Chapter 4

2.1K 531 605
                                    

⚠️TYPOS⚠️


Bianca membuat pagi harinya dipenuhi keributan luar biasa hanya karena perkara mesin kopinya tidak bekerja.

Sialnya, dia mendapatkan mesin kopi itu dari rekan kerjanya yang mengeluh tidak punya uang dan ingin menjual mesin kopi tersebut kepada dirinya.

Mengingat lagi kelakuan para manusia biadab itu saat dirinya diperlakukan tidak adil, Bianca ingin sekali melempar mesin kopi tidak berguna itu.

Ya, jika saja dia tidak membelinya dengan harga yang mahal.

Jumlah uang yang dia keluarkan untuk mesin kopi itu tidak sedikit dan Bianca bertekad akan membetulkannya.

Dia yakin karena ada banyak cara membetulkan mesin kopi di saluran youtube yang dia tonton.

Tapi, sejak berkutat dengan mesin kopi yang rusak satu jam lalu, dia akhirnya menyerah.

"Brengsek!" Makinya pada keadaan.

Wanita itu kemudian meninggalkan pekerjaannya dan pergi ke luar untuk menghirup udara sejuk.

Asep sempat datang dan mengajaknya sarapan bersama warga, tapi Bianca trauma. Kemari tangannya melepuh, hari ini entah bagian tubuh mana lagi yang akan terluka.

Setelah membuka pintu belakang, dia menarik udara dengan rakus.

"Oh?" Wanita itu bereaksi melihat para petani sedang memanen buah apel di kebun Richard, tepatnya di belakang rumahnya.

Bianca refleks mencari si pemilik kebun lalu terdiam setelah sadar apa untungnya.

"Lah? Kenapa gue nyariin dia sih?"

"Pagi neng Bian, gimana tangannya udah sembuh belum?" Seorang warga bertanya.

Bianca menyembunyikan tangannya yang sempat melepuh dan mengangguk kecil.

"Mau neng buah apelnya?"

"Enggak. Saya udah dapet jatah satu truk."

"Kata siapa?"

Bianca berbalik dan mendapati Richard tengah memangku tangan.

"Loh kita kan udah sepakat!"

"Kapan?"

Bianca berkacak pinggang namun Richard tidak menghiraukan dan memilih bergabung dengan para petani.

"Hey! Lo udah janji! Satu truk!"

Bianca mengejarnya hingga ke tengah kebun.

"Lagian belum waktunya panen." Tukas Richard sambil memberi arahan pada para petani.

"Belum waktunya panen kok udah dipetikin?"

"Ini loh neng Bian, bentar lagi kan tujuh belasan, kita ambil yang warna merahnya aja buat bikin hiasan arak-arakan ke alun-alun kota."

"Whoa... kalian mau arak-arakan?"

"Iya, setiap tahun kami selalu arak-arakan." Sahut petani yang lain.

After BadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang