Malam semakin larut namun Jeno masih berusaha menghubungi sang istri yang tidak ia temukan di mana pun.Jeno kini berada di luar gedung untuk mencari Karina yang sejak tadi menghilang. Ia sudah menanyakan pada Ningning dan juga beberapa orang di dalam sana namun nihil. Tidak ada petunjuk sama sekali mengenai hilangnya sang istri.
"Jeno-ssi!"
Sebuah panggilan keras dari arah belakang membuatnya menoleh seketika. Ternyata dia adalah Zhong Chenle, salah satu teman bisnisnya.
"Kau sedang mencari istrimu?" tanya Chenle sambil menghampiri Jeno.
"Iya, apa kau melihatnya pergi?" tanya Jeno berharap Chenle memberinya kabar baik.
"Ah, tadi aku sempat melihatnya menaiki taksi. Ia keluar dari gedung dengan keadaan kacau dan sambil menangis. Aku tidak sempat mencegahnya karena ia sudah melesat pergi"
Hah, Jeno semakin di buat cemas saat mendengar bahwa sang istri menangis meninggalkan acara begitu saja. Meninggalkannya tanpa pamit dan pesan. Sungguh ia bingung dengan apa yang terjadi.
Mungkinkah ada yang berbuat jahat pada sang istri di dalam sana?. Atau Karina terluka?. Ah, Jeno bingung!.
"Baiklah kalau begitu aku pergi dulu. Mungkin ia sudah pulang duluan. Terima kasih Chenle-ssi"
"Tunggu!" cegah Chenle yang melihat Jeno akan pergi.
"Mungkin aku terlalu ikut campur dalam urusan rumah tanggamu. Tapi sebaiknya kau mulai hati-hati sekarang. Jaemin dan Jia sedang merencanakan sesuatu untuk menghancurkan keluarga kalian. Jadi jika suatu saat mereka berbicara hal-hal yang mungkin dapat menyakiti salah satu pihak di antara kalian sebaiknya kalian jangan percaya begitu saja"
"Bagaimana kau bisa tahu jika.."
"Itu tidak penting. Yang terpenting sekarang susul istrimu dan pertahankan keluargamu. Semoga kau berhasil!" ucap Chenle sambil menepuk pundak Jeno memberi semangat.
Jeno pun tampak masih linglung sehingga ia hanya mampu mengangguk dan bergegas pergi.
Tanpa mereka ketahui, sedari tadi Jaemin dan Jia telah memantau Jeno dari jarak jauh.
"Mengapa kau masih saja menghalangiku untuk menemui Jeno?" tanya Jia sambil menatap Jaemin dengan kesal.
Ia sudah sangat ingin menghampiri Jeno dan memberitahukan tentang kehamilannya. Namun Jaemin selalu mengulur waktu agar ia tidak bisa menyusul Jeno.
"Tidak sekarang Jia, kau.."
"Lalu kapan hah? Apa kau sengaja melakukan ini padaku? Kau seakan menahanku untuk selalu berada di sisimu!. Ah, apa kau mulai menyukaiku?" tebak Jia yang mampu membuat mimik wajah Jaemin berubah menjadi pucat pasi.
"Jia tolong jangan seperti ini. Sebaiknya kita pulang sekarang ya? Aku akan menjelaskannya saat kita sampai di apartemen" rayu Jaemin sambil merangkul Jia dengan sayang.
Ya, Jaemin sudah mengaku kalah sekarang. Ia memang sudah mencintai Jia tanpa tahu bagaimana caranya berhenti. Jia masih mencintai Jeno dan menganggap anak yang di kandungnya adalah bayi Jeno.
Padahal di dalam lubuk hatinya, Jaemin sangat ingin meneriakkan pada dunia bahwa bayi itu adalah anaknya! Darah dagingnya!.
"Jangan menyentuhku!" bentak Jia lalu menyentak rangkulan Jaemin dan berjalan menuju mobil.
Jaemin hanya mampu menatap punggung Jia dengan lesu. Ia lelah dengan keadaan ini. Mungkin mulai sekarang ia harus memikirkan jalan keluar yang terbaik untuknya dan bayinya.
.
.Sesampainya Jeno di rumah, ia tidak mendapati sang istri di seluruh penjuru ruangan. Ia terus mencari dan memanggil kesana kemari hingga suara isakan terdengar di atas atap rumahnya.
Rupanya sang istri sedang menangis di sana. Dengan tergesa ia meraih pintu menuju atap, namun ternyata di kunci.
Ia pun mendobraknya tanpa pikir panjang. Karina pun terperanjat mendengar dobrakan tersebut.
Dan sebuah pelukan menyambut Karina. Jeno memeluk sang istri dengan erat syarat akan kelegaan. Jeno sangat bersyukur bahwa sang istri kini masih berada di pelukannya. Istrinya tidak pergi meninggalkannya.
"Aku mencarimu! Kau dari mana saja?" cecar Jeno sambil memandang wajah lelah sang istri yang habis menangis.
"Jen.. Tolong kali ini jujur padaku!"
"Jujur tentang apa sayang? Coba jelaskan!" ucap Jeno sambil menuntun sang istri untuk duduk di kursi karena sebelumnya mereka duduk di lantai atap.
"Sebenarnya apa alasanmu memecat Jia?"
"Tentu saja karena aku tidak ingin ada orang ketiga di antara kita sayang. Aku tidak ingin melihatnya berkeliaran di sekitarku dan aku ingin kau percaya kembali padaku dengan mengusirnya dari hidupku" jelas Jeno yang tidak habis pikir dengan pertanyaan sang istri yang sudah jelas jawabannya.
"Kau tidak berbohong kan?" tanya Karina memandang sang suami penuh selidik. Matanya masih merah dengan bulir air mata yang masih menggenang.
"Demi Tuhan aku tidak berbohong padamu sayang!. Aku mengatakan yang sebenarnya!"
"Lalu mengapa mereka berbicara seperti itu?" lirih Karina lemas saat ia tak melihat kilat kebohongan dari mata sayu sang suami.
"Mereka siapa? Apa yang mereka bilang padamu sayang?"
"Tadi saat aku mencarimu tanpa sengaja aku mendengar pembicaraan dua wanita di belakangku. Mereka membicarakanmu dan juga Jia. Mereka bilang jika kau memecat Jia karena kau tidak mau bertanggung jawab atas kehamilannya. Benarkah kalian sudah sejauh itu?" tanya Karina dengan susah payah mengatur napasnya yang kian sesak.
"Sayang.. Tenangkan dirimu ya. Yang perlu kau ketahui adalah, semua yang mereka dengar itu kebohongan belaka. Aku dan Jia tidak pernah lebih dari sekedar berpelukan dan mencium pipi. Kami tidak pernah sejauh itu sayang. Kau harus percaya padaku!" ujar Jeno menjelaskan pada sang istri sehalus mungkin.
"Bisakah aku mempercayaimu kali ini?" tanya Karina saat hatinya mulai meragu.
"Tentu sayang. Kau harus percaya padaku!"
"Apa jaminannya jika kau ternyata berkata bohong?" tantang Karina pada sang suami. Ia hanya ingin meyakinkan dirinya.
"Jika ternyata aku berbohong, kau boleh memenggal kepalaku saat itu juga" ucap Jeno dengan penuh keyakinan.
Jeno sudah bertekad akan mempertahan keluarganya hingga ajal menjemputnya. Jika dengan kematian ia bisa membuat istrinya bahagia maka ia akan lakukan, apa pun itu demi keluarganya.
"Dan aku tidak pernah sampai hati memenggal kepalamu bodoh!" ucap Karina sambil memukul kepala sang suami.
"Aw! Sakit sayang!" pekik Jeno yang merasakan pukulan Karina yang begitu keras.
"Itu hukuman untukmu karena sempat berselingkuh dariku! Jujur saja aku masih kesal sampai sekarang jika mengingatnya. Dan hari ini aku mendengar rumor mengerikan itu sungguh membuatku takut kehilanganmu Jeno-ya!" ucap Karina yang membuat hati Jeno lemah seketika.
Rupanya sang istri begitu mencintainya hingga takut kehilangannya. Sungguh, ia sangat mencintai Karina!.
"Aku akan selalu di sampingmu sayang. Jangan mengkhawatirkan apa pun lagi. Sekarang fokuslah pada keluarga dan utamakan kandunganmu. Sudah cukup menangis nya, aku takut jika baby juga ikut menangis di dalam" hibur Jeno sambil mengusap dengan lembut perut Karina yang mulai membuncit.
"Maafkan eomma ya baby. Eomma sudah membuat baby sedih ya?" ucap Karina pada sang jabang bayi.
"Kalau begitu eomma senyum dong! Nanti pasti baby juga ikut tersenyum seperti eommanya!" Ucap Jeno sambil menarik dagu sang istri agar menghadap padanya.
Dan senyuman indah pun terbit di bibir mungil Karina. Seperti pelangi setelah hujan, senyuman Karina begitu indah di mata Jeno malam ini.
"Jangan menangis lagi"
Cup!
.
.TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Faithful I Jeno X Karina ✔
Fanfiction[END] Perselingkuhan membuat rumah tangga mereka berada di ujung tanduk. Apakah Karina dan Jeno bisa bersatu hingga maut memisahkan?. . . ©Dmalevolus