---
Wajah Vanka langsung memerah ketika ia melihat Bumi yang jatuh berlutut di depan pintu. Ekspresinya yang kaku langsung berubah lembut. Perlahan ia bangkit dari lantai lantas berjalan mendekat pada Vanka yang masih berdiri kaku.
"Sini--"
Bumi berlutut di hadapannya. Memegang sisi luar dan dalam paha kiri Vanka lalu menariknya dengan perlahan. Melepaskan benda yang menyangga pahanya seharian ini.
"Begini?"
Wajah Bumi mendongak. Menatap Vanka yang menunduk menatap apa yang sedang dilakukan oleh lak-laki itu. Ia menganggukkan kepala pelan. Ia lalu mendudukkan diri diatas kasur, membiarkan Bumi membuka lepas kaki palsunya sebelum disandarkan di samping kasur.
Tangannya lalu bergerak mengelus paha kiri Vanka dengan lembut. Menjalankan jari-jarinya menyusuri bekas jahitan pasca operasi yang dilakukan Vanka dua tahun lalu.
"Ini--sakit?"tanya Bumi dengan suara serak. Pertanyaan yang belum pernah didengar Vanka sejak kecelakaan itu. Semua orang seolah sepakat untuk diam dan tidak menanyakan apa yang ia rasakan atas kejadian yang menimpanya. Seluruh keluarga menjadi sangat protektif lebih dari yang sebelumnya.
Vanka tidak pernah lagi punya waktu untuk dirinya sendiri. Vanka bahkan tidak lagi punya ruang untuk kabur dari keluarganya sendiri. Semua orang dalam keluarganya seolah sepakat dengan memperlakukan Vanka seperti tuan putri yang tidak bisa melakukan apapun.
Ketika pertanyaan sederhana itu dilontarkan oleh Bumi, mata Vanka langsung berkaca-kaca. Bagian lutut hingga jemari kaki kirinya sudah hilang. Kaki kirinya itu bahkan sudah tidak merasakan apapun lagi. Namun entah kenapa, kini ia ingin menjawab sesuatu yang lain.
"Sakit,"bisiknya perih."--sakit banget."
Lirihan itu membuat Bumi kembali mengangkat kepala. Tangannya terus mengelus paha kiri Vanka dengan tangan kirinya. Sedang tangan kanan laki-laki itu perlahan naik untuk menyentuh wajah Vanka. Membawa tatapan gadis itu hanya melihat matanya.
"Duniaku hancur."ucap Vanka kemudian. "Devanka Gautama mati hari itu. Perempuan itu sudah mati dalam kecelakaan."
Tatapan Bumi yang teduh semakin melembut. Ia tidak mengatakan apa-apa. Hanya terus menyiapkan telinga untuk Vanka bisa terus bercerita.
"Perempuan mana yang baik-baik saja setelah kehilangan sebelah kakinya?"tanyanya pilu."Perempuan mana yang baik-baik saja ketika semua orang berusaha menenggelamkannya makin dalam?"
Pikirannya lalu berkelana kemana-mana. Mengingat kecelakaan maut yang merenggut seluruh hal baik dalam hidupnya. Malam itu adalah malam paling menakutkan di hidup Vanka. Semua hal yang ia suka malam itu berbalik menjadi bagian paling menyakitkan.
Sejak kecil, Vanka suka sekali berenang. Ia selalu ikut kelas-kelas renang. Sejak kecil Vanka juga sekali dengan balet. Menjadi satu-satunya cucu perempuan di Gautama dalam generasinya, Vanka menjadi tuan putri yang dielu-elukan semua orang. Semua hal-hal baik dan cantik diselipkan dinamanya.
Vanka yang pintar balet. Vanka yang gemar menari. Vanka yang hebat berenang. Vanka yang rajin ikut marathon. Vanka yang bisa melakukan semua hal-hal sekaligus. Vanka yang anggun, cantik dan menawan. Tapi juga Vanka yang kerena, kuat dan tidak terkalahkan.
Semuanya lenyap dalam semalam. Ia ingat sekali sewaktu dirinya bangun selepas operasi, semua orang memilih diam dan tidak mengatakan apapun terkait kecelakaan itu. Semua hal yang terjadi malam itu dianggap tidak pernah terjadi. Tidak ada satupun yang mengungkit.
Hingga akhirnya Vanka sadar ada yang salah dengan dirinya. Di suatu malam, ketika ia ditinggalkan sendirian yang hanya beberapa menit Vanka menemukan bahwa kaki kirinya tidak memberikan respon. Vanka menyibak selimut untuk pertama kalinya dan saat itu ia sadar bahwa ia sudah kehilangan kaki kirinya. Ia kehilangan bagian dari lutut hingga bawah.
![](https://img.wattpad.com/cover/352363879-288-k848618.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Imperfect Princess [FIN]
Roman d'amourApa yang paling penting dari sebuah kehidupan? Apa yang paling bermakna dari sebuah pencapaian? Proses. Unsur. Hara. Tidak ada yang jauh lebih penting dari setiap molekul yang membentuk sebuah proses hingga mampu bergerak menjadi kehidupan. Bergerak...