Chapter 10

4.9K 612 1.3K
                                    

⚠️TYPOS⚠️


Itu pukul lima pagi.

Keduanya kompak menarik diri lalu menatap langit-langit kamar dengan sisa orgasme ke sekian.

Bagi Bianca, itu sangat banyak. Tapi menurut Richard, dia bisa menghitung berapa kali puncaknya pecah.

Diam-diam tangan mereka saling meraba sebelum bertaut dalam sebuah genggaman erat.

Kenapa mendadak canggung?

Mereka masih belum berani menatap satu sama lain, bahkan untuk bersuara.

Mereka bercanda bukan? Semesta tahu sekeras apa desahan mereka saat tubuh keduanya menyatu. Terutama Bianca.

Lantas kenapa kini mereka malu untuk sekedar berbicara?

Genggaman tangan Richard mengendur, dia kemudian menarik diri dan keluar dari kamar.

Hanya dengan menatap bokongnya saja membuat wajah Bianca memanas.

Dia sempat bertanya-tanya apa yang dilakukan Richard di dapur?

Tapi pertanyaannya terjawab saat pria itu kembali dengan segelas air.

Bianca bangun dan meminum air tersebut.

Kini mereka duduk dan saling berhadapan, tubuh polos keduanya masih menjadi tontonan semesta.

"Hari ini... Aa mau ngapain aja?"

Richard mengikat rambut Bianca setelah merapikannya dengan telaten. "Mau kontrol yang panen padi—"

Karet ikat rambutnya putus. Richard mengambil yang baru lalu duduk di belakang Bianca agar hasil ikatannya lebih rapi.

Tapi karet itu kembali putus hingga rambut Bianca kembali tergerai di punggung telanjangnya.

Richard menatap tengkuk dan ceruk leher si cantik sambil memiringkan kepala, dia kemudian menyibak rambut Bianca ke depan, merapatkan diri sebelum menyesap aroma lembut di bahunya.

Tidak. Itu sebenarnya aroma tubuh Richard sendiri, karena Richard tidak meninggalkan sedikitpun jejak aroma tubuh Bianca, dia melumurinya dengan feromonnya sendiri, hingga wanita itu kini tercium seperti dirinya. Taktik klaim yang licik.

Bianca menengadah saat kecupan itu menjalar ke tengkuk dan ceruk leher.

Richard berhenti setelah cukup puas menjamah permukaan kulit mulus itu dengan cumbuan kecil, dia kemudian kembali mengikat rambut Bianca.

"Kasurnya jadi kotor."

"Nanti Aa yang cuci."

"Ini kasur hadiah dari kantor, beli di Jepang. Harganya—"

"Oke... oke... Aa ganti."

Bianca mencebi. "Enggak minta ganti, cari tukang profesional aja, soalnya kasur ini serat kainnya khusus."

Richard menatap noda darah itu dengan seksama. "Biarin aja padahal..."

"Huh?"

After BadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang