"Apa dia berbohong dengan mengatakan kalau dia lajang padahal sebenarnya dia sudah menikah?" Tanya Halil dengan nada dingin yang membuat Innara merinding.
"Tidak seperti itu. Kamu salah sangka tentangnya." Ucap Innara lirih.
"Mbak membelanya?" Tanya Halil ketus. Jelas pria itu merasa cemburu atas pembelaan Innara barusan. Gadis di hadapannya ini sudah jelas sudah pernah pria itu sakiti, namun masih saja membelanya dan hal itu membuat Halil mau tak mau merasa cemburu.
"Aku tidak membelanya. Tapi dia memang tidak seburuk yang kamu pikirkan." Ucapnya menatap Halil tegas. "Setidaknya, dia yang aku kenal dulu memang tidak seburuk itu." Ucapnya lirih dengan kepal tertunduk untuk memandang tangannya yang masih dipegang oleh Halil. Kenapa Innara tidak menolak sentuhan pria itu? Kenapa dia tidak menarik tangannya dan menjauh?
"Jadi?" Halil masih menuntut jawaban yang pasti.
"Kami pernah bertunangan." Ucap Innara dengan berat. Ia menarik napas panjang dan menghembuskannya perlahan. Bertahanlah, Innara. Jangan sampai luka di masa lalu membuatmu kembali menitikkan airmata. Perintahnya pada diri sendiri. "Aku dan dia lulus dari SMA yang sama." Innara memulai ceritanya. "Setelah lulus SMA, kami berpisah dan sama sekali tidak pernah saling berkomunikasi. Aku mengejar pendidikanku, dan sepertinya dia juga. Sampai kemudian suatu ketika kami bertemu lagi di hotel tempat kami bekerja.
"Kami memutuskan untuk berkencan dan semakin lama hubungan kami mengarah pada hubungan yang serius. Kami bertunangan dan kemudian menetapkan tanggal pernikahan."
"Kalian saling mencintai." Komentar Halil lirih. Innara tidak bisa melihat ekspresi pria itu karena kepala Halil tertunduk dan tampaknya pandangan pria itu lebih terfokus pada tangan mereka di atas tempat tidur. Halil bukannya tidak mau memandang Innara. Ia hanya takut jika Innara menunjukkan rasa cintanya kepada Rayka sebab itu akan membuatnya cemburu.
"Dulu, iya." Innara mencoba mengklarifikasi.
"Dia berkhianat?" Halil kemudian mendongakkan kepala memandang Innara dengan tatapan dinginnya yang Innara tahu bukan ditujukan untuknya melainkan untuk Rayka dan Innara menggelengkan kepala sebagai jawabannya.
"Tidak. Dia tidak berkhianat. Tapi mungkin dia turut menjadi bagian berhasilnya pengkhianatan itu. Itupun kalau kau masih menyebutnya sebagai tragedi pengkhianatan setelah aku menyelesaikan ceritaku." Ucap Innara dengan cengiran di wajahnya yang membuat Halil mengernyitkan dahi. "Kami sudah merencanakan pesta pernikahan seperti yang kami inginkan. Gedung sudah kami sewa. Catering sudah kami tentukan. Souvenir sudah kami bungkus dan bahkan undangan sudah kami sebar. Namun baik aku dan dia sama-sama memutuskan untuk terus bekerja meskipun hari H sudah di depan mata. Orangtua kami melarang kami untuk bekerja. Kau tahu, tradisi pingitan?" Halil menganggukkan kepala sebagai jawaban. "Menurut orangtua kami, pamali kalau calon pengantin tidak dipingit. Tapi baik aku dan dia sama-sama ngeyel dan beralasan kalau kami ingin menikmati liburan bukan madu yang lebih panjang.
"Atau itulah rencana kami pada awalnya." Ucap Innara dengan senyum skeptisnya. "Sampai kemudian kecelakaan itu terjadi." Innara memandang kosong ruangan, ingatannya kembali pada malam dimana ia menyetir mobil dan sebuah truk menabraknya sampai akhirnya ia sadarkan diri di rumah sakit tanpa tahu berapa lama ia tertidur. "Saat aku bangun, pernikahan itu sudah terjadi. Orangtua Rayka meminta gadis lain untuk menggantikan posisiku di pelaminan."
"Mempelai pengganti?" Tanya Halil tanpa emosi. Innara menjawab dengan anggukkan kepalanya.
"Dan sialnya, orang yang ibunya pilih untuk menggantikkan posisiku tidak lain dan tidak bukan adalah adikku sendiri. Azanie." Ucap Innara dengan lirih.
Anehnya, kenapa Innara tidak lagi merasakan sentakan sakit hati seperti dulu atau bahkan seperti beberapa hari yang lalu? Ia tidak merasakan remasan di jantungnya. Ia juga tidak merasakan matanya memanas ataupun berkaca-kaca. Ia tidak lagi merasa ingin menangis. Apa Innara benar-benar sudah melupakan insiden itu? Apakah ia memang sudah tidak peduli lagi? Atau hatinya sudah terlalu sakit sehingga ia tidak memiliki sisa airmata lagi?
KAMU SEDANG MEMBACA
Mbak, I Love You (Tamat)
RomansaTersedia PDF, Cetak dan versi lengkap bisa dibaca di Karyakarsa. "Aku suka sama Mbak." Ucap Halil dengan senyum lebarnya. Innara mengerutkan dahi dan memandang pria yang usianya dua tahun lebih muda sekaligus bawahannya itu dengan tatapan tajam dan...