Chapter 7

2.3K 515 458
                                    

⚠️TYPOS⚠️


Backsound : Cinta tak bersyarat - Element (wajib)

Flashback on...

Bunyi bel tanda berakhirnya jam pelajaran menggema di seluruh penjuru sekolah, seperti sinyal yang memberitahu bahwa penderitaan para pemalas di deretan kursi kelas itu berakhir.

"Kumpulin tugasnya minggu depan dan Richard—"

Semua murid kelas dua sekolah menengah atas itu kompak menoleh ke belakang saat wali kelas memanggil satu nama.

"Richard..?"

Yang dipanggil itu sedang tidur, dan sejatinya tidak ada yang berani membangunkannya.

"Kamu aja atuh yang bangunin, kamu kan suka nongkrong sama Arich."

"Enggak ah, ngeri."

"Richard!" Wali kelas mereka hampir nyapnyap karena lelap Richard.

Kemudian dia bergerak di kursi dan bangun dan menatap guru dengan mata sayu kantuknya. "Ya pak?"

"Ikut bapak ke kantor sekarang."

Richard menggeliat kecil dan mengangguk-anggukan kepala.

Sosoknya yang tinggi melangkah ke depan dan mengekori wali kelas sambil sedikit limbung karena masih mengantuk.

"Ada apa pak?"

Pertanyaan itu terlontar setelah mereka sampai di kantor guru.

"Sudah kamu pertimbangkan beasiswa yang bapak bicarain waktu itu?"

Richard adalah murid pintar, hanya saja tertutup oleh kelakuan nakalnya, dia kerap memilih tawuran dibanding menjadi ketua lomba cerdas cermat.

Alhasil sekolah mereka selalu kalah dengan sekolah lain karena tidak mengirimkan siswa terbaik.

"Kamu teh pinter, Arich. Jangan disia-siain. Ibu kamu pasti bangga. Orang pusat menaruh minat besar terhadap kamu."

Richard mengangguk-anggukan kepala. "Saya pikir-pikir dulu, minta salinan informasi beasiswanya pak."

"Bapak harap sebelum menginjak kelas tiga, kamu teh udah bergabung sama tim kejuaraan, bapak yakin kamu bisa mengharumkan nama sekolah. Jangan tawuran aja atuh kamu teh!"

Richard meneliti salinan informasi terkait beasiswa lalu pamit pulang.

Cowok tinggi itu berlari dari perbatasan menuju sebuah bukit dengan semangat. Dia celingukan karena berhasil menjadi yang pertama datang sebelum gadis itu.

Hp jadulnha berbunyi, dia mengangkat telfon yang masuk setelah naik ke atas dahan pohon cherry dan merebahkan tubuhnya di sana.

"Jadi enggak Rich? Ini anak-anak udah di lokasi."

"Enggak jadi. Sia jangan ngajak aing tawuran mulu!"

"Eh kan kamu yang suka ngajak—"

Richard menutup telfon dengan cepat saat melihat sosok yang ia tunggu datang dan melangkah ke arah pohon cherry yang sama.

After BadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang