9

2.5K 106 23
                                    


Jeno memandang sengit pemandangan horor di hadapannya. Di mana anak sulungnya tengah bermain kuda kudaan dengan Jaemin dengan riangnya. Ia merasa di duakan oleh sang anak.

"Appa lihat! Anton bermain kuda kudaan dengan Jaemin samchon!"  ucap Anton antusias lalu turun dari punggung Jaemin dan menghampiri sang ayah.

Karina pun di buat bingung saat melihat atensi Jaemin di rumah Minjeong. Ia tahu jika Jaemin dan Sungchan memang bersaudara. Namun ia tidak menyangka jika mereka akan bertemu malam ini.

Sesaat netra Karina bertatapan dengan netra sayu Jaemin. Namun hal itu tidak berlangsung lama lantaran Karina langsung mengalihkan atensinya pada Anton.

Melihat tidak ada satu pun yang berbicara, Minjeong pun angkat suara.

"Eum, Jaemin oppa tadi mampir ke sini karena ia sedang ada pertemuan di dekat sini. Jadilah mereka berdua bermain bersama. Dan.. "

"Ayo kita pulang! Sayang.. Tolong gendong Leon ke mobil"

Kalimat Jeno yang terdengar sangat dingin tersebut mampu membuat suasana kian mencekam.

Karina pun menurut. Dengan hati-hati ia menggendong Leon dan mengikuti sang suami menuju mobil mereka.

Sedangkan Jaemin masih terdiam di tempatnya sambil menatap keluarga Jeno sendu.

Sungchan dan sang istri pun di buat tak bisa berkutik dengan keadaan saat ini. Mereka hanya tidak ingin ikut campur dalam permasalahan mereka yang bertahun-tahun tidak ada titik terang.

"Jaemin hyung.. Kau.."

"Sebaiknya aku pulang sekarang" ucap Jaemin memotong kalimat Sungchan yang masih menggantung.

"Ah, eum baiklah. Hati-hati di jalan hyung!"

Setelah semua tamu sudah pergi, kini tinggal lah Sungchan dan Minjeong yang masih terpaku meresapi keadaan yang baru saja mereka hadapi.

"Entah sampai kapan mereka akan bermusuhan seperti itu. Hah, membuat pusing saja!" keluh Sungchan sambil memijat pelipisnya.

.
.

Perjalanan pulang keluarga Jeno di selimuti keheningan. Anton dan Leon tertidur di kursi belakang.

"Jangan terlalu membencinya" ucap Karina memandang wajah rupawan sang suami dari samping.

"Apa maksudmu?" tanya Jeno tanpa mau menoleh pada sang istri. Rupanya amarah masih menyelimuti hati Jeno.

"Seharusnya kita sudah berdamai dengan masa lalu sejak dulu. Maafkan Jaemin, kasihan dia"

"Kau baru saja menyuruhku memaafkan bajingan itu? Kau serius? Karina, kau lupa? Dia adalah orang yang telah mencampakanmu. Meninggalkanmu dengan begitu mudahnya dengan gadis lain yang bahkan hanya berniat memanfaatkan kekayaannya saja. Kau menangisi bajingan itu sampai berhari-hari hingga kau terjatuh sakit. Apa kau sudah lupa hah?"

Karina menutup matanya sejenak saat mendengar bentakan Jeno. Ia tidak masalah jika Jeno membentaknya. Ia hanya takut jika teriakan Jeno sampai membangunkan kedua buah hati mereka.

"Baiklah aku tidak akan memaksamu. Tapi, tidakkah sikapmu tadi cukup berlebihan? Kita bahkan belum sempat berterima kasih dengan Sungchan dan Minjeong"

"Apa? Berlebihan katamu? Dia sudah lancang menyentuh anakku. Aku tidak suka saat dia bisa membuat anakku tertawa. Aku tidak ingin ada pria lain yang merebut posisiku. Apalagi dia adalah Jaemin. Sampai kapan pun aku tidak akan membiarkannya" ucap Jeno semakin menjadi.

"Kau ini bicara apa sih? Sampai kapan pun kau tetap appa nya anak anak. Tidak akan pernah tergantikan oleh siapa pun" ujar Karina sambil meraih telapak tangan sang suami dan di usapnya lembut, berharap hal itu mampu meredam amarah Jeno.

Namun lantaran masih kesal, Jeno dengan tega menepis tangan sang istri hingga membuat Karina tersentak kaget. Hal ini adalah pertama kalinya Jeno menolak sentuhannya.

"Jangan menggangguku menyetir. Sebaiknya kau diam"

Dan akhirnya Karina terdiam membisu. Hatinya sakit saat melihat sikap Jeno yang terkesan kasar padanya. Selama mereka menikah, Jeno tidak pernah berperilaku kasar pada Karina dan kedua anaknya.

Namun kembali lagi, Karina mencoba mengerti posisi suaminya yang mungkin masih memendam amarah. Ia mungkin masih butuh waktu untuk menenangkan dirinya.

Meskipun sudah mencoba bersabar namun air mata Karina akhirnya luruh juga. Dengan segera ia mengusapnya dan mengalihkan pandangannya pada kaca mobil. Ia tidak ingin Jeno mengetahui jika ia menangis.

Tak lama mereka pun akhirnya sampai di rumah. Jeno mengangkat Anton dan Karina mengangkat Leon menuju kamar mereka.

"Kau mau kemana?" tanya Karina yang melihat Jeno langsung meraih kunci mobilnya setelah keluar dari kamar anaknya.

"Jangan menungguku pulang"

"Tapi kenapa? Ada apa Jeno-ya?" tanya Karina sambil mengikuti langkah besar sang suami menuju pintu utama.

"Kunci pintunya! Dan mungkin aku tidak akan pulang malam ini" ucap Jeno singkat tanpa mau menoleh sedikit pun pada Karina.

"Tidak boleh! Kau harus di rumah! Kau mau ke mana malam-malam begini? Jangan bilang kau akan pergi ke club dan mabuk-mabukan? Tidak! Pokoknya tidak boleh!"

"DIAM! Aku tidak butuh persetujuanmu!" sentak Jeno sambil menatap sang istri dengan tajam.

Tubuh Karina sontak membeku mendengar bentakan ke dua kalinya dari sang suami yang begitu ia cintai.

Karina tidak menyangka jika Jeno tega membentaknya. Rasanya semakin hari suaminya kian terasa jauh darinya.

"Baiklah, pergilah sesukamu!" ucap Karina lirih lalu pergi dari hadapan Jeno kembali ke dalam rumahnya.

Setelah mengunci pintunya dengan rapat, tubuh ringkih Karina pun luruh ke lantai. Tangisnya pecah di sana. Ia tidak mampu lagi membendung kesedihannya.

Jeno pun ikut tersentak melihat respon sang istri. Karina tampak sangat putus asa padanya. Ia pun sedikit menyesali perbuatannya yang sudah tega membentak istrinya sendiri.

Namun kembali lagi, egonya kini sedang menguasai hati dan nalurinya. Tanpa memperdulikan keluarganya, Jeno nekat pergi malam itu.

Selama mobil melaju, di dalam otak Jeno sekarang hanya tertuju pada apartemen Jia. Ya, ia sedang membutuhkan Jia saat ini.

Tidak lama tibalah Jeno di unit apartemen sang kekasih. Jeno pun membuka apartemen Jia dengan begitu mudahnya karena Jeno sudah hapal dengan pin apartemen Jia.

"Eoh? Kau datang? Ku kira kau tidak akan kemari karena kau bahkan tidak membalas pesanku" ucap Jia terkejut melihat Jeno yang tiba-tiba datang.

Jia yang masih sakit kini tengah duduk di depan televisi dengan selimut tebal melingkupi tubuhnya.

Tanpa basa-basi Jeno berjalan menuju sofa dan menubruk tubuh lemah Jia dengan sebuah pelukan.

"Aku sangat lelah hari ini" keluh Jeno pada Jia.

"Lelah? Apa karena istrimu?" tebak Jia sambil mengusap punggung Jeno dengan lembut.

Dengan tidak tahu malunya Jeno mengangguk, membenarkan tebakan asal dari Jia.

Di balik punggung Jeno, Jia tersenyum puas. Ini jauh lebih mudah dari dugaannya. Ternyata tanpa ia bertindak pun hubungan suami istri itu kian memburuk. Ini adalah kesempatan emas baginya untuk semakin mempengaruhi Jeno agar tetap berpihak padanya.

"Menginap lah di sini. Tidur lah bersamaku di ranjang. Jangan di sofa lagi" ucap Jia lalu melepaskan pelukan mereka. Jeno pun lagi-lagi mengangguk patuh seperti pria yang sedang mabuk. Jeno benar-benar sudah hilang arah.

"Ayo kita tidur" ajak Jeno sambil tersenyum yang kian membuat senyum Jia merekah sempurna.

.
.

TBC

Faithful I Jeno X Karina ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang