25 - Di Jam 16:30

27 3 0
                                    

Tak terasa kini tiba waktunya kelulusan sekolah di new Amor high school.

Semua siswa berbondong-bondong melihat Mading yang tertulis mengenai kelulusan beserta peringkat kelas.

"Lihatlah, begitu luasanya lembaran itu hanya tertulis nama kita berdua, romantis bukan?" goda Kona. Benar, Abiyya dan juga Konagha mereka berdua berada di peringkat paling akhir, dan juga nama mereka terpisah dari lembaran sebelumnya.

Namun, siapa peringkat kesatu yakni Alexander putra Admadeva dan kedua Eksha Aruna deepa, disusul Amelia Putri shandaya peringkat ke tiga.

Bahkan, lembaran kertas saja merestui mereka berdua. Batin Abi ketika melihat urutan nama Alex dan Eksha.

Kali ini Amel berada di peringkat ketiga yang sebelumnya menempati posisi kedua. "Mati, mati gue!" Lantas, Amel segera pergi meninggalkan kerumunan itu. Tiffany yang mengetahui hal itu jika setelah ini keluarganya tidak akan memberinya ampun.

"Peringkat dua nih senggol dong," goda Abi mendekati Eksha.

"Serius Lo peringkat terakhir, Bi? Anak kepala sekolah?"

"Ga peduli juga sih gue mau di peringkat keberapa. Emang kalo gue bisa menempati peringkat kesatu Lo bisa jantuh cinta ngga sama gue?"

"Ha?" Eksha membulat kedua matanya.

"Eh, anjir gue kira barusan ngomong dalam hati. Udah lah lupain,sha." Kemudian Abi melihat kesegala arah, dan netra matanya terhenti ketika melihat lelaki yang tak jauh berada di belakang Eksha. "Ada yang nungguin tuh?" tuturnya seraya mengintruksi menggunakan netra matanya.

"Hah,siapa?" Eksha menoleh kebelakang, terlihat Alex yang sedang menunggunya untuk pulang bersama. Sejak kejadian malam itu. Alex benar-benar tidak pernah pulang kerumahnya. Ia memilih tinggal di apartemennya sendiri.

"Selamat untuk peringkat keduanya. Ini untuk mu!" Alex memberinya bunga mawar putih kesukaan gadis itu sebagai tanda selamat atas diraihnya peringakat kedua. Ekhsa menerimanya dengan segenap hati.

"Sebenarnya ada lagi hadiah dariku, Alba."

"Apa?"

"Rahasia dong..." lelaki itu telah menyiapkan rencana kedua untuk kekasihnya, dengan meminta bantuan pada teman-temannya yang lain.

"Jangan bilang lo belum menyatakan perasaan Lo sendiri?" Tanya Kona yang menghampiri Abi diikuti Peot dan jiga Tiffany. Abi tak menjawab, lelaki itu hanya melihat Eksha dan juga Alex melangkah bersama bergandengan tangan.

"Oh tidak, Eksha belum juga tahu perasaan elo kayak gimana?"

"Aku tau bukan aku yang ia pilih, hanya karena aku menyukainya, bukan berarti dia harus menyukai ku juga. Didalam hatinya sudah ada seseorang yang sejak lama dia tunggu. Bagaimana bisa aku menghancurkannya dengan mengatakan jika aku mencintainya juga."

"Walau bagaimanapun, lo harus mengatakan yang sebenarnya tentang perasaan lo, Bi. Setidaknya itu semua bisa membuat lo lega." imbuh Peot.

....

PLAK...!

Tamparan keras pria itu, ia layangkan pada anak gadisnya. Luka lebam, memar memerah tempo lalu masih membekas di badannya.

"Maafin Amel untuk kali ini pah, sungguh amel sudah berusah untuk belajar segiat mungkin. Tapi Amel tidak tahu mengapa bisa berada diposisi ketiga," tuturnya dengan terbata-bata. Gadis itu meringkuk memohon ampun di bawah kaki kedua orang tuanya.

"Lagi-lagi kau kalah dalam segala hal, Amel. Mama malu mempunyai putri sepertimu. Diacara ulang tahunmu saja kau telah dipermalukan oleh seorang gadis biasa seperti dia. Sekarang, dia mengalahkanmu dalam hal prestasinya. Bahkan kau gagal merebut hati dari putra semata wayang keluarga Admadeva. Dia lebih memilih gadis biasa-biasa saja ketimbang dirimu. Sebenarnya apa yang selama ini yang kau coba lakukan, Amel?"

"KAU BENAR-BENAR TIDAK BERGUNA!" tegasnya.

"Prihal mencintai Alex, Amel tidak pernah berbohong soal itu. Sungguh Amel sangat mencintai Alex. Tapi apa yang harus aku lakukan jika dia tidak mencintaiku? Amel hanya ingin dicintai, mah. Amel tidak ingin mebuang-buang waktu bersama lelaki yang tidak pernah mencintai Amel. Amel capek berharap kepada orang lain, Amel butuh seseorang yang benar-benar mencintai dan menghargai Amel."

"Amel mohon biarkan Amel hidup selayaknya putri yang lainnya. Amel capek jika harus dituntut dalam segala hal. Amel nyerah mah! fisik Amel sakit! Amel ga kuat!" Gadis itu merangkak memegang kaki kedua orang tuanya.

"Amel mohon, jangan buat Amel menjadi orang jahat demi meraih semua keinginan kalian. Amel hanya ingin kasih sayang dari mama dan papa. Seperti kakak, Amel iri ketika melihat saudara Amel sendiri sering kali kalian perlakukan selayaknya putri kalian satu-satunya. Sedangkan Amel, terlalu banyak tuntutan untuk Amel rasakan jika ingin benar-benar dianggap putri oleh kalian,"

"Amel tau, dari kecil Amel sudah terlahir cacat berpenyakitan. Itu sebabnya kalian tidak pernah memperlakukan Amel selayaknya putri kalian. Jika Amel gagal seperti ini, kalian akan malu mengakui Amel seperti putri kalian. Kalian lebih berharap mempunyai putri seperti Blueberry ketimbang Amel,kan? itu yang selalu saja kalian katakan."

"Amel benci jika harus dibanding- bandingkan dengan anak orang lain. Apa kalian sanggup jika Amel membanding- bandingkan kalian dengan orang tua lainnya?"

"Bangun!"

kali ini Amel melihat tatapan api merah membara dikedua netra Jonas. Ayah berhati kejam dari seorang gadis itu menjabak rambut putrinya membuatnya terbangun lalu kemudian membawanya keruangan tersembunyi dimana tempat itu ia gunakan sebagai penyiksaan putrinya selama ini.

"Bunuh saja Amel,pah. Jangan siksa Amel. Gorok saja leher Amel." Gadis itu mengambil benda tajam kemudian ia berikan pada Jonas.

"Lakukan, pah. Biarkan penderitaan Amel berhenti sampai disini."

Pria itu benar-benar gelap mata, ia tidak akan segan-segan membunuh putrinya jika ia anggap sudah tidak berguna lagi. Amel bersimpuh seraya memejamkan kedua matanya. gadis itu benar-benar pasrah jika dirinya akan tewas ditangan ayahnya sendiri.

Hendak pria itu menepatkan benda tajam di lehernya, tiba-tiba suara sirine mobil polisi terdengar keras.

"Buka, Anda sudah kami kepung!" Segerombolan polisi sedang mengepung Pitu masuk ruangan tersebut. Sialnya, ruangan tersebut memiliki jalan akses menuju ruang bawah tanah dimana terdapat jalan menuju pintu rahasia untuk berhasil kabur.

Selang beberapa menit pintu telah berhasil terbuka, terlihat Amel yang terkulai lemas dipenuhi beberapa luka sayatan ditubuhnya.

"Amel..." Tiffany segera memeluknya dengan erat. Beberapa kali ia mencium kening sahabatnya itu.

Benar, Tiffany yang telah melaporkan tindakan kekerasan terhadap polisi yang selama ini sahabatnya sering mendapatkan kekerasan dari keluarganya sendiri. Diikuti Eksha, Kona dan juga Daniel, mereka bertiga ikut serta membantu Tiffany.

Bersambung....

The Queen LosesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang