15

759 128 13
                                    

---

Jam pulang kantor sudah selesai sejak tiga jam yang lalu. Satu persatu para pegawai dalam gedung sudah meninggalkan pekerjaan mereka. Para keamanan gedung juga sudah berganti shift. Sudah berkeliling secara bergantian untuk memastikan keamanan.

Di salah satu sofa berwarna putih di sayap kanan lobby, Bumi masih menunggu kemunculan seseorang yang harus ia temui malam ini. Menurut informasi yang berhasil ia dapatkan, sosok itu belum turun karena masih ada agenda yang harus diselesaikan.

Tepat ketika jarum jam menunjukkan pukul delapan lewat tiga belas menit, beberapa orang dari bagian dalam gedung muncul. Para satpam yang tadi berdiri santai langsung berbaris dan tegap. Lalu mengangkat tangan hormat. Kompak mengucapkan selamat malam.

Bumi langsung bangkit dari duduknya. Sengaja maju dan berdiri dekat dengan pintu keluar otomatis agar bisa dilihat langsung oleh orang ia tunggu.

Yang ia dapat hanya senyuman tipis. Mendadak Bumi kehilangan suara untuk mengeluarkan kalimat-kalimat yang sudah ia siapkan. Laki-laki itu tampak sangat ramah sekaligus tak tergapai membuat siapapun akan sungkan untuk mengajaknya bicara.

Rombongan itu langsung hilang. Menuju mobil yang sudah sedia di depan lobby sebelum segera melaju meninggalkan gedung. Membuat Bumi akhirnya menghela napas panjang. Melangkahkan kaki menuju halte bus yang berada tak jauh dari gedung kantornya.

Ketika dirinya berdiri diam menunggu bus yang akan ditumpanginya, sebuah mobil tiba-tiba berhenti di hadapannya. Seseorang dari pintu depan turun lalu membukakan pintu penumpang.

"Silakan masuk, Pak Bumi."

Bumi mengernyitkan dahi. Tidak langsung masuk. Ia menundukkan tubuh, menelengkan kepala untuk melihat siapa yang duduk dibangku penumpang.

Senyum itu kembali terbit. Ia mengedikkan kepala untuk menyuruh Bumi untuk masuk mobil. Yang mau tak mau akhirnya dilakukan oleh Bumi.

Tepat setelah Bumi masuk dan seseorang dari kursi depan juga kembali masuk, mobil melaju pelan. Bergabung dengan kendaraan lain yang padat merayap malam itu.

"Apa kabar, Mas Bumi?"

Ditanya dengan sangat formal seperti itu membuat Bumi berdehem malu. Ia mengangggukkan kepala sopan.

"Ada yang mau dibicarakan sampai harus menunggu saya di lobby?"

Ini adalah kesempatan pertama dan mungkin akan menjadi kesempatan terakhir untuknya, jadi Bumi akan menggunakannya sebaik mungkin.

"Sebelumnya saya minta maaf atas kelancangan saya hari ini, Pak Denaka, tapi saya butuh dan merasa perlu meluruskan sesuatu."

Denaka mengangguk. Memusatkan perhatian pada laki-laki yang dibela adik sepupunya tempo hari.

Bumi menyodorkan sebuah paper bag di antara mereka. Membuat Naka mengangkat alis. Menunggu kalimat yang akan disampaikan Bumi selanjutnya.

"Jika menurut Bapak saya mendekati Vanka karena tahu bahwa dia adalah orang penting dan ingin memanfaatkan hal itu untuk kepentingan pribadi, bapak salah besar. Saya tidak tahu apapun tentang kehidupan pribadi Vanka hingga tadi malam."

Bumi meremas jemarinya satu sama lain. Tangannya mendadak berkeringat. Ia tidak tahu bahwa menghadapi Denaka begitu membuatnya gugup. Entah karena laki-laki ini keluarga Vanka atau karena Naka adalah orang penting sekaligus Direktur Utama perusahaan tempatnya bekerja. Yang punya kuasa untuk bisa memecatnya kapanpun.

"Mungkin Bapak sudah mencari tahu soal latar belakang saya lewat HRD atau jalur apapun, tapi mohon maaf saya tidak bisa menerima apa yang bapak  atau keluarga bapak lakukan pada saya."

Imperfect Princess [FIN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang