6

2.9K 135 22
                                    


"Eomma, appa pasti akan datang kan?" tanya Leon yang kini tengah berada di belakang panggung pentas dengan di temani Karina.

"Bukankah appa sudah berjanji? Itu tandanya appa akan datang sayang" ucap Karina memberikan jawaban setenang mungkin meskipun sebenarnya ia pun ragu.

"Huh, sebentar lagi Leon akan tampil. Semoga appa cepat datang dan melihatku menari tarian singa. Rawwrrr!!!" erang Leon mengaum layaknya seekor singa kecil.

"Aigoo uri Leon sangat hebat. Kau sungguh pandai memerankan peran mu sebagai singa. Saat di panggung nanti jangan takut ya. Leon kan pemberani!"

"Tentu saja eomma. Leon tidak takut apa pun. Hehehe" canda Leon dengan memperlihatkan deretan gigi susunya.

Karina tersenyum haru melihat si kecil Leon yang kini sudah beranjak besar. Ia bahkan sudah naik ke kelas TK B. Padahal Karina merasa baru saja kemarin ia menimang Leon, tapi sekarang Leon sudah tidak mau di gendong lagi.

"Anak-anak.. Ayo segera bersiap! Lima menit lagi acara akan di mulai. Mohon untuk para wali murid kembali ke kursi penonton yang sudah di sediakan" ucap seorang guru memberikan informasi.

Karina yang diam-diam sedari tadi menghubungi Jeno pun kian cemas. Pagi tadi Jeno tiba-tiba menerima kabar bahwa ia harus menghadiri pertemuan penting secara mendadak. Karina tidak sempat menanyakan lebih lanjut karena Jeno sudah lebih dulu hilang di balik pintu.

"Leon-ah fighting!!" seru Karina menyemangati sang buah hati sebelum ia harus kembali ke tempat duduknya.

Berbagai macam pentas di tampilkan di sana. Kini tibalah saatnya Leon dan kawan-kawannya menampilkan tarian hewan.

Karina terus menyoraki sang buah hati saat giliran Leon menari. Ia tahu jika Leon tengah kecewa pada ayahnya. Terbukti dengan raut wajah Leon yang tidak secerah tadi. Matanya berkaca, bibirnya di tekuk. Oh tidak, jangan sampai Leon menangis di atas panggung!.

Namun nampaknya kesedihan Leon saat tak melihat sosok sang ayah di kursi penonton membuatnya tidak bisa membendung tangisnya.

Dengan sekuat tenaga Leon menahan isakannya. Leon bertekad akan menyelesaikan pertunjukan ini hingga akhir meski dengan menangis.

"Jangan menangis sayang.. Eomma di sini" ucap Karina dari kejauhan.

Leon yang melihatnya malah kian menangis meraung dan berlari ke belakang panggung tepat saat musik sudah berhenti.

Karina yang melihat Leon berlari menuju belakang panggung pun dengan cepat menyusulnya. Di sana, Karina melihat Leonnya duduk di lantai dan menangis tersedu. Ia tidak tega.

Sejurus kemudian, Karina bergerak cepat merengkuh tubuh bergetar Leon. Tanpa sadar, Karina ikut menangis. Hatinya teriris mendengar isakan demi isakan yang mengalun dari bibir mungil Leon.

"Eomma.. Hiks.. Hiks.. Appa melanggar janjinya. Appa tidak sayang Leon lagi huaaaa"

"Tidak sayang.. Itu tidak benar. Appa sangat sayang pada Leon. Appa mungkin sedang sangat sibuk dan tidak bisa meninggalkan pekerjaannya. Leon harus bisa mengerti posisi appa ya?"  ujar Karina memberi pengertian pada Leon.

Meskipun Leon tidak menjawab. Namun anggukan kecil dari sang buah hati sudah cukup menenangkan hati Karina. Leon masih sesegukan hingga lima menit setelahnya.

Saat ini Leon sudah jauh lebih tenang dan tengah menikmati permen lolipop pemberian sang ibu guru. Karina sendiri tengah membereskan segala peralatan Leon dan bersiap untuk pulang.

"Yuk kita pulang!" ajak Karina menggandeng tangan mungil Leon, lalu menghampiri taxi online yang sudah Karina pesan.

Mereka menikmati perjalanan pulang dengan hati hampa. Terlebih Karina, ia masih memikirkan sang suami yang hingga saat ini masih belum memberinya kabar. Menurutnya kali ini Jeno sudah sangat keterlaluan.

.
.

Sedangkan di sisi lain, Jeno kini tengah menyuapi Jia dengan semangkok bubur. Ya, dugaan kalian benar jika Jeno tidak datang ke pentas Leon demi menemui selingkuhannya yang sedang sakit.

"Mengapa kau tidak menghubungi temanmu atau orang tuamu? Kau tau kan jika aku hari ini harus menghadiri pentas Leon?"

"Teman-temanku semua sibuk Jen. Orang tuaku juga masih di Jepang dan baru kembali minggu depan. Mengapa kau masih bilang seperti itu? Kau tidak suka merawatku?" cecar Jia memandang Jeno kesal.

Jeno yang melihat Jia tampak kesal padanya pun di buat sedikit jengkel. Ia memang kasihan melihat Jia yang kini tengah terbaring lemah akibat asam lambungnya yang naik. Badannya juga panas hingga bibirnya tampak memerah.

Tapi saat mengingat ia yang sudah melewatkan pentas Leon membuat sisi hatinya merasa sakit. Ia merasa bodoh sekarang. Tapi ia pun tidak mungkin meninggalkan Jia sendirian di apartemen dengan keadaan seperti ini.

"Kau sudah terlalu banyak berbicara. Sebaiknya cepat habiskan buburmu lalu minum obat. Kau bisa beristirahat setelahnya" ucap Jeno lalu lanjut menyuapi Jia.

"Jika kau sudah tidak menyukaiku dan memilih keluargamu maka tinggalkan aku!" tutur Jia dengan menatap manik tajam Jeno dengan berani.

"Apa itu sungguh maumu? Kau ingin aku memilih keluargaku?" tantang Jeno dengan menatap Jia tak kalah berani.

"Tentu saja tidak Jeno-ya! Kau gila! Aku sangat mencintaimu. Kau tidak boleh meninggalkanku Jeno-ya! Hiks.. Hiks.."

Jeno yang melihat Jia yang tiba-tiba berteriak dan menangis pun di buat panik seketika. Dengan reflek ia pun memeluk Jia bermaksud menenangkan Jia yang tersulut emosi.

"Ssttt tenanglah.. Aku tidak akan meninggalkanmu. Aku di sini bersamamu. Hm? Jangan menangis lagi" ucap Jeno sambil mengusap lelehan air mata Jia.

Setelah beberapa waktu terlewati kini Jia sudah tertidur pulas di pelukan Jeno sehabis menangis. Dengan hati-hati, Jeno membaringkan kepala Jia ke bantal agar lebih nyaman.

Jeno melihat arlojinya yang kini sudah menunjukkan pukul dua belas siang. Mungkin Karina dan Leon sudah pulang ke rumah.

"Sebaiknya aku segera pulang dan meminta maaf pada mereka" monolog Jeno lalu bergegas untuk pulang.

Masa bodoh jika saat Jia bangun nanti ia mencarinya. Yang penting sekarang ia harus pulang dan bertemu dengan Leon.

Tidak lama Jeno kini sudah sampai di pelataran rumahnya. Netranya menyipit saat melihat Anton yang kini tengah duduk di teras rumah mereka sendirian.

"Anton baru pulang sekolah? Mengapa masih di luar?" tanya Jeno menghampiri Anton yang masih mengenakan seragam sekolah nya.

Jarak Sekolah Dasar Anton memang dekat sekali dengan rumah mereka. Anton sudah terbiasa berjalan kaki untuk pulang pergi sekolah.

"Anton sedang menunggu eomma dan Leon pulang. Kuncinya tidak di tinggal, jadi Leon tidak bisa masuk" jelas Anton memandang sang ayah dengan lesu.

Belum sempat Jeno membalas ucapan Anton, sebuah taxi kini berhenti di depan rumah mereka. Karina dan Leon turun dari taxi lalu menghampiri Jeno dan Anton.

"Anton maaf ya, eomma lupa meninggalkan kunci untuk Anton" ucap Karina menyesali perbuatannya yang lupa meninggalkan kunci rumah.

"Tidak apa eomma" jawab Anton singkat.

"Leon-ah! Appa minta maaf ya sayang.. Appa ti.."

"Eomma cepat buka pintunya! Leon lelah!" sergah Leon yang tidak ingin mendengarkan penjelasan sang ayah.

Karina pun tidak memperdulikan keberadaan Jeno bahkan untuk melirik pun ia enggan.

Lalu Karina dan kedua buah hatinya memasuki rumah mereka meninggalkan Jeno tenggelam oleh rasa bersalah.

.
.

TBC

Faithful I Jeno X Karina ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang