Baca lebih dulu bisa di Karya Karsa aku ya part-nya sudah lebih banyak, link ada di bio atau bisa dicari username katatiwi. Terima kasih supportnya.
Enjoy!
---
"Bis kamu udah lewat."
Bumi mengangguk mendengar ucapan Vanka. Ia masih bersandar dengan kepala mendongak menatap langit. Membuat Vanka akhirnya beringsut menjauh. Laki-laki itu tampaknya tidak sedang dalam kondisi yang bagus karena sejak kemunculannya, tidak ada sapaan ataupun senyum yang dilemparkan.
Vanka lalu hanya menunduk menatapi ujung sepatu putihnya. Tidak lagi berniat ingin membuka obrolan dengan Bumi.
Sadar akan hal itu, Bumi menoleh. Bibirnya tertarik membentuk senyuman tipis. ia bisa melihat wajah murung Vanka dari samping. Hingga membuatnya menghela napas panjang.
"Saya pikir kamu tidak nyaman dengan keberadaan saya dan obrolan-obrolan saya sebelumnya."
Ucapan itu membuat Vanka kembali menoleh. Menatap heran pada Bumi yang tampaknya juga bingung.
"Kamu canggung sekali hari itu. Saya pikir saya kelewat batas mengajak kamu makan secara spontan hanya karena dengar suara perut kamu. Kamu pasti gak enak untuk nolak karena saya ini dosen kamu, kan?"
Kepala Vanka langsung berputar. Menatap Bumi dengan pandangan tidak percaya. Ia lalu menggeleng tegas. Mengernyitkan dahi karena bingung dengan kesimpulan yang diambil oleh Bumi.
"Saya bukan orang seperti itu,"cicitnya pelan.
"Jadi saya yang salah sangka ya?"
Vanka mengangguk dengan cepat.
"Kalo begitu saya minta maaf sudah salah sangka. Memang terlihat sedikit aneh ketika dosen dan mahasiswa makan bersama, apalagi di luar kampus."
"Memangnya kenapa?"
Bumi langsung salah tingkah. Ia menggaruk telinga kirinya yang memerah sebelum menjawab.
"Biasanya banyak mahasiswa yang melakukan modus apapun untuk bisa mengambil hati dosennya. Atau dosen yang sengaja melakukan pendekatan personal pada mahasiswanya dengan iming-iming nilai bagus."
"Itu yang kamu lakukan pada saya malam itu?"
Ditanya langsung seperti itu membuat Bumi tergelak. "Tentu saja bukan. Lagipula apa yang bisa saya harapkan?"
Vanka tidak menjawab pertanyaan itu. Ia lalu menatap lalu lalang kendaraan di hadapan mereka. Hingga sebuah bis kembali berhenti.
"Hari ini saya tidak langsung pulang. Jadi naik bis yang berbeda, kamu masih menunggu jemputan?"
Bumi sudah bangkit dari duduknya. Ia memanggul tas ransel miliknya, lantas menatap Vanka yang masih bergeming.
"Saya boleh ikut?"
Pertanyaan terlalu mendadak. Bumi langsung menatapnya dengan bingung. "Ikut saya? Saya harus melakukan sesuatu dan lokasinya agak jauh."
"Saya boleh ikut?"
Gamang, Bumi mengangguk ragu. Berjalan menuju pintu bis yang terbuka, menunggu Vanka yang kini bangkit dan melangkah mendekat padanya.
Tanpa Bumi sadari, Vanka mengeluarkan ponsel dari dalam tas lalu menaruh di bangku halte. Membiarkan benda layar datar itu ditinggalkan pemiliknya.
"Kamu pernah naik bis?"
Vanka hanya tersenyum yang ditangkap Bumi sebagai jawaban tidak. Seluruh kursi sudah terisi, satu-satunya harapan adalah berpegang pada gantungan tangan yang menjuntai dari langit-langit bis. Bumi mengarahkan Vanka untuk berdiri di bagian tengah. Tidak terlalu berdempet dengan orang-orang di bagian depan dan belakang bis. Yang biasanya memilih tempat paling dekat untuk keluar.

KAMU SEDANG MEMBACA
Imperfect Princess [FIN]
RomanceApa yang paling penting dari sebuah kehidupan? Apa yang paling bermakna dari sebuah pencapaian? Proses. Unsur. Hara. Tidak ada yang jauh lebih penting dari setiap molekul yang membentuk sebuah proses hingga mampu bergerak menjadi kehidupan. Bergerak...