Say what we want,
Say what we feel?.-Take a chance with me by Niki-
*****
Hujan, sesuatu yang sangat di sukai Alea selain membaca buku dan musik. Jika hujan adalah manusia maka Alea akan menikahinya saat ini juga. Menurut Alea, dengan turunnya hujan itu menciptakan ketenangan dalam diri nya. Setelah melewati hari yang melelahkan, bagi Alea.
Malam ini ia memilih duduk di kasurnya, menghadap jendela kamarnya. Menatap rintik hujan yang berjatuhan. Semesta seolah tau apa yang dirasakan Alea saat ini. Hanya diam dan menatap, tanpa berucap. Tidak bisakah Alea merasakan bahagia meski hanya sebentar?.
Notifikasi ponsel menyadarkan Alea dari lamunannya. Meraih ponsel nya, ia dapat melihat Rafli mengirimkan pesan padanya. Mengirim foto sedang berada di depan rumahnya. Alea mengernyitkan dahinya bingung. Di tengah hujan seperti ini apa yang dilakukan Rafli di depan rumahnya?.
Alea enggan menjawab pesan Rafli dan memilih untuk langsung menghampiri nya, tentu saja dengan memegang payung untuk melindunginya dari hujan. Ia dapat melihat punggung Rafli yang sedang duduk di atas motornya sembari menatap ponsel nya. Rambut serta pakaian yang digunakan Rafli tampak basah.
Alea menghentikan langkahnya tepat di belakang Rafli yang sedari tadi masih memperhatikan ponselnya, seraya sesekali mengusak rambutnya yang basah. Alea mengangkat payungnya sedikit lebih tinggi hingga bisa melindungi tubuhnya dan tubuh Rafli dari air hujan.
Hal itu sukses membuat Rafli mengalihkan pandangannya ke atas saat merasakan air hujan sudah tidak menimpanya lagi. Rafli dapat melihat payung kuning yang melindunginya dari hujan, lalu mengalihkan pandangannya ke belakang. Tepat saat itu netranya melihat Alea yang berdiri sembari memegang payung tersebut. Bibirnya secara otomatis membentuk sebuah senyum.
"Gue kira lo bakal tega ngebiarin gue kehujanan." Ucap Rafli yang masih tersenyum seraya menatap Alea.
"Mau nya sih gitu, tapi nanti malah repot kalau lo ditemukan meninggal di depan rumah gue." Jawab Alea sekenanya.
Rafli yang mendengar jawaban Alea seketika tertawa. "Hmm, nanti kalau gue meninggal, gue gentayangin lo." Ucap Rafli, sengaja menggoda Alea.
"Maka dari itu gue nggak mau lo meninggal. Lebih baik nyamperin lo daripada digentayangi arwah lo." Jawab Alea yang dengan senang hati malah menanggapi hal itu.
Lagi dan lagi ucapan Alea membuat Rafli tertawa.
"Mending kita pindah ke teras aja. Dari pada di sini, pegal tangan gue megang payung dari tadi." Ucap Alea yang akhirnya menghentikan tawa Rafli.
Rafli mengangguk membenarkan ucapan Alea. Akhirnya mereka berdua memutuskan untuk berjalan menuju teras Alea. Rafli berjalan dengan mendorong motornya. Sedangkan Alea berjalan dengan memegang payung untuk melindungi mereka dari hujan.
"Gue nggak di ajak masuk gitu?." Tanya Rafli saat mereka berdua sudah mendudukkan diri di kursi yang ada di teras rumah Alea.
"Bukannya nggak mau ngajak masuk, masalahnya gue di rumah cuman sendirian. Ayah sama Bunda masih kerja. Gue nggak mau di nilai yang nggak-nggak sama orang lain." Ucap Alea menjelaskan.
Rafli mengangguk mengerti mendengar jawaban Alea. Kini mereka berdua hanya diam tanpa mengucapkan apapun. Rafli menatap Alea dari samping, sedangkan Alea sedari tadi masih menatap ke arah air hujan yang masih jatuh.
"Lo tau nggak Al, kenapa gue lebih milih numpang neduh di rumah lo daripada langsung pulang ke rumah?." Pertanyaan Rafli memecah keheningan di antara mereka.
"Karena lo bodoh." Jawab Alea, bercanda.
Rafli terkekeh kecil mendengar jawaban Alea.
"Karena gue nggak punya rumah Al." Kini pandangan Rafli menatap Alea, sedangkan Alea masih fokus menatap air hujan yang berjatuhan.
"Gue nggak punya tempat untuk pulang. Gue sendiri di dunia ini Al. Maka dari itu gue milih buat numpang di rumah lo, boleh kan Al?." Rafli melanjutkan ucapannya lagi, masih dengan menatap Alea.
Sedangkan Alea hanya diam mendengarkan Rafli. Hingga entah kenapa ia ingin menolehkan wajahnya ke arah Rafli. Netra mereka bersitatap, tanpa ada yang berucap.
"Lo bisa bangun rumah lo sendiri Raf." Ucap Alea akhirnya, menatap Rafli dalam.
"Nggak harus mengandalkan orang lain, nggak harus numpang di rumah gue, lo bisa bangun rumah lo sendiri. Tempat lo untuk pulang, lo bisa wujudin itu sendiri." Lanjutnya lagi, lalu memalingkan wajahnya ke arah lain. Ia tak bisa jika terus berlama-lama menatap Rafli. Ia ikut merasakan rasa sakit itu.
Rafli tersenyum sendu mendengar jawaban Alea.
"Sayangnya gue nggak yakin kalau gue bisa." Ucap Rafli, ia lalu juga ikut memandang air hujan yang masih setia berjatuhan.
"Lo harus yakin sama diri lo sendiri, kalau sesekali lelah lo boleh cerita sama gue, tapi selebihnya lo harus bisa hadapi itu sendiri. Nggak ada yang bisa bantu lo, selain diri lo sendiri." Ucap Alea.
Hening, keheningan yang menyapa indra pendengaran keduanya setelah ucapan Alea. Tidak ada jawaban yang dilontarkan Rafli untuk membalas ucapan Alea.
Ia memilih diam, mencerna apa yang di ucapkan Alea. Hingga rintik hujan perlahan berhenti, membiarkan hawa dingin menyapa keduanya. Merasakan hawa dingin itu masih dengan keheningan di antara mereka berdua.
Hingga salah satu dari mereka memilih untuk berdiri, berjalan menuju motornya dan pergi meninggalkan Alea tanpa mengucapkan satu kata pun. Alea menatap kepergian Rafli dengan diam.
Ia tahu, sangat tahu apa yang di rasakan Rafli. Ia hanya tidak tahu bagaimana cara menanggapi itu. Bukannya tidak mau menjadi tempat pulang untuk Rafli, tapi ia merasa jika dirinya tidak pantas untuk itu. Rafli masih bisa mencari orang yang lebih pantas dijadikan tempat untuk pulang.
*****
KAMU SEDANG MEMBACA
About You
Novela Juvenil"Bagaimana kalau kita mulai dengan first date?." . . . . Alea Zea Askiya itu seperti bulan. Bulan yang selalu sendirian di malam hari yang dingin dan gelap. Hanya sendiri. Tetapi, untungnya Tuhan menciptakan Agam Arkatama sebagai Bintang. Bintang ya...