknya sembarangan. Dengan kesal ia membanting pintu mobilnya dan berjalan cepat menuju restoran.

Di kepalanya, Kevin sudah menyediakan berbagai macam makian untuk ia lemparkan pada Prabas. Namun ketika ia tiba di restoran ia mendapati Prabas sudah menunggunya di depan pintu.

"Kev!" sapa Prabas.

Kevin pun memutuskan untuk menahan dirinya terlebih dahulu. Ia jadi ingin tahu sejauh apa hubungan adiknya dengan pria iblis itu. Melupakan semua sumpah serapah yang ia siapkan selama perjalanan tadi, Kevin membalas dengan melambaikan tangan sambil tersenyum ramah.

"Ada apa, bos?"

"Cepat juga kamu sampainya," ujar Prabas yang tak mengira bahwa Kevin akan tiba beberapa menit setelah mereka tiba.

"Kebetulan aku sedang bertemu teman di dekat sini. Jadi, ada apa gerangan tuanku memanggil?" tanya Kevin yang sudah tidak sabar untuk mendengarkan penjelasan Prabas.

"Adikmu sedang menunggu di dalam."

"Ai?"

"Dia hampir pingsan saat kunjungan pabrik tadi. Sudah aku bawa ke klinik untuk diperiksakan. Sekarang anaknya sedang makan siang di dalam."

"Oh ... begitu. Terus kenapa kamu di sini? Kamu yang bawa Ai ke sini?"

"Aku yang bawa adikmu ke klinik dan ke sini."

"Kenapa kamu? Apa nggak ada orang lain yang bisa bawa Ai?"

Prabas memicing dan bersedekap "Kamu ngomong apa? Apa nggak ada orang lain? Kamu sendiri yang tadi malam bilang buat aku jagain adikmu."

Kevin tersentak. Ia merengut kesal jika diingatkan. Sialan. Bahkan dia sendiri yang menyebut Prabas sudah seperti adik iparnya sendiri. Jika hal seperti ini sudah terjadi, Kevin ingin merutuki dirinya sendiri. Penyesalan selalu datang di akhir.

"Hmmph!"

Kevin menghentakkan kakinya kesal kemudian meninggalkan Prabas di tempat. Prabas yang belum menjelaskan semuanya dibuat bingung akan sikap Kevin yang sinis. Padahal tadi malam asistennya itu terdengar begitu senang menitipkan adiknya pada Prabas. Dan Prabas melakukan hal yang seharusnya ia lakukan, menjaga Kaia. Lalu kenapa yang ia dapatkan bukanlah ucapan terimakasih melainkan sikap sinis?

Kevin menyusul Kaia yang sedang duduk sendirian dengan makanan yang sudah tersedia. Saat melihat kakaknya tiba, ekspresinya pun kembali berseri.

"Kakak!"

Begitu juga dengan Kevin, melihat adiknya baik-baik saja membuatnya sangat lega sampai-sampai melupakan kekesalannya pada Prabas. Kevin tidak akan pernah bisa marah atau kesal pada adiknya.

Kevin tidak boleh gegabah mengingat ini menyangkut Kaia. Ia harus mencari tahu terlebih dahulu hubungan seperti apa yang dimiliki adiknya dengan Prabas sampai Prabas bisa meletakkan kepalanya dengan nyaman di atas pangkuan Kaia. Juga, ia juga harus mencari tahu bagaimana bisa mereka bertemu. Apakah saat malam pesta itu? Tidak mungkin. Itu terlalu dekat jaraknya.

"Kamu baik-baik saja? Sudah minum suplemen yang dibawa kan?" tanya Kevin sambil mengambil kursi untuk duduk di samping adiknya.

"Aku baik-baik aja. Aku juga sudah minum suplemen. Sudah minum air kelapa juga."

"Tapi kenapa sampai sakit? Sarapannya habis kan?"

Kaia menggeleng. Ia ingat ia tidak menghabiskan sarapannya tadi pagi karena Kaia merasa begitu kesal melihat kedekatan Prabas dengan Arlene.

Jangan Bilang Papa! (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang