11

2.8K 143 41
                                    


"Jangan menatapku seperti itu Jeno-ya" ucap Jia sambil terkekeh kecil melihat ekspresi Jeno yang menahan amarah terhadapnya.

Jia dan Jeno kini hanya bedua di ruang kerja Jeno. Jeno sendiri masih menatap Jia dengan tajam. Ia begitu terkejut melihat Jia yang sudah berani menemuinya di rumah. Bahkan ada Karina dan orang tuanya di sini. Sungguh berani gadis ini.

"Semuanya sudah ku tanda tangani. Dan kau! Bukankah kau seharusnya masih cuti karena sakit? Mengapa kau bekerja? Apa kau sengaja datang kemari dan membuat keadaan menjadi seperti ini hah!?" bentak Jeno dengan suara yang sedikit di tahan lantaran ia tidak ingin keluarganya mendengar pembicaraan mereka berdua.

"Oh ayolah sayang.. Bukankah seharusnya kau senang jika aku kemari? Aku sangat merindukanmu Jen. Kau tidak jadi menginap tadi malam. Dan aku sangat kesal. Kau bahkan tidak mengabariku setelahnya" ucap Jia sambil berjalan menuju kursi kebesaran Jeno.

Dengan lancangnya, Jia mendudukkan dirinya di atas pangkuan Jeno. Dengan pakaian kantornya yang seksi mampu membuat siapa saja tergoda melihatnya.

"Kita tidak pernah seintim ini bukan? Apa kau ingin mencoba sesuatu hal yang baru denganku?" bisik Jia sambil menggoyangkan pantatnya mencoba menggoda penis Jeno yang masih terbungkus celana rumahannya.

Jeno menggeram rendah mendengar bisikan sensual Jia. Sekuat tenaga ia mencoba mengontrol hasratnya. Bagaimana pun Jeno tetap pria normal yang akan tergoda dengan hal seperti ini. Namun Jeno masih sadar. Ia tidak boleh sejauh ini. Ada istrinya di luar sana yang harus ia jaga perasaannya.

"Sayang? Kau mendengar ku?" tanya Jia yang melihat Jeno hanya terdiam sambil memejamkan matanya. Menghindar dari tatapan Jia yang kapan saja bisa menggoyahkan iman Jeno.

"Berdiri!" titah Jeno dengan nada pelan namun terkesan penuh perintah.

"Kenapa? Kau takut jika istrimu melihat kita hm? Ayolah sayang.. Tinggalkan saja dia dan kita bisa hidup bersama hanya berdua selamanya"

Sret! Bruk!

"Aw!"

Suara pekikan jelas menggema di ruang kerja Jeno. Jia baru saja jatuh dari pangkuan Jeno dengan tidak etisnya.

Jeno sendiri tidak peduli jika Jia tengah kesakitan sekarang. Yang ia pikirkan sekarang adalah bagaimana caranya ia mengakhiri hubungan dengan Jia dengan baik-baik.

"Dengar Jia-ssi. Mulai sekarang aku tidak ingin berhubungan denganmu lagi. Aku akan kembali pada istriku dan kau bisa menjalin hubungan dengan pria lain selain aku"

Ceklek!

"Tidak! Aku tidak mau pria lain selain kau Jeno-ya!"

Deg!

Seketika suasana menjadi hening saat pintu ruang kerja Jeno terbuka dari luar. Dan di sana berdiri sesosok cantik yang tengah mematung dengan nampan berisi minuman di sana.

"Ka.. Karina.. Sayang.. A..aku.." ucap Jeno terbata saat ia melihat sang istri kini menatapnya dengan tatapan sendu.

Bibir mungil Karina bergetar menahan isakan. Sekuat tenaga ia menahan sakit hatinya. Tanpa mendengar penjelasan apa pun Karina pun sudah tau apa maksud dari perkataan Jia.

Mereka berdua, Jia dan suaminya menjalin hubungan terlarang di belakangnya. Setidaknya itu yang Karina dapat simpulkan.

"Apa aku mengganggu kalian?" tanya Karina masih mencoba tenang.  Ia mengusap air matanya yang sesekali terjatuh.

Dengan gerakan pelan, Karina menutup pintu ruang kerja Jeno tanpa menimbulkan keributan. Ia meletakkan nampan yang ia bawa ke meja kerja Jeno.

"Bisakah kau menceraikan Jeno untukku?" tanya Jia dengan tidak tahu dirinya menantang Karina.

"Jaga ucapanmu sialan!" ucap Jeno memperingati.

"Untuk apa aku menceraikannya jika kami saling mencintai? Sebaiknya kau yang menjauh dari suamiku Jia-ssi" balas Karina masih mencoba tenang menghadapi selingkuhan sang suami.

"Lalu apa bedanya denganku? Aku dan Jeno juga saling mencintai. Dia bahkan lebih memilih menemaniku yang sedang sakit dari pada harus menghadiri pertunjukan anaknya. Dia bahkan menghampiriku saat ia butuh sandaran. Seperti tadi malam, suamimu bahkan memelukku dengan erat dan berbagi keluh kesahnya. Dan kami bahkan hampir tidur bersama jika kedua tua bangka itu tidak mengganggu!"

Plak!

Karina menampar Jia dengan kerasnya. Napasnya memburu mendengar segala rentetan peristiwa yang bahkan ia tidak ingin mendengarnya seumur hidup.

"Jangan terlalu percaya diri Jia-ssi. Sampai kapan pun kau hanya akan menjadi rumah singgah yang kapan pun bisa Jeno tinggalkan. Sedangkan aku, aku adalah istri sahnya yang sudah menjadi rumah tempat ia pulang selama ini. Dan aku sangat yakin Jeno tidak mungkin meninggalkan aku dengan begitu mudahnya hanya demi dirimu yang bahkan tidak lebih baik dariku"

"Sayang.. Sudahlah, jangan meladeninya. Kau akan.."

"Diam! Biarkan aku memberi sedikit pelajaran padanya" ucap Karina sambil menunjuk tepat di wajah pucat Jia.

"Tidak, sudah cukup! Jia-ssi pergi sekarang juga! Keluar dari rumahku!" ucap Jeno sambil menyeret Jia menuju halaman rumahnya.

Karina tidak ingin mengikuti langkah sang suami. Ia masih mengatur napasnya yang kian memburu. Rasa sakit hatinya begitu dalam. Jeno sudah berhasil menghancurkan kepercayaan Karina selama ini.

Rumah tangga yang susah-susah mereka bangun dengan cinta dan kasih sayang, kini tampak semu dan nasibnya sedang berada di ujung tanduk.

"Ada apa Karina? Mengapa Jeno menyeret sekretarisnya seperti itu? Dan, mengapa kau menangis sayang?" cecar Tiffany khawatir melihat sang menantu menangis dalam diam.

"Tidak terjadi apa pun eommonim. Maaf aku mau ke kamar dulu" ucap Karina dan berlalu menghindari obrolan lebih panjang dengan sang mertua.

Donghae yang melihat Karina berlari kecil memasuki kamarnya pun di buat bingung. Ada apa sebenarnya?.

"Jen, sebenarnya apa yang terjadi? Siapa gadis itu? Dan mengapa Karina menangis?" cegah Donghae saat melihat Jeno melintas.

"Di mana Karina sekarang?" tanya Jeno tanpa berniat menjawab pertanyaan sang ayah.

"Dia pergi ke kamar Jen. Sebaiknya kau segera menyusulnya dan selesaikan masalah kalian dengan baik-baik"

"Eum, maaf sudah membuat kekacauan" ucap Jeno lirih dan langsung berlalu menyusul sang istri.

Beruntung Leon masih asik bermain di halaman belakang dan tidak melihat kegaduhan yang terjadi.

Sementara di kamar, Karina kini terduduk lesu di bawah ranjang. Tangisannya tak kunjung berhenti, hingga suara pintu terbuka pun tidak ia hiraukan.

"Sayang.." panggil Jeno mencoba mendekati Karina.

"Jahat! Kau sungguh tega padaku Jen! Hiks.. Kau sudah mengkhianati pernikahan kita! Hiks.. Hiks.. Kau..."

Jeno memeluk tubuh sang istri yang masih bergetar. Tanpa sadar Jeno pun ikut menangis melihat sang istri begitu tersakiti oleh perbuatannya.

"Maaf, maafkan aku Karina. Tolong dengarkan penjelasaku dulu hm?"

"Apa lagi hah? Penjelasan apa lagi yang akan kau ucapkan? Bahkan untuk mempercayai mu saat ini saja rasanya sangat sulit untukku. Aku kecewa padamu!"

"Iya, memang ini semua salahku. Pukul aku! Maki aku sesukamu hingga kau puas. Tapi tolong tetap percaya padaku sayang. Aku janji tidak akan pernah mengulang kesalahan yang sama. Aku hanya mencintaimu Karina. Hanya kau satu satunya" ucap Jeno sambil menghapus air mata sang istri.

Dengan gerakan cepat, Karina menepis tangan Jeno dan beringsut mundur.

"Keluar!"

"Sayang.."

"Keluar Jeno! Aku tidak mau melihatmu!"

"Tolong jangan seperti ini sayang.."

"Kubilang keluar! Arghh!!"

Bruk!

"Karina!"

.
.

TBC

Faithful I Jeno X Karina ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang