Sensitive content
Trigger warning // abusive, child abuse, kekerasan, blood, bullying, sexual assult / sexual Harrasment, dead dove, trauma, mental health, selfharm
Sebuah langkah kaki dari dalam tempat kecil itu terdengar, tubuh Jimin masih terkulai disana dengan mata terpejam dan air mata yang mulai mengering.
"Oh anak yang malang, begitu jahatnya dunia pada sosok sepertimu" suara wanita yang terlihat begitu lemah dan rapuh terdengar membuat Jimin segera membuka matanya kembali, berusaha menggerakan tubuhnya yang penuh rasa sakit. Perlahan ia mendudukkan dirinya meski rasa sakit itu seolah akan menghentikan detak jantungnya kala itu juga, menoleh dengan sisa tenaga dan menatap seorang wanita tua yang memiliki wajah yang begitu tenang dengan tatapan sedih.
Jimin mengusap air matanya, dan segera meraih pakaiannya yang berserak kan untuk menutupi dirinya, dengan malu ia menundukkan kepalanya. Wanita itu hanya berdecak kecil melihat bagaimana tubuh Jimin di penuhi oleh luka dan cairan menjijikan. Tangannya terulur untuk menyentuh wajah itu, membuat Jimin mendongak dengan mata sayu
"Menyakiti kekasih sang pemilik neraka sungguhlah dosa terbesar yang mereka perbuat" lirih wanita tua itu, membuat Jimin meliriknya bingung, tak mengerti dengan kalimatnya.
"Nak... Apakah kau ingin membalaskan dendammu?" Pertanyaan wanita itu membuat Jimin terdiam
"Apakah kau ingin melampiaskan segala rasa sakit dan lukamu selama ini?" Wanita itu kini meraih lengan Jimin, memperlihatkan luka-luka goresan di kedua tangannya yang membuat Jimin terkesiap dan akan menarik tangannya, namun entah mengapa wanita tua itu begitu kuat hingga sulit untuknya melepaskan diri
"Apakah kau masih ingin tetap seperti ini?" Pertanyaan telak yang membuat Jimin kembali terdiam, matanya kini menatap wajah wanita tua itu dengan keterkejutan
"Apakah kau masih ingin di hancurkan oleh mereka?"
"Apakah kau pernah berusaha melawan mereka?"
"Apakah kau pernah berusaha untuk lari dan memusnahkan mereka?"
Wanita itu melepaskan lengan Jimin, masih dengan mulut terbuka memberikan pertanyaan demi pertanyaan yang membuat Jimin segera menutup kedua telinganya dengan panik. Keringat dingin membasahi tubuhnya
Ia tidak pernah ingin di hancurkan lagi oleh mereka
Ia sudah berusaha untuk melepaskan diri dari mereka
Ia sudah pernah melawan mereka
Ia sudah pernah berusaha lari dari jeratan mereka
Namun, mengapa? Mengapa begitu sulit untuknya bisa bebas?
"Apakah kau ingin kebebasan?" Sekali lagi pertanyaan itu membuat Jimin terkejut dan segera tersadar dari benaknya. Ia kembali mendongak dan melihat sosok wanita yang kini seolah menjadi lebih tinggi menjulang, menatapnya dengan tatapan yang sangat aneh seolah tengah mengintimidasi juga menunggu jawabannya dengan serius.
Jimin seolah tidak bisa bergerak di buatnya, ia seolah di tekan di tempat itu hingga ia menjawab pertanyaannya namun anehnya ia seolah merasa jika ia tidak memiliki jawaban lain selain, menganggukkan kepalanya dan menjawabnya
"Ya, aku ingin kebebasan"
Seolah... Teriakan dan keinginan terdalamnya keluar begitu saja tanpa bisa ia kontrol.
Wanita tua itu tersenyum mendengar jawabannya, wajahnya kembali seperti semula dengan senyum hangat menenangkan. Ia mulai mengeluarkan sesuatu dari saku celananya, Jimin memperhatikannya hingga sebuah benda kecil berbentuk bulat dengan akar-akar bunga melingkar membentuk sebuah cincin.
Wanita tua itu menunjukkannya pada Jimin, dan tersenyum sembari berkata
"Pakai ini. bawa ini ketempat rumah kayu di atas bukit itu, maka kau akan dibebaskan dari segala hukumannya" wanita tua berbalik dan menunjuk sebuah bukit yang terlihat jauh namun terasa begitu dekat olehnya, meletakkan cincin itu di tangan Jimin"Ingat, kau harus memakainya selama perjalananmu hingga ke rumah kayu itu, panggil namanya dan berikan setitik darahmu padanya. Ia akan mengenalmu, dan ia pula yang akan membebaskanmu. Percaya padanya, Jimin" wanita tua itu menjelaskannya secara singkat juga jelas dan Jimin seolah tak bisa menolak semuanya. Ia seolah dipaksa untuk menerimanya dan melakukannya, namun yang semakin membuatnya bingung adalah ketika wanita tua itu memanggil namanya
Sebelum Jimin bisa bertanyan, wanita itu hanya mengusap wajahnya sebelum berjalan kembali kedalam tempat kecil gelap itu, yang Jimin yakin sekali bahwa tempat itu adalah jalan buntu.
Tubuhnya terdiam kaku di tempat, dengan salah satu tangannya masih menggenggam cincin pemberian wanita tua tadi.rasa penasaran dan ingin tahunya begitu kuat, juga keinginannya untuk terbebas semakin terasa kuat, mengetahui bahwa ada seseorang yang bisa membantunya, namun lagi ini semua begitu aneh dan mustahil untuk di percaya.
Jimin takut jika harapannya kembali dijatuhkan dan hanya ada rasa sakit yang semakin parah untuknya.
Ia menatap kearah bukit itu, bukit yang diterangi oleh sinar bulan.
Ia harus kembali, ia yakin ini semua hanya mimpinya. ia harus kembali dan beristirahat.
Ia membawa tubuhnya dengan terseok-seok, kepalanya tertunduk pakaiannya sudah rusak dan kotor. Ia terlihat begitu menyedihkan, tatapan orang yang berlalu lalang menatapnya dengan aneh hingga sebuah bisikan terdengar di antara mereka
"Kekasih sang pemilik" Jimin terdiam, kepalanya terdongak dan menatap sekeliling, dimana para penduduk desa menatapnya dengan tatapan yang sangat sulit Jimin artikan
Itu bukan tatapan menjijikan maupun penasaran juga iba. Ia tahu itu, ia jelas tahu bahwa tatapan mereka sangat berbeda.
"Jimin?" Suara berat yang sudah tak asing lagi ditelinganya, tubuh Jimin menegang, wajahnya menjadi pucat. Perlahan tubuhnya berbalik dan ia melihat sosok yang tak pernah ia ingin temui selama ia berlibur
Bagaimana bisa Ayahnya berada di desa ini?
Sosok pria tua yang memiliki wajah tegas dan jahat, wajah yang sangat ia benci hingga ia bisa mengobarkan jiwanya hanya untuk bisa lari dari pria itu.
Sosok tua itu menatap keadaan Jimin hingga sebuah senyum kecil terlihat di bibirnya
"A-ayah... Apa-apa yang...?"
"Aku memiliki beberapa bisnis ditempat ini dan tak sengaja melihatmu, jadi sekolahmu berlibur di desa ini. Huh?" Ayahnya mulai berjalan mendekat membuat tubuh Jimin bergetar disetiap jarak yang mulai menepis, ia semakin memeluk dirinya seolah berusaha bersembunyi dari pria tua itu saat ini juga.
Tangan keriput itu mulai menaiki pundaknya dan menekannya dengan kuat hingga tubuh Jimin semakin bergetar takut, mulut pria tua itu mendekat kearah telinganya dengan senyum tipis
"Dasar jalang sialan, apakah kau berharap untuk ditiduri di jalan ini oleh mereka?" Mendengarnya segera membuat Jimin menggeleng kencang, wajahnya semakin pucat dan matanya bergerak dengan gelisah
"Ikut aku sekarang" perintah ayahnya yang jelas tidak bisa ia tolak. Karna kebebasannya telah hilang, ia tidak pernah memilikinya
Apakah iya?
Apakah benar ia tak memilikinya?
Tubuhnya segera terdiam kaku ketika pertanyaan itu terlintas dikepalanya. Ia menatap kearah tangan terkepal dimana disana masih ada cincin pemberian wanita tua
Kebebasan
Ia bisa mendapatkan kebebasan
"Apa yang kau lakukan?"
Ia segera melepaskan tangan Ayahnya dari pundaknya dengan sekuat tenaga, tanpa menoleh ia berbalik dan menggerakan kakinya sekuat tenaga, menghiraukan teriakan sang Ayah yang marah besar dengan sikapnya. Ia berlari sekuat yang ia bisa menuju bukit itu, air mata mengalir deras dari kedua matanya
KUMOHON BERIKAN AKU KEBEBASAN ITU! Apapun itu akan ia berikan padanya
APAPUN ITU, IA HANYA INGIN KEBEBASANNYA!
To be continue
2023.09.17
KAMU SEDANG MEMBACA
Middle of the night
Fanfic• Middle of the Night • Written by Ldy_rw Kookmin story | BL story Demon Jungkook | Human Jimin - Ia hanya ingin terbebas dari kecaman mematikan yang setiap harinya. Ia hanya ingin terlepas dari belenggu yang membunuh dan menghancurkannya. Ia hany...