---
Vanka menatap wajah Bumi dengan tatapan tidak percaya. Semua yang keluar dari mulut bumi saat ini benar-benar membuatnya kaget luar biasa.
"Apa maksud kamu?!"desisnya.
Bumi membuka sedikit kain jendela, ia mengintip ke jalanan sebelum kembali menutupnya. Setelah yakin tidak ada lagi yang mengikuti mereka, Bumi akhirnya melepas ransel dari pundak.
"Keluarga kamu membakar usaha tempat saya bekerja setelah menyerahkan uang yang mungkin bernilai ratusan juta."
"Gak mungkin."
Bumi mengangkat alis. "Telfon Denaka Gautama kalo kamu gak percaya. Uang itu sudah saya kembalikan. Saya memang miskin, tapi saya punya harga diri."
Laki-laki itu berjongkok, membuka ransel lalu mengeluarkan seluruh isinya.
"Kamu dibekali semprotan lada dan bubuk cabai. Mereka pikir saya akan melakukan apa sampai kamu butuh perlindungan diri seperti ini?"
Wajah Vanka langsung pucat pasi.
"Tapi saya tidak akan tinggal diam. Jika mereka mau saya menjauhi kamu, hal itu tidak akan mereka dapatkan. Kamu ingat ucapan saya sebelum kamu masuk ke rumah saya?"
Vanka ingat sekali raut wajah serius itu.
"Saya gak akan melepaskan kamu, Vanka. Sekalipun harus melawan keluarga kamu sendiri. Seujung kuku-pun saya tidak akan melepaskan kamu."
Kalimat itu terdengar lebih seperti ancaman di telinga Vanka. Perlahan ia akhirnya ikut menurutkan tubuhnya. Duduk bersandar pada kasur kecil yang ada di ruangan itu. Kamar yang disewa Bumi sebagai tempat pelarian mereka.
"Sampai saya menyadari satu hal."Bumi lalu mengeluarkan kotak terakhir dari dalam ransel, membukanya perlahan hingga membuat wajah Vanka semakin pucat.
"I-ini--"
Wajah Bumi langsung melunak. Vanka belum membuka ransel dan menemukan kotak ini. Ia masih berusaha memproses semua ini dalam kepalanya.
"Ransel ini memang punyaku. Piyama dan benda-benda ini juga punyaku. Semprotan bubuk cabai biasanya diselipkan di tasku oleh papa atau Yasa untuk jaga-jaga. Tapi--"
Bumi mengerti. Vanka bahkan juga terlihat bingung dengan keberadaan pistol tersebut.
Ia lalu menyodorkan keras yang bertuliskan instruksi pada Vanka. Gadis itu langsung mendongak.
"Itu kenapa kamu sengaja ke gang buntu dan buang handphone aku di sana?"
Bumi mengangguk. "Kamu kenal sama tulisan ini?"
Vanka menggeleng kecil. Sedang Bumi mengeluarkan potongan kertas kedua, yang berisi ancaman untuk menjauhi Vanka.
"Rumah kamu dibakar dan pintu dibuka paksa. Itu semua untuk membawa aku pergi dari sana?"
Kenyataan itu masih sulit untuk diproses kepalanya. Memangnya ada apa dengan Bumi sampai semua orang melakukan ini?
"Sebelumnya saya menaruh percaya sama kamu."ucapan Vanka membuat Bumi menoleh. "Kali ini kamu bisa percaya sama saya kalo bukan Gautama yang melakukan ini semua?"
Tentu saja spekulasi itu juga dipikirkan oleh Bumi. Rasanya terlalu berrisiko jika Gautama melakukan ini semua dengan adanya Vanka bersamanya. Apalagi ketika di gang buntu tadi ia bisa melihat bahwa keselamatan Vanka tidak berada dalam prioritas mereka.
Hanya saja jika bukan Gautama, siapa orang iseng yang melakukan ini semua? Rasa-rasanya seumur hidup, Bumi tidak pernah ada musuh.
Mata Vanka lalu menemukan keanehan di salah satu botol semprotan. Tangannya terulur lalu mencongkel bagian bawah sebelum menemukan sebuah benda kecil berwarna hitam dengan lampu merah kecil yang berkedip di tengahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Imperfect Princess [FIN]
RomanceApa yang paling penting dari sebuah kehidupan? Apa yang paling bermakna dari sebuah pencapaian? Proses. Unsur. Hara. Tidak ada yang jauh lebih penting dari setiap molekul yang membentuk sebuah proses hingga mampu bergerak menjadi kehidupan. Bergerak...