10

3K 132 10
                                    


"Jemput appa dan eomma sekarang juga!" teriak ayah Jeno melengking hingga membuat telinga Jeno sakit di buatnya.

"Iya iya Jeno berangkat sekarang" ucap Jeno yang langsung menciut nyalinya.

Jia yang melihat gelagat Jeno yang hendak pergi langsung mencegahnya.

"Kau mau kemana? Bukankah kau ingin tidur sekarang?"

"Maaf Jia-ya. Malam ini aku tidak jadi menginap di sini. Appa dan eomma ku baru saja tiba dari London, dan aku harus menjemputnya sekarang" ucap Jeno sambil mengambil kunci mobilnya yang ia letakkan di sofa.

"Tapi bagaimana denganku? Aku membutuhkanmu Jeno-ya. Aku masih sakit!" pekik Jia memandang Jeno dengan kesal.

"Maaf.. Aku harus pergi sekarang" ucap Jeno singkat lalu bergegas pergi dari apartemen Jia.

"Dasar Jeno sialan! Aku membencimu!" teriak Jia meluapkan kekesalannya.

.
.

Karina di buat cemas saat beberapa menit yang lalu ia baru saja mendapatkan telepon dari ibu mertuanya, meminta Jeno untuk menjemput ayah dan ibu mertuanya itu ke bandara.

Mereka baru saja mendarat dari London beberapa waktu lalu. Dan Karina sudah salah bicara lantaran ia memberi tahu jika Jeno sedang tidak ada di rumah. Hal itu langsung menyulut emosi Donghae, ayah Jeno. Tiffany, ibunda Jeno juga tak kalah kesal saat mendengar anak lelakinya meninggalkan keluarganya tengah malam begini.

"Bagaimana ini?" monolog Karina sambil berjalan mondar mandir di ruang tamu.

Sesekali ia mengintip dari balik gorden rumahnya. Memeriksa apakah sang suami sudah sampai. Karina sudah di beri tahu oleh Tiffany jika Jeno sudah datang menjemput mereka.

Dan mereka juga bilang jika selama mereka di Korea, mereka akan menginap di rumah Jeno dan juga Karina. Mereka merindukan ke dua cucunya.

Tak lama terdengar suara mesin mobil yang sudah di matikan. Dan di sana Jeno tengah membantu menurunkan koper kedua orang tuanya.

Karina bergegas menghampiri sang ibu mertua dan menyapa nya. Mereka saling melepas rindu sebentar sebelum akhirnya mereka masuk ke rumah.

Jeno sedari tadi masih saja diam. Ia bahkan tidak berani menatap manik sayu sang istri yang sedari tadi ia pun menyadari jika Karina mencuri curi pandang padanya. Namun Jeno masih acuh. Ia hanya merasa malu sudah membentak sang istri.

"Sebaiknya appa dan eomma segera tidur. Sebentar lagi hampir pagi" ucap Jeno menggiring kedua orang tuanya untuk tidur di kamar tamu.

"Baiklah, Karina sayang.. Kau juga istirahat ya. Besok kita harus pergi jalan-jalan bersama kedua jagoan kita"

"Iya eommonim" ucap Karina sambil tersenyum simpul.

Setelah Donghae dan Tiffany masuk ke kamar. Kini tinggal lah Karina dan Jeno yang masih diam di selimuti kecanggungan.

"Ayo kita tidur" ajak Jeno sambil mengulurkan tangannya berniat ingin menggandeng sang istri.

Karina mengerjap kecil melihat gerakan spontan dari sang suami. Dengan sedikit keraguan, ia pun menerima uluran tangan sang suami dan bergandengan menuju kamar mereka.

Mereka berbaring saling bersisihan dengan selimut yang menutupi tubuh mereka.

"Maaf telah membentakmu tadi. Dan maaf sudah pergi begitu saja dan membuatmu khawatir" ucap Jeno sambil menatap langit-langit kamar mereka. Ia masih tidak berani menatap Karina.

"Kau pergi kemana tadi?" tanya Karina sambil mengubah posisinya menyamping. Menghadap sang suami yang kini tampak gugup di tatap begitu intens oleh sang istri.

"Aku hanya mencari angin saja tanpa tujuan yang jelas dan berharap amarahku segera mereda" jawab Jeno dengan santai nya seakan ia sudah ahli dalam hal berbohong.

"Lalu, apa kau sudah tenang sekarang? Tatap aku Jeno-ya. Aku di sini" ucap Karina sambil menarik ujung baju bagian lengan Jeno.

Dengan hati berdebar, Jeno pun membalas tatapan sang istri. Sejenak mereka hanya diam dan saling menatap dalam keheningan. Mereka seakan tenggelam dalam pikiran masing-masing.

Karina menyadari kali ini. Netra Jeno tanpa bergerak gelisah saat melihatnya. Ia tahu betul jika itu adalah gelagat Jeno jika tengah menyembunyikan sesuatu darinya.

"Tidurlah. Lupakan semua kejadian malam ini. Aku sudah memaafkanmu. Selamat malam suamiku"

Cup!

Karina mencium pipi Jeno beberapa saat lalu kembali berbaring dan memutar tubuhnya membelakangi sang suami. Ia masih merasakan kejanggalan pada suaminya. Namun ia tidak tahu apa itu. Ia hanya ingin percaya pada suaminya untuk saat ini.

Jeno bergerak mendekati sang istri dan memeluknya dari belakang. Di cium nya surai panjang Karina yang selalu harum beraroma vanila kesukaan Jeno.

"Terim kasih"

Samar samar Jeno bergumam lirih di telinganya. Sebelum rasa kantuk merenggut kesadarannya.

.
.

"Kau sedang ada masalah dengan Karina?" tanya Donghae sambil menyesap kopi paginya.

Jeno dan Donghae kini tengah duduk di teras belakang rumah dengan menikmati segelas kopi buatan Karina.

"Tidak, hanya masalah kecil" elak Jeno menatap lurus ke depan. Di mana di sana sang istri tengah menyiram bunga dengan di temani sang ibu, Tiffany yang bermain dengan Leon.

Hari ini Leon sedang libur namun Anton masih harus sekolah. Rencananya mereka akan berpiknik di sungai Han sore hari nanti.

"Sebesar apa pun masalahnya. Jangan sampai kabur dari masalah mu Jeno-ya. Apalagi sampai meninggalkan keluargamu di tengah malam seperti kemarin. Apa kau tidak memikirkan bagaimana istri dan anak-anakmu nanti jika mereka kau tinggal? Haish, jika di tinggal sungguhan oleh mereka baru tau rasa!"  cibir Donghae yang membuat hati Jeno terketuk.

Tiba-tiba ia membayangkan bagaimana jadinya ia tanpa Karina dan kedua buah hatinya. Mereka adalah rumah Jeno selama ini. Jeno tidak mungkin bisa hidup tanpa belahan jiwanya.

Jia memang ia jadikan rumah singgah selama ini. Namun sekarang rasanya ia mulai menyadari jika perbuatannya memang salah. Dan ia berjanji akan mengakhirinya meski bukan sekarang.

"Aku hanya emosi sesaat kemarin. Dan aku pun sudah berbaikan dengan Karina. Kami berdua tidak bisa saling berjauhan. Kami bahkan tidak bisa marah dalam waktu lama. Karina begitu sempurna untukku appa" ucap Jeno dengan senyum eye smile andalannya.

"Baguslah jika begitu. Komunikasi yang baik adalah kunci dari rumah tangga yang harmonis. Semoga kalian akan terus bersama hingga maut memisahkan"

Ting tong!

Suar bel rumah mereka memecahkan atensi seluruh kegiatan di sana.

"Biar aku saja" ucap Karina bergegas menuju pintu utama.

Ceklek!

"Selamat siang nyonya. Saya sekretaris Tuan Jeno ingin memberikan beberapa berkas penting yang harus di periksa oleh beliau" ucap Song Jia yang kini berdiri angkuh dengan bibirnya yang masih pucat.

"Kau, sekretaris baru Jeno?" tanya Karina setelah ia berhasil menetralkan mimik wajahnya yang sempat tegang sesaat.

"Ah, iya nyonya. Maaf mengganggu waktu cuti Tuan Jeno" tutur Jia dengan sopan. Namun entah mengapa Karina seakan menangkap gelagat mencurigakan dari cara berbicara Jia yang terkesan di buat-buat.

"Tidak apa. Masuklah!. Tunggu sebentar, aku akan memanggilkan Jeno"

"Siapa yang datang sa.. yang?" ucap Jeno melemas di akhir kalimatnya saat melihat sosok yang tidak ia harapkan berdiri di hadapannya.

"Selamat siang Tuan" sapa Jia dengan seringai tipis di sana.

Dan hal itu mampu di tangkap jelas oleh mata tajam Karina.

.
.

TBC

Faithful I Jeno X Karina ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang