Sorry for typo(s)
---
Suara monitor di samping tempat tidur menjadi satu-satunya sumber suara dalam ruangan itu. Sama seperti sebelumnya dan tidak ada perubahan apapun. Ruangan dengan sebuah ranjang yang berada di dekat jendela dengan beberapa peralatan di kiri dan kanannya menopang kehidupan seorang wanita yang terlentang nyaman di atas ranjang.
Bunga mawar putih yang berada di vas atas nakas sebelah kanan tampak segar karena baru saja diganti. Menguarkan wangi di udara.
Bumi duduk di samping ranjang sembari mengenggam lembut jemari lemas tanpa respon apapun itu. Mengecupnya pelan lalu tersenyum menatap wajah tenang yang senantiasa menutup matanya tanpa lelah.
"Ibu hari ini apa kabar?"
Tidak ada balasan tentu saja. Namun Bumi tetap melanjutkan monolognya.
"Maaf ya aku jarang datang belakangan ini. Banyak kejadian yang terjadi akhir-akhi ini, bu."
Tangan kiri Bumi terangkat mengusap rambut yang mulai memutih itu dan mulai panjang. Lebih panjang dari terakhir ia berkunjung.
"Bumi sudah beli rumah baru, Bu. Kali ini kamarnya ada tiga. Bintang sama Bulan gak perlu berbagi kamar lagi. Ibu juga. Kalo Bumi nanti bisa tidur di ruang tengah."
Ia tersenyum membayangkan betapa menyenangkannya jika nanti mereka pindah dan Ibu sudah kembali sehat. Menyiapkan sarapan untuk mereka seperti saat keluarganya masih lengkap.
"Nanti Ibu bisa masak sayur asem dan tempe bacem soalnya kata tetangga bakal ada tukang sayur yang keliling tiap pagi. Ibu gak perlu capek-capek ke pasar lagi."
Bumi tertawa mengingat bagaimana dulu ibunya selalu mengeluh kepanasan karena menunggu bapak menjemput di pasar. Lalu mengomel panjang karena Bumi yang memaksa ikut justru malah membuat kedua adiknya menangis ditinggal bersama Bude.
"Omong-omong soal Bude, minimarket Bude kebakaran, Bu. Rumah kita juga. Tapi Bumi akan cari tahu dan memperjuangkan semuanya, Bu. Bumi akan seret siapapun yang udah melakukan hal keji itu ke pengadilan."
Wajah Vanka langsung terbayang di kepalanya.
"Mungkin Bulan sudah cerita. Bumi bertemu seseorang, Bu. Cantik sekali. Ibu pasti suka."
Bumi lantas menceritakan hari-harinya setelah bertemu dengan Vanka. Semua hal-hal baik yang ia rasakan setelah mengenal Vanka di hidupnya.
"Menurut Ibu, Bumi pantas tidak memiliki perasaan ini sama dia? Vanka terlalu nyata namun disaat bersamaan terlalu jelas jurang di antara kita. Ibu pernah bilang, cari pasangan itu yang setara. Kini rasanya Bumi mengerti maksud Ibu dulu."
Setelah itu Bumi berpamitan. Mengatakan ia harus segera kembali. Mengecup tangan, pipi dan dahi ibunya sebelum bangkit berdiri dan menutup pintu dengan pelan.
Yang tidak Bumi sadari, setetes air mata mengalir dari sudut mata Ibu masing tertutup rapat.
---
Bulan sudah masuk kamar sejak setengah jam yang lalu. Sedangkan Bintang masih menunggu Bumi yang baru saja selesai mandi dan berganti pakaian. Beruntung sekali pakaiannya juga sudah dibawa oleh adik-adiknya ketika pindah mendadak kemarin. Jika tidak, mungkin Bumi tidak akan memiliki pakaian saat ini.
Di depan teras dengan pencahayaan yang minim ditemani sebuah buku, Bintang menghisap rokoknya dengan perlahan. Menunggu sang kakak yang bisa ia tebak akan keluar tidak lama kemudian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Imperfect Princess [FIN]
RomanceApa yang paling penting dari sebuah kehidupan? Apa yang paling bermakna dari sebuah pencapaian? Proses. Unsur. Hara. Tidak ada yang jauh lebih penting dari setiap molekul yang membentuk sebuah proses hingga mampu bergerak menjadi kehidupan. Bergerak...