Jangan lupa tinggalin jejak vote dan komen yaa! Makasih banyak!
***
Ancaman Prabas beberapa hari yang lalu adalah peringatan awal bagi keluarga Tio. Setiap hari pria itu datang. Entah setelah pulang bekerja hingga pagi sebelum dirinya berangkat, Prabas selalu datang untuk menyapa Tio dan berbincang dengan kepala dingin. Namun seperti virus mematikan, Tio mencoba menghindari Prabas sebisa mungkin. Prabas tidak lagi mencari keberadaan Kaia atau Kevin, satu-satu tujuannya adalah Tio Saujana.
Awalnya Prabas merasa aneh akan penolakan Tio yang begitu berlebihan. Sehingga ia meminta penjelasan kepada kakeknya, tapi ia tidak mendapatkan apa pun. Kakeknya hanya diam menyimpan rahasia yang tidak Prabas ketahui. Baik Kevin juga Kaia juga jadi ikut menghindarinya. Dipenuhi akan kecurigaan, Prabas yang penasaran jadi ingin lebih memaksa Tio untuk mengatakan yang sesungguhnya.
Prabas sangat yakin, ini bukan lagi berkaitan tentang hubungannya dengan Kaia. Ada sesuatu yang lebih membuat Tio Saujana sedendam ini kepadanya. Tapi apa? Apa hanya karena papanya yang memecat pria itu di saat pria itu terpuruk seperti yang dikatakan oleh Kaia?
Prabas menggeleng, dia yakin sekali bahwa bukan itu jawabannya.
Juga Kaia sudah tidak ada di kantor membuat semuanya serba sulit. Gadis itu hanya membalas pesannya seadanya seperti orang asing. Hanya Kevin yang setia di sampingnya. Mungkin jika ia menyogok pria itu seperti biasa, kevin akan membuka mulutnya. Apa yang harus ia gunakan untuk diberikan kepada Kevin? Mobil baru? Liburan ke Singapura bersama pacarnya? Atau makan siang seperti biasa?
Saat Prabas sibuk dengan pikirannya, seorang direktur mengajaknya berbicara saat rapat berlangsung. Pria itu membenarkan posisi duduknya dan mencoba kembali fokus pada rapat. Dua asistennya termasuk Kevin kembali bersamanya ketika rapat usai. Sudah memasuki jam pulang, Prabas memberikan izin asistennya untuk kembali terlebih dahulu karena masih ada sesuatu yang harus ia kerjakan.
Pintu ruangannya diketuk, kevin muncul dan izin untuk masuk.
"Ada apa? Belum pulang?"
"Pak, ini sudah di luar jam kantor, boleh kita berbicara santai?"
Prabas melirik pria itu sejenak. Menutup layar laptopnya. Ia mencari kotak rokok dan mengajak Kevin untuk pindah ke rooftop agar bisa berbicara dengan santai. Tiba di gazebo rooftop, Prabas menawarkan rokok untuk Kevin. Kevin mengeluarkan pemantik api kemudian menyalakan rokoknya sendiri. Dia mengangkat tangannya menawarkan untuk memantik ujung rokok yang ada di mulut Prabas. Prabas pun sedikit menunduk dan membiarkan Kevin menyalakan rokoknya. Isaan nikotin pertamanya setelah lebih seminggu.
"Tentang papamu?" tanya Prabas tak membuang-buang waktu.
"Bas, mending kamu menyerah saja. Di sini kamu hanya berjuang sendiri. Kaia sudah bilang kalau dia akan memilih papa. Usahamu hanya akan sia-sia."
"Aku tahu sejak awal."
Kevin melirik Prabas kemudian menghela napas panjang. Asap yang keluar dari mulutnya meninggalkan perasaan penat yang tidak biasa.
"Sejak awal Ai bilang kalau dia akan selalu memilih papanya, makanya sejak awal juga aku selalu bilang bahwa biar aku saja yang berusaha, Ai tinggal tunggu jadi saja. AKu memang sejak awal nggak minta anak itu untuk berusaha, Vin. Aku juga nggak mau hubungan Ai sama papanya meregang."
"Banyak perempuan lain di luar sana. Perempuan-perempuan yang pernah kakekmu kenalkan semuanya cantik-cantik, manis, baik, berpendidikan, juga memiliki karir yang baik. Jangan memaksakan sesuatu yang sudah ditakdirkan. Kalian nggak akan bisa bersama, Bas."
Prabas tertawa mendengar ucapan Kevin. "Kamu Tuhan kah? Atau kamu nabi yang mendapatkan wahyu kalau jodoh Ai bukan aku? Cih, kalau kamu nggak tahu apa-apa dan tidak berniat membantu mending jadi penonton saja."
KAMU SEDANG MEMBACA
Jangan Bilang Papa! (Complete)
RomanceTio Saujana adalah seorang asisten Komisaris dari Salim Group. Sudah lima tahun terakhir ia mencoba untuk resign tapi Komisaris selalu menjebaknya untuk tetap bekerja padanya. Hingga ia bersumpah bahwa anak-anaknya tidak boleh lagi terlibat dengan k...