20

618 93 4
                                    

---

Api sudah berkobar di bagian dapurnya, asap hitam membumbung memenuhi ruangan. Pintu belakang yang berada di sudut dapur terbuka lebar. Bumi yakin sekali seseorang sudah menyelinap masuk lalu memantik api di dapurnya. Ia tahu bahwa dirinya tak bisa mengejar langsung saat ini, jadi dirinya berbalik kembali menuju kamar.

Mengambil ransel milik Vanka yang tergeletak, menyusupkan beberapa pakaian miliknya dalam tas itu lantas memyampirkannya di bahu. Ia meraih hoodie yang menggantung di sandaran kursi, memakaikan pada Vanka yang tampak masih bingung dengan apa yang terjadi saat ini.

"Itu suara apa? Ini asap dari mana?"

Bumi meraih kaki palsu Vanka, membantu perempuan itu memasangnya kembali. Erat lalu membawa Vanka bangkit dari duduknya.

"Kamu percaya saya?"tanyanya tenang namun terkesan mendesak. Ia menaikkan tudung hoodie menutupi kepala Vanka. Menariknya turun hingga menutup paha Vanka.

"Bumi, apa yang sebenarnya terjadi?"

Bisa saja yang melakukan hal ini adalah keluarga Vanka, karena kini mereka bisa mendengar suara teriakan dari luar. Pintu utama terdengar dibuka paksa dari luar berkali-kali. Jika memang incaran mereka hanyalah menjauhkan Bumi dari Vanka, tidak mungkin mereka melakukan hal seberbahaya ini?

Tangan Bumi terangkat menggenggam wajah Vanka. Mendongakkan perempuan itu untuk menatap matanya.

"Devanka, kamu percaya?"

"Ada apa, Bumi? Ini asap dari mana? Kenapa mereka memaksa masuk?"

Bumi menundukkan wajahnya. Memejamkan mata sesaat sembari menghela napas panjang. Ia paham sekali bahwa Vanka pasti butuh penjelasan hanya saja sekarang mereka tidak punya waktu yang cukup.

"Aku hanya mau kamu denger satu hal, apapun yang aku lakukan nanti tidak dengan dengan niat sengaja untuk menyakiti kamu."

Ini kali pertamanya Bumi menggunakan 'aku' sebagai kata ganti. Apalagi dengan nada dan ekspresi yang begitu serius. Tentu saja membuat Vanka semakin bingung.

"Saat ini aku hanya butuh kamu untuk percaya sama aku, bisa?"

Hanya sebuah anggukan pelan dan Bumi tidak butuh apapun lagi. Ia membebat kain menutupi hidung dan mulut Vanka agat tidak menghirup asap yang semakin membumbung. Lantas menunduk untuk membawa tubuh Vanka dalam gendongannya.

Berkali cepat menuju pintu bagian belakang lantas berlari cepat menjauh dari sana. Menyelinap sebelum orang-orang yang mulai ramai berdatangan menyadari kepergian mereka.

---

Mereka sudah berkendara cukup lama. Setelah mengambil motor di ruko tempatnya biasa bertanding, Bumi mengajak Vanka berkendara malam itu. Bukan tanpa tujuan, ia yakin sekali sejak mereka menggunakan taksi hingga berkendara malam ini ada sebuah mobil van hitam yang tidak lepas mengikuti keduanya.

Mobil yang belum pernah dilihat oleh Bumi sebelumnya. Jika para bodyguard yang mengikuti Vanka kemana-mana selama ini selalu menggunakan jenis mobil yang sama. Terlalu berbeda dengan van hitam yang kini mengikuti mereka.

Vanka yang sedari tadi memeluk erat punggungnya tidak mengeluarkan suara apapun. Seperti yang diucapkannya tadi, ia akan memilih untuk mempercayai Bumi. Tidak peduli kemana ia akan dibawa, ia hanya perlu percaya Bumi tidak akan menyakitinya dengan sengaja. Sesuai janji laki-laki itu.

Namun saat Bumi membelokkan motor menuju sebuah gang yang tidak begitu besar yang ternyata buntu, Vanka mengerutkan dahi. Dan saat sebuah cahaya menyorot mereka dari belakang, ia baru menyadari bahwa ada sesuatu yang tidak beres malam ini.

Imperfect Princess [FIN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang