29

569 83 8
                                    

Sorry for typo(s)

---

Bumi baru saja akan memasuki toilet ketika lengannya ditarik dan dibawa berjalan cepat dari sana. Memasuki tangga darurat lantas berlarian turun dua lantai lalu membuka pintu menuju pintu lainnya paling ujung sebelum masuk ke ruangan yang memiliki kasur dan lemari dari sana.

Ia tidak tahu ada ruangan seperti ini di gedung kantornya membuat Bumi menoleh dan menemukan wajah asisten pribadi Direktur Utama perusahaan menatapnya sopan.

"Silakan."

Tangannya lalu menuntun Bumi berjalan lebih dalam sebelum membuka pintu yang langsung berhadapan dengan ruangan luas sang Dirut.

Denaka Gautama tampak sudah menuggu keberadaannya yang langsung mendekat dan mengulurkan tangan untuk berjabat.

"Selamat siang, Mas Bumi. Maaf mengganggu waktu istirahatnya. Mari, silakan duduk."

Dengan kaku, Bumi mengikuti langkah Denaka menuju sofa dan duduk di sana dengan punggung tegak sempurna. Ia mendadak tegang teringat pertemuan mereka yang terakhir dimana saat itu Bumi tergolong tidak sopan.

Denaka lalu menoleh pada sang asisten. "Teh saja, Andreas. Dan tolong suruh mereka masuk."

Andreas lalu menghilang dari balik pintu digantikan oleh dua orang yang membuat Bumi semakin menegang. Pasalnya sepasang suami istri yang kini mendekat dan duduk di hadapannya ini adalah orang tua Vanka.

"Apa kabar, Mas Bumi? Saya Dekian dan ini istri saya, Adena. Kami orang tua Devanka, jika Mas Bumi belum mengenal kami."

Tentu saja Bumi tahu siapa mereka. Dekian dulu sering muncul di televisi karena sepak terjang bisnis dan hubungannya dengan politisi negeri ini. Yang lalu menghilang dalam beberapa tahun terakhir setelah skandal yang menyeret nama orang nomor satu di ibukota.

Dengan sopan dan kaku, Bumi membalas jabat tangan itu. Mengangguk sopan menjawab dengan suara yang berusaha keras tidak terdengar bergetar.

Momen ini akhirnya menyadarkan Bumi betapa kecilnya ia dihadapan orang-orang ini dan kenyataan bahwa Vanka bukanlah orang sembarangan membuatnya meringis dalam hati.

Ia benar-benar telah terjerat dengan klan yang luar biasa. Nyalinya tentang kalimat tegas yang akan melawan seluruh dunia demi Vanka mulai ia pertanyakan dalam hati.

"Bagaimana kabar putri kami, nak? Apa dia baik-baik saja?"

Pertanyaan itu membuat Bumi sungguh bingung. Tutur Adena lembut dan jauh dari kesinisan. Bumi tadi sudah mengantisipasi bahwa mereka akan menghina lalu memakinya karena sudah membawa Vanka jauh dari keluarga. Namun yang ia dapatkan justru tidak ia sangka.

"Baik."ia menelan ludah. "Vanka baik."

"Oh syukurlah. Kamu dan keluarga juga baik-baik saja?"

Pertanyaan itu dilontarkan tanpa kesan sarkas. Bumi bisa melihat ketulusan di sana.

"Baik. Terima kasih."

Dekian menggeleng. "Justru kami yang berterima kasih. Kamu sudah menjaga Vanka disaat kami tidak bisa menjaganya."

Sudah Bumi katakan sebelumnya bahwa ia tidak akan mempercayai siapapun selain dirinya sendiri. Tapi ia akan melihat sejauh apa yang akan dilakukan mereka padanya dan Vanka.

"Saya mencintai Devanka."akunya kemudian. Membuat Dekian dan Adena mematung sebelum saling tatap dan tersenyum kecil. Matanya menerawang namun membalas dengan gumaman.

"Yang bisa saya tebak Vanka juga merasakan hal yang sama."

"Kami tidak setara. Latar belakang kami terlalu berbeda."

Imperfect Princess [FIN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang