---
Bunyi klakson dari kendaraan yang padat merayap menyapa setiap telinga. Sebuah bus berusaha mengambil lajur kiri untuk berhenti pada sebuah halte di depan sana membuat makian terdengar dari beberapa pengguna jalan yang merasa disusahkan.
Para penumpang langsung berdengung mengeluarkan segala gerutuan mereka. Sedangkan supir bus itu hanya berdecak sebal namun tetap berusaha meminggirkan kendaraan yang ia kemudikan.
"Lain kali jangan mepet gitu bang!"
Suara lantang sang kondektur membuat seorang laki-laki meringis sembari meminta maaf berkali-kali. Beruntung topi baseball yang ia pakai menutupi hampir setengah wajahnya sehingga tak perlu menatap semua mata yang kini mendelik kearahnya.
Setelah melompat dari bus, ia berjalan tergesa memasuki area kampus. Menuju toilet paling dekat untuknya bisa berganti kaos dan hoodienya menjadi kemeja lengan panjang berwarna putih yang digulung hingga siku.
Ia lantas menyemprotkan parfum untuk menghilangkan aroma kendaraan umum yang menempel di tubuhnya, menyugar rambut yang sedari tadi tertutup topi dipoles pomade agar terlihat lebih rapi.
Ketika dirasa cukup, ia lalu memasukkan pakaian dalam tas. Membawanya menuju loker yang berada di bagian belakang ruang dosen. Tempatnya akan bekerja hingga sore.
"Pagi, Mas Bumi."
Ia tersenyum sopan. "Pagi Bu Sofi."
Kakinya lanjut melangkah meja di paling sudut, sengaja disediakan untuknya oleh ketua jurusan. Walaupun statusnya yang masih asisten dosen, Bumi cukup kompeten menjadi dosen pengganti. Ia tidak pernah menolak jika diminta menjadi pengganti siapa saja untuk mata kuliah apa saja. Ia akan berusaha menguasai materi yang akan dijelaskan semaksimal mungkin.
Pun digaji berdasarkan jumlah SKS ia mengajar, Bumi tidak keberatan. Nominal yang cukup untuk membantunya bertahan hidup.
"Sorry, Mas Bumi. Hari ini kelas Ekonomi Makro ada yang kosong karena Bu Dian baru mulai cuti melahirkan. Bisa back up gak?"
Tidak sekali dua kali ia ditodong langsung ditempat. Sebenarnya Bumi bisa saja langsung menerima, hanya karena ini baru awal semester tentu saja ia agak sungkan.
"Gak masalah kalo langsung saya yang ambil alih, pak?"tanyanya sopan pada Eko. Ketua Jurusan di Program Studi Administrasi Bisnis. Yang kebetulan adalah dosen pembimbingnya sewaktu mengerjakan tesis.
Eko tersenyum. "Lho gak masalah. Bu Dian juga sudah ter-copy terkait ini. Beliau setuju saja jika Mas Bumi yang mengambil alih kelasnya. Katanya lebih gampang nanti ketika hand over."
Mau tak mau, Bumi akhirnya mengangguk. Menyambut berkas yang diulurkan oleh Eko. Biasanya berisi nama-nama peserta kelas di semester tersebut.
---
Tepat pukul sepuluh pagi, Bumi memasuki kelas. Tidak seperti anak strata satu yang satu kelas bisa melebihi lima puluh orang, kelas pascasarjana lebih sedikit.
Bumi berdiri di meja paling depan. Menaruh buku-bukunya, membuka daftar peserta yang tadi diberikan Eko dan memang benar. Jumlahnya bahkan tak lebih dari tiga puluh orang.
"Selamat Pagi."
"Pagi."
"Sebelum memulai kelas, saya ingin memperkenalkan diri terlebih dahulu."matanya mengitari seluruh wajah yang kini menatapnya penuh minat. Jumlah perempuannya lebih sedikit dari laki-laki. Dilihat dari wajah dan perawakan, sepertinya mereka juga berada di umur yang lebih matang darinya.
"Nama saya Bumi Chandrika. Saya bukanlah dosen tetap disini, status saya sekarang masih jadi asisten. Dan kebetulan Bu Dian yang seharusnya megang kelas ini masih cuti melahirkan, saya diminta untuk jadi dosen pengganti."
Semua orang tampak mengangguk mengerti. Seorang laki-laki yang tampak lebih berumur mengangkat tangan.
"Kalo boleh tahu umurnya berapa? Biar kami gak salah panggil."guraunya. Bumi langsung tersenyum.
"Dua puluh tujuh, Pak. Saya baru saja lulus tahun kemarin. Baru pertama kali mengajar mahasiswa pascasarjana. Untuk panggilan boleh pilih yang mana yang nyaman saja. Panggil Mas atau Pak juga tidak masalah. Asal tidak dipanggil 'nak' saja."
Sontak seluruh kelas tertawa mendengar gurauan tersebut. Bumi lalu kembali mengucapkan kalimat-kalimat pembuka. Mengabsen satu persatu nama mahasiswa untuk ditanyakan soal pendidikan sebelumnya dan pekerjaan mereka saat ini.
Hampir seluruh kelas sudah memiliki pekerjaan, hanya segelintir yang masih menganggur dan mengambil kelas karena memang belum tahu harus memilih pekerjaan apa. Rata-rata anak-anak yang baru saja lulus.
Selanjutnya ia menjelaskan kurikulum dan bab serta subbab yang akan mereka diskusikan satu semester ke depan. Bumi berkali-kali menekankan bahwa semua yang ia sampaikan belum tentu seratus persen benar. Apalagi dibandingkan dengan para mahasiswa yang sudah bekerja, biadanya lebih paham praktik di lapangan dibandingkan para akademisi didalam lingkungan kampus.
Bumi lalu meminta jika siapa saja yang punya referensi lain dan dari sudut pandang yang berbeda, tidak masalah untuk mengutarakannya di dalam kelas.
Tiga SKS berlalu dengan cepat. Untuk pertemuan pertama, Bumi lebih suka berada di kelas itu. Mungkin karena dibandingkan kelas strata satu yang minim pengalaman, kelas pascasarjana jauh lebih hidup. Bumi banyak mendapatkan insight baru soal sesuatu yang selama ini hanya ia tahu soal teori dalam buku teks saja.
Para mahasiswa juga jauh lebih aktif tanpa harus diminta. Mereka akan senang hati menyampaikan pendapat mereka. Apalagi dengan latar belakang pekerjaan yang berbeda.
Setelah makan siang, Bumi kembali menjadi asisten dosen. Kelas internasional mendampingi Eko pada mata kuliah Ekonomi Internasional.
Membahas soal Perdagangan modern, pertumbuhan ekonomi, kebijakan internasional membuat Bumi lebih banyak belajar. Ia juga ikut mencatat semua penjelasan yang dipaparkan oleh Eko. Di pertemuan pertama ia tidak punya pekerjaan lebih karena masih dalam proses perkenalan.
Sekali lagi, hari ini cukup menyenangkan untuknya. Bumi lebih menyukai semester ini dibandingkan yang lalu. Kelas pascasarjana lebih mudah untuknya. Bumi merasa akan betah dengan ini.
Di penghujung hari, ia akhirnya harus menjadi dosen pengganti di kelas S1. Para mahasiswanya lebih ramai, riuh namun mendadak diam jika ditanya langsung. Namun hal-hal kecil itu justru membuatnya merasa hidup. Tingkah lucu dari mereka yang kadang membuatnya suka menjadi pengajar.
"Ih Pak Bumi. Gak nyangka lho kita ketemu lagi. Semester lalu nilai aku B+ lho di kelas bapak."ujar seorang mahasiswi yang tampak tersenyum sangat lebar menatapnya. Tingkah yang membuat para teman-temannya gemas lalu menoyor kepalanya ramai.
"Berarti semester ini nilai kamu minimal haru A. Kalo bisa A+."
Si mahasiswi tersenyum cerah. "Oke. Asal setelah lulus bapak lamar saya, ya."tantangnya membuat seruan kembali datang. Kali ini bukan hanya perempuan tetapi juga laki-laki.
"Males banget jodoh Pak Bumi cewek kayak lo. Pak Bumi tuh cocoknya sama tuan putri pake mahkota. Rambutnya panjang cantik gak kayak rambut lo yang mirip sarang tawon itu,"
Bumi tergelak mendengar berbagai celutukan. Lantas segera melerai dan memulai kelas dengan segera.
---
Love
--aku

KAMU SEDANG MEMBACA
Imperfect Princess [FIN]
RomanceApa yang paling penting dari sebuah kehidupan? Apa yang paling bermakna dari sebuah pencapaian? Proses. Unsur. Hara. Tidak ada yang jauh lebih penting dari setiap molekul yang membentuk sebuah proses hingga mampu bergerak menjadi kehidupan. Bergerak...