Bab 20. MERASA SEDIKIT MASAM

602 83 4
                                    

Hallo2 ... PO Leo sudah ditutup ya. Yang mau pesan nanti saya info2 lagi. Harga 5orb.

Terima kasih dan happy reading! ^^

.

.

.

Suasana hati Lan Zhi masih muram saat berada di dalam kamarnya. Ia menempati kamar tamu yang cukup luas dan memiliki teras serta halaman depan sendiri. Menutup pintu, Lan Zhi duduk di seberang Yaoshan yang belum mengatakan apa pun sejak mereka masuk ke dalam kamar.

"Apa yang ingin kau bicarakan?" Suara Yaoshan memutus keheningan. "Apa berhubungan dengan Mu Dan?"

Lan Zhi mengangguk. "Sebelum tiba di kota ini, kami sempat ditangkap oleh Suku Wanita," lapornya. "Saat itu hanya kami bertiga yang dibawa ke desa, sementara Mu Dan ditinggalkan di tengah hutan."

Ada jeda pendek sebelum Lan Zhi melanjutkan. "Beruntung, Mu Dan ditemukan oleh orang baik. Mereka bahkan bersedia membantu Mu Dan untuk menyelamatkan kami," terangnya. Ia bisa melihat kelegaan di kedua mata Yaoshan. "Masalahnya, malam sebelum penyelamatan, mereka diserang oleh pembunuh bayaran dan dia yakin pembunuh bayaran itu menargetkan Mu Dan."

"Mu Dan?" beo Yaoshan. "Siapa yang disinggung adikmu?" Keningnya ditekuk dalam. "Apa kau yakin mereka menargetkan Mu Dan?"

"Aku memang merasa kami diikuti selama perjalanan, tapi tidak menyangka jika mereka menargetkan Mu Dan." Ia terdiam sejenak. "Maksudku, siapa yang bisa disinggung oleh Mu Dan? Selama ini dia tidak pernah meninggalkan rumah."

"Aneh sekali." Yaoshan bergumam pelan. "Mungkin kita bisa memancing mereka keluar," ucapnya, tersenyum miring. "Bukankah kalian ingin pergi ke pertemuan aliansi pendekar?"

Mata bulat Lan Zhi terbelalak.

"Kita akan memancing mereka di sana," sambung Yaoshan, penuh tekad.

.

.

.

Perbincangan Leo dan ketiga saudara Mu Dan terhenti saat mereka mendengar suara kereta kuda di halaman depan. Mengintip dari balik tembok samping, Leo memasukkan kacang ke dalam mulut dengan mata disipitkan. "Siapa yang keluar?" tanyanya.

Zan Xhiao tidak langsung menjawab. Ia mengambil beberapa kacang dari tangan Mu Dan sebelum menjulurkan kepala untuk melihat ke arah teras. "Sepertinya aku tahu siapa yang pergi." Ia menunjuk menggunakan dagunya. Beberapa pelayan wanita muda berdiri di teras, terkikik. "Aku yakin kakak pertama pergi keluar dengan Tuan Hu Jung." Ia menoleh ke Lan Zhi. "Bukankah mereka berencana pergi minum bersama?"

Lan Zhi mengangguk. Ia baru saja akan kembali ke gazebo saat mendengar Mu Dan bicara, "Ayo kita ikuti mereka."

"Kita harus meminta izin terlebih dahulu ke Nyonya Shao." Secara mengejutkan, Lan Zhi tidak menolak usulan Mu Dan untuk mengikuti kakak pertama mereka. "Bagaimanapun juga kita tamu di sini. Aku tidak mau menimbulkan masalah."

Setelah mendapat persetujuan dari ketiga saudaranya, Lan Zhi bergegas menemui Nyonya Shao untuk meminta izin keluar dan yang menggembirakan, mereka dipinjamkan kereta kuda untuk berkeliling, malam ini.

Suasana pasar malam sangat ramai. Aroma makanan memenuhi udara. keempatnya berjalan-jalan dengan antusias. Khusus untuk Leo, ini kali pertama dia bisa menikmati pasar malam dengan suasana lampau. Di beberapa tempat, terlihat suku gipsi menjual keahlian akrobat mereka. Ada juga yang menjual keahlian menari dan meramal.

"Ayo ke sana." Wang Wei menunjuk sebuah tenda berwarna mencolok dengan hiasan ramai. Sebuah tulisan 'Tenda Meramal' menarik perhatian banyak orang. Menarik tangan kanan Mu Dan, ia memaksa ketiga saudaranya untuk pergi ke tempat itu.

Antrian di depan tenda cukup panjang, hingga Lan Zhi dan Zan Xhiao bisa membeli beberapa makanan ringan terlebih dahulu sementara Wang Wei dan Leo masih mengantri. Saat giliran mereka datang, Wang Wei menjadi orang pertama yang diramal.

Seorang wanita berusia tiga puluh tahunan duduk bersila di atas beberapa bantal beludru berwarna ungu. Wanita itu menyembunyikan sebagian wajahnya di balik cadar tipis. Seperti kaum gipsi pada umumnya, ia mengenakan banyak perhiasan emas yang terlihat berat.

Wang Wei menjulurkan satu telapak tangannya. Keheningan tercipta saat wanita gipsi membaca garis tangannya. "Apa aku akan hidup makmur?" tanyanya begitu bersemangat.

Wanita gipsi tidak langsung menjawab. Helaan napasnya terdengar panjang dan berat. "Beberapa tahun lagi kau akan kehilangan seseorang yang sangat berharga."

Penuturan wanita itu membuat Wang Wei bermuka masam. Suatu hari nanti ia memang akan kehilangan seseorang yang berharga karena manusia pasti akan mati. Ramalan macam apa itu? Ia mendengkus di dalam hati.

"Kalian melarikan diri dari rumah?"

Wang Wei yang sudah tidak bersemangat pun kembali dipenuhi rasa ingin tahu. "Kenapa kau bisa tahu?"

Wanita gipsi itu tersenyum di balik cadarnya. "Tertulis di garis tanganmu," ucapnya. "Kau akan mengalami petualangan yang tidak kau bayangkan sebelumnya. Jadi nikmati saja selama masih bisa." Ia melepaskan tangan Wang Wei dan ditatapnya wajah ketiga orang lain di dalam tenda sempit itu bergantian. "Siapa lagi yang ingin kuramal?"

Leo langsung menggeser Wang Wei. Ia menjulurkan tangan kanannya. "Aku."

Wanita gipsi mengambil telapak tangan Leo mendekat ke arahnya. Kening wanita itu ditekuk dalam saat melihat garis tangan Leo. "Aneh sekali," ucapnya. Keheningan meraja untuk beberapa saat. "Garis tanganmu berhenti sejak beberapa bulan lalu, seharusnya kau sudah tewas."

Saat pandangannya bersirobok dengan Leo, wanita gipsi itu menatapnya lekat sebelum menundukkan kepala. "Tapi aku melihat garis tangan lain," ucapnya penuh misteri. "Garis dari kehidupan jauh."

Wanita gipsi itu memiringkan kepala ke satu sisi. Baru pertama kali ia mendapati kasus seperti ini. "Keberadaanmu membawa kebahagiaan untuk orang-orang di sekitarmu," ungkapnya.

Leo tersenyum lebar, terlihat puas. Setidaknya ia ada gunanya tinggal di zaman ini, pikirnya.

"Ah ... kau akan mengalami patah hati besar." Wanita gipsi itu mendongak, mendapati ekspresi serius ketiga pria yang berdiri di belakang punggung Leo. Berdeham pelan, ia lanjut bicara. "Ada beberapa orang besar yang menaruh hati kepadamu, kau harus bisa memilih dengan hati-hati."

Mengibaskan satu tangannya di depan wajah, Leo berkata cepat, "Tenang saja, aku akan menjadi perawan tua tanpa menikah." Ia mengatakannya dengan penuh kebanggaan.

Wanita gipsi itu tidak menjawab. Napasnya seperti ditarik dari dalam dada setelah membaca garis tangan Leo yang lain. Perlahan, ia mengangkat wajah. Tanpa disadari, air matanya menetes. "Bangsa ini akan berhutang budi sangat besar kepadamu." Ia melepaskan tangan Mu Dan dengan halus. "Mewakili mereka, aku sangat berterima kasih."

Mulut Leo terbuka lebar. Ia tidak mengerti maksud ucapan peramal di hadapannya. "Aku tidak mengerti. Apa kau bisa menjelaskan dengan lebih jelas?" pintanya.

Sayang, wanita gipsi itu menolak halus. "Lebih baik rahasia masa depan tetap berada di tempatnya hingga kau mengalaminya sendiri."

Ia mengangkat satu tangan tinggi saat Lan Zhi berniat memberinya uang jasa. "Tidak, aku tidak menerima uang kalian. Anggap saja ini ucapan terima kasih kecilku untuk Nona ini." Sekali lagi ia menundukkan kepala dalam kepada Mu Dan. Ia masih melakukannya bahkan saat keempat orang itu meninggalkan tenda meramal miliknya.

Wang Wei melipat kedua tangannya di depan dada setelah keluar dari dalam tenda. "Aneh sekali," ucapnya sembari menoleh lewat bahu. Pandangannya lalu beralih ke Mu Dan. "Apa maksudnya kau akan berjasa besar untuk bangsa?" Ia menggantung ucapannya untuk beberapa saat. "Apa sebentar lagi akan terjadi perang?"

"Jangan bicara sembarangan!" Zan Xhiao memukul pelan mulut Wang Wei. Matanya melotot. "Ucapanmu bisa membawa sial," sambungnya cepat. "Dia pasti hanya asal bicara. Tidak perlu dipikirkan."

"Zan benar," timpal Lan Zhi. "Sebaiknya kita mencari kakak pertama," usulnya yang segera disetujui oleh Mu Dan serta kedua saudaranya yang lain.

.

.

.

TBC

TAMAT - Our Love Story 18+Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang