Part 23

299 36 2
                                    

"Jadi?" Halil memandang Innara dengan sebelah alis terangkat. Halil bisa melihat ketegangan di wajah Innara dan itu membuatnya bertanya-tanya apakah semengerikan itu untuk menjadi pacarnya? Dan disaat bersamaan dia juga bertanya pada dirinya sendiri, kenapa dia terus menerus memaksa Innara? Dan kenapa harus Innara? Jika Innara tidak menyukainya, kenapa Halil tidak menyerah saja dan mencari wanita lain?

Ya, diluar sana ada banyak wanita yang lebih cantik, lebih baik dan mungkin akan balas mencintainya dan menerima dirinya dengan mudah. Tidak seperti Innara yang terus menerus menolaknya. Tapi cinta itu memang perlu diperjuangkan, kan? Hanya karena gadis yang lita sukai menolak kita, tidak berarti kita harus menyerah saat itu juga. Kita hanya perlu tahu kapan perjuangan itu harus kita hentikan. Jangan sampai keterusan karena jika kita terus menerus mengejar setelah berulangkali ditolak, itu bukan cinta lagi namanya, tapi obsesi.

"Kau tahu tidak semudah itu." Ucap Innara gelisah.

Halil membalas jawaban Innara dengan kedikan bahu. "Kalau begitu, maafkan aku. Aku tidak bisa membantu Mbak." Jawabnya singkat seraya bangkit berdiri. "Aku memang bukan anak baik-baik, tapi aku juga bukan penipu, Mbak. Apalagi kalau yang harus aku tipu itu orangtua. Aku benar-benar tidak bisa." Lanjutnya beralibi.

"Kamu jelas tahu kalau ini bukan tindak penipuan." Innara mencoba mengklarifikasi keadaan. "Aku terdesak dan aku butuh bantuan, apa kamu tidak mau menolongku? Lagipula bukankah ada istilahnya kalau berbohong demi kebaikan itu tidak masalah?"

Halil mengangkat sudut mulutnya. "Satu kebohongan akan memaksa kita pada kebohongan yang lain, Mbak. Dan aku gak suka itu. Daripada berbohong, lebih baik bicara apa adanya saja. Katakan saja pada orangtua Mbak kalau aku memang mengejar Mbak, tapi Mbak sama sekali gak mau nerima aku." Ucap Halil dengan nada skeptisnya.

"Dan kalau aku melakukannya, itu tidak akan membuat orangtuaku tenang. Dan itu juga akan membuat Rayka semakin terpicu untuk menggangguku." Keluh Innara ketus.

"Jadi? Apalagi yang Mbak pikirkan? Solusi yang aku beri itu sudah jelas menjawab semua kekhawatiran Mbak. Mbak tinggal terima aku jadi pacar Mbak, dan semuanya aman. Aku akan bertemu dengan orangtua Mbak tanpa berbohong pada mereka, dan aku juga akan melindungi Mbak dari Rayka."

"Tapi bersamaku juga membuat posisimu terancam, Halil. Apa kamu tidak menyadari itu?" Tanya Innara dengan nada ketus namun menatap Halil khawatir.

"Jadi itu yang Mbak takutkan? Itu alasan kenapa Mbak tidak mau menerima aku?"

Tidak! Jawab Innara dalam hati. Itu hanya salah satu dari alasan lain yang Innara miliki yang tak mungkin bisa dia ucapkan pada Halil. "Ya!" Jawab Innara lantang.

"Sudah kubilang, Mbak tenang saja. Percaya sama aku kalau aku masih bisa menjaga diriku sendiri. Semisal Rayka berani melakukan sesuatu terhadapku, percaya saja kalau karma itu nyata." Ucap Halil dengan santainya. "Jadi bagaimana?" Halil kembali bertanya dengan tatapan mata mengerling ke arah ponsel Innara yang ia lihat layarnya menyala dalam mode getarnya. Melihat nama 'Bunda' tertera di layar membuat Halil merasa kalau dia sudah berada selangkah lebih maju daripada Innara.

Innara menatap Halil dengan sorot memelas sementara Halil hanya mengedikkan bahunya dengan ekspresi tak acuh.

"Baiklah." Jawab gadis itu lirih.

"Baiklah apa?" Halil balik bertanya untuk memastikan.

"Kita pacaran, mulai malam ini." Jawabnya dan senyum tercetak lebar di wajah Halil.

"Baiklah, aku akan pergi bersama Mbak untuk menemui orangtua Mbak." Jawabnya dan saat itu juga Innara menggeser tombol hijau di layar persegi pipihnya.

"Jadi, apa yang harus kutahu tentang keluarga Mbak?" Pertanyaan itu Halil ajukan saat mereka sudah ada di bandara. Ya, malam itu Innara menjawab telepon ibunya dan mengatakan kalau dia dan Halil yang akan pergi mengunjungi mereka di Jakarta, bukan sebaliknya.

Mbak, I Love You (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang