39 (18+)

21.1K 1K 70
                                    

*Ahem, jangan lupa vote dan komen yang banyak yaa. Terimakasiih.

*

Kaia merapatkan kedua tangannya pada leher Prabas. Menghapus setiap ruang tersisa di antara tubuh mereka. Prabas memiringkan wajahnya agar dapat memperdalam ciuman. Prabas memang tidak pernah memiliki pengalaman dengan perempuan. Tapi dia tahu caranya berciuman. Prabas kuliah di luar negeri dimana sesama teman pun dapat saling berciuman. Kecanggungan Kaia, menahan Prabas untuk tidak mencium gadis itu lebih dalam. Prabas harus melakukannya perlahan.

Setelah Kaia mulai rileks, Prabas mulai menggigit lembut bibir bawah Kaia dan menciumnya lagi lebih lembut. seperti yang diduganya. Bibir Kaia sungguh halus. Prabas bisa mencium gadis itu untuk selamanya.

Saat Kaia memiringkan wajahnya, Prabas membalas dengan memiringkan wajahnya ke arah lain. Dengan begitu pagutan mereka tak terlepas.

Ciuman mereka terlepas ketika jari telunjuk lentik Kaia terselip di antara bibir mereka membuat Prabas berhenti mencium gadis itu. Saat pria itu membuka mata, Prabas merasa sangat bahagia melihat wajah Kaia yang merona dengan napas terengah. Jika diperbolehkan, Prabas ingin menyimpan pemandangan di depannya sebagai lukisan di kamarnya. Sangat indah.

Kaia sendiri masih terengah akibat ciuman mereka. Ia menelan salivanya dengan susah payah ketika melihat Prabas menggigit jarinya. Menyingkirkan telunjuknya yang menahan bibir pria itu dan kembali menciumnya. Kepalanya terasa aneh. Kaia ingin berhenti... tapi juga tidak ingin berhenti. Kaia merasa takut... tapi juga merasa nyaman. Gadis itu tidak tahu apa yang sedang dirasakannya sendiri. Sebuah kontradiksi terbesar di hidupnya.

Tubuhnya tegang ketika merasakan sesuatu yang basah menyentuh bibir bawahnya. Kaia membuka mulutnya untuk bertanya namun kesempatan itu digunakan Prabas untuk memperdalam ciuman mereka.

Sweater yang Kaia kenakan tersingkap sehingga menampakkan perutnya yang rata. Prabas meletakkan tangannya di pinggang gadis itu dan meraba naik mendorong sweater untuk untuk terus ke atas. Ia bisa merasakan kelembutan kulit Kaia di telapak tangannya. Prabas menyelipkan tangannya ke dalam sweater hitam tersebut. Degup jantungnya berdebar semakin cepat ketika tangannya terus merangkak. Ada harapan untuk Kaia menahan tangannya agar dirinya bisa disadarkan tapi sebagian hatinya berdoa agar Kaia tidak menolaknya.

Tangannya terus semakin naik bersamaan dengan pagutan mereka yang tak kunjung terlepas.

Prabas menyentuhnya! Menyentuhnya benda yang sedari tadi terngiang-ngiang di kepalanya! Benda yang memenuhi telapak tangannya. Yang... PLAK! Sebuah pukulan keras membuat Prabas tersungkur ke lantai.

Ketika tersadar Prabas segera mendongak dan melihat Kaia yang merona dengan kedua tangan tersilang di depannya dadanya.

"Shit... Ai! Ai!"

Kaia tak mendengarkan panggilan Prabas. Gadis itu meninggalkan sofa untuk masuk ke dalam kamar mandi. Pintu kamar mandi diketuk terus menerus.

"Ai! Ai! Aku minta maaf! Ai! Aku nggak bermaksud seperti itu! Maaf, aku tahu aku brengsek! Ai, tolong dengerin aku sebentar! Ai buka pintunya." Prabas terus memohon agar Kaia mendengarkan penjelasannya.

Kaia pun membuka pintunya untuk mendengarkan penjelasan Prabas. Wajahnya memerah dengan bibir yang bergetar menahan tangis.

"Astaga... sayang... aku gak bermaksud pegang kamu seperti itu. Okay, aku akui aku salah!" Prabas terduduk di lantai dengan berlutut. Ia mengangkat tangannya tinggi-tinggi. "Potong tanganku saja kalau itu buat kamu lebih baik!" ujar Prabas keras-keras membuat Kaia membelalakkan matanya terkejut.

"Bas... maaf, aku seharusnya nggak ngelakuin hal itu." ujar Kaia dengan suara yang bergetar. Kali ini Prabas yang dibuat terkejut.

"Nggak, Ai! Aku yang salah di sini! Aku akan tanggung jawab, Ai!"

"Tapi kan..."

Prabas segera bangkit dan memeluk Kaia yang menahan tangis. Ia mengusap rambut gadis itu beberapa kali. Ia tersenyum ketika Kaia membalas pelukannya dengan melingkarkan kedua tangannya pada lingkar pinggangnya.

"Maaf, seharusnya aku yang lebih ngerti. Aku yang lebih dewasa di sini, aku seharusnya yang jaga kamu, Ai. Kamu nggak salah. Aku yang bejat dan aku akan tanggung jawab."

Prabas meraih wajah Kaia untuk menghadapnya. Prabas merasa pusing karena lukanya belum sepenuhnya tertutup dan mengejar Kaia tadi membuatnya panik. Ia pikir Kaia akan mebencinya. Prabas butuh bersandar, jika tidak mungkin dirinya akan pingsan. Prabas menarik Kaia untuk keluar. kamar terlalu berbahaya untuk ditempati.

"Ai, aku minta maaf atas apa yang sudah aku lakukan. Aku janji yang tadi nggak akan terulang lagi tanpa izin dari kamu. " Pabas memijat pelipisnya yang tidak terluka ketika merasa pusing yang sangat dahsyat. Pria itu meletakkan keningnya pada pundak Kaia untuk beristirahat.

"Bas?"

"Nggak apa-apa, Ai. Aku akan terima pukulan kamu lagi."

Kaia mengusap wajahnya brberapa kali. Ia menoleh ke arah Prabas dan memegang pipi Pabas yang ditamparnya tadi.

"Maaf. Aku nggak bermaksud untuk mukul kamu sekeras itu. Lukamu baik-baik saja kan?"

Prabas meraih tangan Kaia dan diciumnya pelan. "Aku nggak apa-apa. Aku malah senang kamu pukul seperti tadi." Prabas sangat lega ketika Kaia memukulnya karena dengan begitu dirinya bisa diingatkan untuk kembali menapak tanah. Memberikan garis bahwa apa yang sudah ia lakukan telah melewati batas.

Prabas harus mencari cara agar Kaia melupakan kejadian tadi.

"Jadi, sepertinya kita telah melewatkan jam penayangan selanjutnya. Bagaimana kalau kita nonton film yang lain saja?" tanya Prabas yang meraih remote televisi yang berada di atas meja tamunya. "Aku akan antar kamu pulang setelah satu film."

Kaia mengangguk membuat Prabas tersenyum lega. Dan di sisa hari itu Prabas dan Kaia menghabiskan waktu mereka untuk duduk berdampingan menonton tayangan film kartun komedi yang ada. Kaia meletakkan kepalanya pada pundak Prabas dan Prabas membalas dengan meletakkan kepalanya di atas kepala gadis itu. Dengan tangan Prabas yang tak henti-hentinya bermain dengan jari-jari gadis itu. Mereka menghabiskan waktu tanpa berbicara.

"Ai,"

Panggil Prabas ketika tayangan film yang mereka tonton telah selesai. Kaia akan pulang meninggalkannya sendirian di apartemen itu.

"Hm?"

"Minggu depan, ke sini lagi ya?" tanya pria itu sambil menarik tangan Kaia agar memberikannya jawabannya terlebih dahulu sebelum pergi.

"Bas, sepertinya kita perlu berbicara terlebih dahulu."

***

Apa tuh yang dipegang?

Jangan Bilang Papa! (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang