2

47 5 0
                                    

Suara mesin kendaraan dari mobil itu mati, dan berhenti di halaman depan rumah mewah bergaya semi-modern.

Ketika keluar bersama rekannya yang lain, dia tanpa sadar menelan ludah karena perasaan gugup yang tiba-tiba muncul.

"Woah, rumah yang sangat besar." Ujar perempuan di sampingnya.

Perempuan itu melihat kepadanya,
"Mr. Michaelis sepertinya kita akan menjadi rekan mulai sekarang."

Louise tersenyum dengan perasaan canggung, dia mengangguk,
"Iya."

Keduanya disambut dengan seorang wakil kepala pelayan dari pintu depan, hingga diantar ke dalam dan ditunjukkan ruangan tempat mereka beristirahat.

Di sepanjang lorong menuju lokasi ruang asrama sementara mereka, decakan kagum tidak terdengar berhenti.

Semua orang begitu terpesona, begitupun dengan Louise.
Sampai di salah satu dinding, matanya melihat sebuah potret dan itu benar-benar terasa sangat mengintimidasi dari gambar saja.

"Orang kaya ... Orang kaya."
Batinnya seraya mempertahankan langkah, bersama rekan-rekan lainnya.

Sampai di sebuah ruangan yang melingkar, pintu-pintu saling berhadapan, dan itu adalah ruangan mereka masing-masing.
Pria dan wanita, terpisah pintu, namun berada di wilayah yang sama.

Di tengah-tengah lingkaran tersebut, ada meja besar dan juga beberapa kursi.

Setiap orang diberikan ruangan, dengan nomor serta nama mereka yang tertulis di kayu; yang terpasang di pintu kamar.

Louise mendapatkan kamar nomor 2 dan itu hampir dekat dengan pintu masuk ruangan mereka.

Ketika diberikan pengumuman jika mereka bisa beristirahat untuk hari ini, semua orang langsung menuju kamar masing-masing. Termasuk Louise yang merasa sudah sangat lelah menempuh perjalanan yang merepotkan kemari.

Ada satu buah ranjang sederhana, putih, dan bersih. Cermin besar dan juga lemari. Oh! Dan apa itu?

Louise terperangah, ketika dia membuka pintu di dalam kamar, yang ternyata adalah kamar mandi.

Ini sangat bagus.

Fasilitas yang diberikan, jauh lebih baik yang dia pikirkan.

Louise berniat untuk meletakkan kopernya yang lain di atas lemari, dia berusaha untuk mengangkat berat barang itu, dan meletakkan tanpa perhitungan.

"Aduh!" Ketika koper miliknya hampir jatuh menimpanya, Louise segera loncat menjauh dan membiarkan benda itu terjatuh dengan keras ke lantai dari atas lemari.

Hah. Dia menghela nafas, dan mengusap wajahnya, lalu dengan perasaan lelah dari batin dan fisiknya, dia menaruh sekali lagi koper miliknya.

Tak ingin membuang waktunya lebih lama untuk melamun seperti yang biasa dia lakukan, Louise langsung membersihkan dirinya dan kemudian keluar dari kamar untuk menemui rekan-rekannya yang lain.

"Oh! Michaelis!"

Louise mengangkat tangannya, ketika salah seorang yang dia kenal menyambutnya.
"Halo!" Dia berujar dengan riang.

Ada lima orang di ruangan tersebut, dan mereka semua adalah sebagian dari orang-orang yang akan mengikuti seleksi sebagai petugas pengurus rumah tangga dari suatu keluarga. Singkatnya, pelayan.

Louise Michaelis terbawa suasana oleh suasana hangat dan cerah dari peserta yang lain. Dirinya terbawa kilas balik, ketika lulus 5 bulan lalu sebagai lulusan terbaik dan juga yang paling cepat di jurusannya.

Namun karena kurangnya relasi dan juga pengalaman, dirinya harus menganggur dan tidak memiliki pekerjaan sehingga hampir membuatnya jatuh kelaparan.

Nasib baik memihak kepadanya, ada seorang kenalannya dan dia memperkenalkan Louise kepada seorang pria tua.

Yang ternyata adalah seorang mantan pelayan di kediaman bangsawan, dan memberi Louise sebuah informasi pekerjaan.

"Akan ada pendaftaran untuk pengurus rumah tangga di keluarga Rutherford, saya tidak tahu lengkapnya. Namun itu adalah kesempatan yang bagus, untuk bisa masuk ke keluarga kelas atas."

Saat itu ekspresi Louise, adalah merengut. Dia tidak suka dengan pekerjaan yang ditawarkan pria itu, dan merasa gelar Bachelor nya dalam Manajemen serasa diinjak.

Namun perkataan pria itu selanjutnya, membuat Louise mengambil langkah untuk ikut serta dalam pekerjaan ini.

"Nak, jika kamu terlalu terfokus kepada apa yang sudah kamu raih selama ini ... Tanpa adanya keinginan untuk menambah pengalaman yang memberikan kamu pelajaran dalam hidup, semuanya akan sia-sia.
Dan kamu, akan terus hidup dalam bayang-bayang "andai saja" Tidakkah kamu ingin mengubah nasib mu itu?"

"Tunjukkan kepada dunia dan tuhan ... Jika kamu mampu dan berhasil menepati janji kamu sebelum lahir ke dunia."

Senyuman terbentuk. Benar.
Dia harus melangkah, dan hidupnya tidak seperti pemeran utama yang memiliki segalanya dalam genggaman tangannya.

"Michaelis, giliran mu!"

Dua balok dadu itu diserahkan kepadanya, dan dengan hati tenang, Louise menerimanya. "Oke!"

Permainan dadu di dalam ruangan, dan juga canda tawa yang riang memenuhi ruangan. Jumlah mereka yang tadinya hanya berenam, kini menjadi lebih banyak dan membaur bersama.

Louise rasa tidak buruk juga.
Untuk menilai sesuatu yang belum pasti, dengan pandangan baik.

Layaknya simponi yang tidak bisa dimengerti, segala sesuatu harus dinikmati terlebih dahulu.

Sebelum mengetahui arti dari nada indah, yang selalu membayang.

Visualisasi karakter:
LOUISE JANE MICHAELIS

cr: pinterest*note : gambar hanya sebagai penggambaran visual karakter saja! saya tidak meng-klaim gambar sebagai milik saya!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

cr: pinterest
*note : gambar hanya sebagai penggambaran visual karakter saja!
saya tidak meng-klaim gambar sebagai milik saya!

(Jika ada yang tahu gambar ini milik siapa, mohon kasih tahu saya mengenai nama medsos artist nya🙏)

***

House of Noble:
Symphony of Orchid
By yourtrevi
To Be Continued...

****

HOUSE OF NOBLE: The Orchid's Symphony Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang