6

9 2 0
                                    

Isidor Rutherford, kini tengah berbaring di ranjangnya dengan perasaan letih di hatinya. Dia benar-benar mengalami hari yang berat di tempat kerja.

Semua yang dilakukannya tidak benar, dia salah membuat laporan; menumpahkan kopi ke jas luarnya; dia melewatkan makan siang; dan saat diperjalanan pulang dia harus memesan taksi yang paling murah, karena ternyata uang di rekening yang diberikan ibunya hari ini hanya cukup sampai 1 minggu ke depan.

Setidaknya dia juga cukup beruntung, untuk tidak terkena kotoran burung saat diperjalanan pulang.

Namun tetap saja, dia pulang telat dan melewatkan jam makan malam. Nenek, kakek, dan ibunya, mereka sudah mengisi perut terlebih dahulu, dan sama sekali tidak menunggunya untuk makan malam bersama.

Dia tidak tahu harus bagaimana, namun rasanya dia sangat ingin protes kepada ibunya yang hanya mengisi rekeningnya dengan uang pas-pasan.
Namun dia masih sayang nyawa untuk hal itu.

Karena itu saat pulang tadi, dia langsung menuju dapur dan meminta kepada chef untuk membuatkan makan malam.

Chef yang bertugas di sana melihatnya yang terlihat kuyu dan lesu, juga sangat terkejut.
Dia diberi sebuah minuman sereal sebagai pengganjal perut sampai makan malam dihidangkan.

"Growl~" Suara perutnya terdengar keras.

"Sial." Isidor benar-benar tidak tahan saat ini. Dia bangun dari posisinya untuk bergegas keluar kamar dan menuju dapur, untuk mengambil makan malamnya sendiri.

Saat tangannya membuka pintu, seseorang berdiri di luar kamar dengan tangan terkepal; hendak mengetuk.

Isidor dan Louise saling bertatapan sejenak. Kemudian Louise berkata:
"Tuan muda, saya membawa makan malam anda."

Dia memperlihatkan troli di sampingnya, dan Isidor tersadar dari perbuatannya.

"Ah! Kemari, masuklah." Dia memberi jalan, dan membuka semua pintu kamarnya.

Louise mendorong troli itu masuk, "Permisi."

Saat berada di dalam, dia  menghampiri Isidor yang telah duduk di depan meja kamar dan mulai meletakkan beberapa hidangan di meja di hadapan Isidor, serta menuangkan air di cangkir.

Dia berdiri di sisi lain di dalam kamar, dan diam-diam melirik seluruh ruangan.

"Mengejutkannya, kamar tuan muda ternyata lebih sederhana dari yang dibayangkan." Batin Louise.

Hanya ada ranjang king size dengan nakas. Sebuah televisi besar dan rak yang diisi dengan beberapa buku komik dan novel. Lalu ada kursi sofa dan meja, serta kursi dan meja yang saat ini dipakai Isidor untuk makan di dekat jendela.

Ada dua pintu lain di dalamnya, mungkin kamar mandi dan closet.

"Aroma cedarwood." Saat masuk ke dalam ruangan, aroma itu mencium hidungnya dan mengantarkan perasaan sejuk dan nyaman.

Louise melihat pada sosok yang tengah menyantap makanannya di sana.
"Itu cocok dengannya." Batinnya.

Pria tampan dengan wangi seperti itu, sungguh sangat maskulin.

"Ya, dilihat darimanapun dia benar-benar maskulin." Batin Louise.

"Michaelis 'kan?"

Suara yang tiba-tiba memanggilnya, membuat Louise langsung menjaga sikap dan menjawab dengan tenang.
"Ya, tuan muda. Apa anda perlu sesuatu?"

Isidor meraih serbet dan mengelap bibirnya, lalu melemparkan kain kotor itu ke piring. Dia berkata: "Aku sudah selesai, tolong bersihkan ini."

Louise mengangguk, "Baik, tuan muda."

Dia berjalan ke sana, dan mulai mengambil satu persatu piring kotor di meja dan meletakkannya di troli.

Sementara dia melakukan itu, Isidor menyatukan kedua tangannya di meja dan memperhatikan setiap pergerakannya.

Hal itu disadari oleh Louise dan jujur saja, dia merasa sedikit canggung. Namun dia dengan ekspresi tak terganggu tetap menjalankan tugasnya.
Anggap ini adalah latihan tambahan, dan bekal untuk tugasnya di masa depan.

Saat sudah membersihkan semuanya, Louise kembali bersikap tegap.
"Apa masih ada yang anda butuhkan, tuan muda?"

Isidor tidak langsung menjawab, dia memperhatikannya selama beberapa saat.

"Kenapa dia melihatku seperti itu?" Tanya Louise dalam hati.

Kemudian Isidor berkata, "Kamu hebat ya."

Eh?

Louise melihat padanya, "Maaf?"

Isidor meneruskan, "Padahal ini adalah tugas pelayan, dan bukan peserta pelatihan. Tapi kamu benar-benar membawa makan malam ku ke sini, dan bersikap dengan bagus sampai aku selesai."

"Kan kamu yang meminta untuk dibawakan ke sini." Batin Louise.

Wajahnya tersenyum, "Terima kasih atas pujian anda tuan muda. Apa masih ada yang anda butuhkan?"

Isidor menggeleng, "Tidak ada, kau boleh kembali. Terima kasih sudah membawakan dan menemaniku makan malam."
Ujarnya seraya tersenyum.

Melihat senyuman itu, Louise juga balas tersenyum tipis.
Dia mengangguk singkat, "Kalau begitu saya permisi."
Lalu mendorong troli nya keluar dan menutup pintu kamar Isidor.

Isidor tidak langsung berbaring di ranjangnya, dia masih duduk di kursi dan mengambil satu buku komik untuk dibaca.

Saat sampai di pertengahan cerita, ponselnya berbunyi dan dia mengambil itu di nakas.

'Arthur Knox.'

Dia menekan tombol hijau, dan mendekatkan benda itu ke telinganya.
"Ada apa?" Ucapnya lugas.

"Apa kau sudah pulang ke rumah?" Tanya Arthur di seberang.

"Ya, kenapa?"

"Isidor aku mengirimi mu sebuah alamat lewat pesan, buka itu, dan kemarilah."

Tanpa memutus sambungan, Isidor membuka pesan dan melihat sebuah alamat yang dikirimkan oleh Arthur.

Dia menaikan alisnya, dia berkata: "Aku tidak bisa, aku dalam pengawasan yang ketat sekarang. Mungkin lain kali."

"Aw, man." Terdengar sebuah penyesalan di seberang.
Lalu suara Arthur kembali terdengar, "Apa ini hukuman dari ibu dan kakekmu?"

Isidor berjalan ke dekat jendela, dia menghela napas. "Ya... Aku tidak punya cukup uang untuk bersenang-senang sampai akhir bulan. Ibuku menyita semua kartu debit dan mobilku, aku hanya diberikan mobil kakekku dan jumlah uang di rekening yang diberikannya sangat pas-pasan.
Aku tidak bisa."

Dia menyikap tirai dan melihat keluar jendela, seraya melipat satu tangannya di depan.

"Waw, kau pasti sangat tersiksa." Ucap Arthur.

Isidor: "Tidak juga, mungkin memang seharunya aku tidak melewati batas. Ngomong-ngomong, mengapa aku harus ke sana? Rumah siapa itu?"

"Ah, itu adalah rumah dari teman pacarku. Dia sedang berulang tahun hari ini, dan mengadakan pesta.
Dia bilang kepada kami, untuk mengajak lebih banyak orang kemari."

"Mendadak?"

Arthur mengangguk di seberang, "Ya... Dia ini orang nya agak nyentrik."

"Kalau begitu aku titip ucapan selamat saja untuknya, meski aku tidak tahu dia siapa." Isidor tertawa kecil.
Itu benar-benar aneh.

"Hahaha... Oke, kalau begitu selamat istirahat, bung."

"Ya." Ujar Isidor, dan kemudian layar ponsel pun berubah menjadi biasanya.
Dia kembali berjalan ke arah nakas, dan meletakkan ponsel di sana untuk diisi daya.

Dia kembali ke mejanya, dan mulai menenggelamkan diri dengan cerita fantasi dari komik yang ia baca.

****

HOUSE OF NOBLE
Symphony of Orchid
by yourtrevi
Chapter 6 (Act 2) : END
To Be Continued.

****

HOUSE OF NOBLE: The Orchid's Symphony Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang