Chapter 8

414 50 2
                                    


Note : chapter ini masih mengandung flashback dan untuk chapter selanjutnya juga akan sama hingga kalimat "flashback end" muncul. 

Flashback

suara kicauan burung yang menjadi awalnya pagi, di sapa dengan matahari yang mulai menerangi permukaan belahan dunia. sesosok pria manis dengan senyuman tipis di bibirnya tengah memberikan beberapa burung disekitar makanan kecil, menyapa mereka seperti mereka sudah menjadi sahabatnya. 

"Jimin" panggil seseorang dengan suara yang sudah tak asing bagi Jimin. Ia mendongak dan menoleh untuk melihat sosok itu, dengan senyum lebarnya ia segera menyapa mereka. 

"Jung Hee!" ia segera bangkit berdiri meninggalkan teman-teman kecilnya dan menghampiri kedua orang yang saat ini tengah tersenyum lembut menatapnya, Jimin bisa melihat tumpukan makanan di belakang tubuh kedua pria itu. 

ketika ia mendekat, ia dengan mata berbinar menatap Jung Hee yang tersenyum penuh kelembutan di wajahnya. "apa yang kau bawa kali ini?" tanya Jimin dengan semangat. salah satu temannya, hanya menyapa Jimin dan membawa tumpukan makanan itu kedalam rumah kayu yang tidak mewah namun begitu asri. Jung Hee segera meraih tas selempangnya dan mengeluarkan sebuah kertas dan juga kuas, juga tinta hitam. ketika Jimin melihat itu ia segera membelakkan matanya 

"ini adalah kertas dan juga kuas, kau bisa menggambar disini untuk mengisi waktu luangmu" jelas Jung Hee dengan mata yang tak pernah lepas dari wajah semangat Jimin, memperhatikan setiap lekukan wajah pria itu. wajah yang lembut, tanpa adanya ketegasan, bibir yang tebal, hidung yang mungil dengan senyum yang begitu manis. Jung Hee hanya diam memperhatikan setiap pahatan indah itu, sama seperti dirinya di masa lalu, yang terpana akan kecantikan seorang bayi yang baru lahir. 

Jimin meraihnya dengan lembut dan berloncat-loncat dengan senyuman bahagia di wajahnya 

"Terima kasih banyak! kau yang terbaik!" serunya, segera fokus dengan mainan barunya dan bersemangat untuk mencobanya. Jung Hee hanya terdiam dibelakang sana dengan senyum di wajahnya. temannya yang telah selesai merapikan barang-barang bawaan mereka menatapnya sekilas sebelum akhirnya menghela nafas kasar. 

"Jung Hee! sudah saatnya kembali!" serunya menyadarkan Jung Hee dari lamunannya, Jung Hee mengangguk dan segera menaiki gerobaknya lagi, bersiap untuk berangkat, namun sebelum itu ia menoleh kearah tempat tinggal Jimin berada, satu-satunya tempat di atas gunung yang terpencil dan tak ada seorangpun yang boleh masuk selain mendapatkan ijin dari kepala desa. 

Jimin tersenyum dengan senang dengan hal baru di hadapannya, banyak hal yang sudah ia lakukan, namun semua ini membuatnya sangat bosan, namun tak lama ia menyadari suara yang sudah semakin menjauh. ia berlari keluar dan melihat bahwa gerobak itu sudah semakin menjauh. ia menatap dengan pandangan kosong, bahkan ia dilarang untuk berbicara dengan sosok yang sudah menemaninya sejak ia lahir. ia tersenyum dengan miris dan tertawa getir. inilah hidupnya. 

hidup dengan penuh pujian namun juga penuh rasa sepi, berharap jika ada sosok yang bisa mengisi hari-hari kosongnya. 

***

hari semakin menggelap, matahari menyapa bulan yang mulai tersenyum terang padanya, bersama dengan bintang-bintang yang tertawa menemani sang bulan di antara gelapnya malam. bunyi nafas terengah dengan gemerisik daun yang saling berjumpa, sesosok tubuh kecil itu berlari dengan keras berusaha untuk menjauh dari bayangan yang bersembunyi di antara gelap. fitur tubuh yang terlihat layaknya manusia di bumi, namun ketika memperhatikan dengan lebih jelas di antara gelap ada sebuah tanduk yang mengacung di kedua sisi kepalanya dengan salah satu dari mereka yang terlihat hanya setengah saja. 

rahang wajahnya mengeras dengan langkah kaki yang tidak berhenti untuk berlari hingga ia tidak menyadari didepannya terdapat jurang yang dalam menunggunya untuk terjatuh dan terjun bebas. tubuh kecilnya segera terjatuh tanpa diberikan aba-aba, wajahnya segera menegang, angin berhembus dengan kencang seolah berusaha untuk memeluk tubuh kecilnya. matanya terpejam hingga rasa dingin dan basah menyentuh seluruh tubuhnya, matanya yang terpejam segera terbuka, dengan cepat ia menggerakan tubuhnya berusaha menggapai tepi sungai dengan nafas terengah-ngeah. ia berusaha untuk mengangkat tubuhnya keluar dari sungai, tangannya menggapai tanah hingga kuku-kuku jarinya terluka, aliran sungai yang deras berusaha untuk menariknya masuk kedalam sungai kembali namun dengan sisa kekuatan yang ia miliki, ia berusaha untuk kembali naik. 

ia segera terlentang di tanah itu, dengan nafas terengah-engah dengan penuh kelegaan. rasa lelah mulai menyerang, matanya menatap kearah langit malam dimana bulan tengah bersinar terang menatap tubuhnya yang basah, hembusan angin yang dingin seolah berusaha memberinya sapaan hangat, dengan luka di sekitar tubuhnya yang tidak lagi bisa ia rasakan. 

***

suara yang lembut dan halus dengan nada yang ceria terdengar, ia tengah menyanyikan lagu yang menenangkan. sosok pria itu merasakan rasa hangat dan kasih sayang hanya dari suara itu, sebelum akhirnya rasa sakit menyerang dibagian dadanya. 

"Akhhh" serunya, membuat suara itu berhenti, matanya mulai terbuka dengan cahaya terang yang menusuk pengheliatannya, sehingga ia harus mencoba untuk membiasakannya. hal lain selain cahaya terang yang ia lihat adalah sesosok anak remaja yang terlihat seperti seumuran dengannya, sosok itu memiliki wajah yang sempurna dan indah, rambut pirang yang pendek dengan tatapan mata satu juga bibir merah yang tebal, pipi yang terlihat cocok untuk di remas. 

ia terpana untuk pertama kalinya. ia terpana akan sosok yang ia ketahui jelas sangat berbeda jauh dengan dirinya. ia terpana dan ia merasa jika ia ingin memilikinya, kecantikan yang berada di antara gelap dan buruknya dunia, ia mencari-cari keindahan ini, keindahan kekal yang bahkan dunianya tak bisa dapatkan. 

"apa kau baik-baik saja? halo? bisakah kau mendengarku?" sapa anak itu dengan wajah khawatirnya. ia tersadar dari lamunannya segera bangkit dan menatap sekeliling dengan bingung dan was-was, matanya menelisik setiap bagian di dalam rumah kayu itu, terlihat sederhana namun nyaman. tak jauh darinya terdapat beberapa buku dan benda-benda asing yang ia tahu hanya manusia-manusia bumi yang memilikinya, lalu ia kembali menoleh kearah sosok itu, tubuhnya lebih kecil darinya dan ia terlihat.... menggemaskan. 

"apa kau baik-baik saja? aku menemukanmu tak jauh dari sungai dengan tubuh yang basah" ia memilih untuk tak menjawab, merasakan rasa ketat di tubuhnya dan menyadari jika ia tidak lagi mengenakan pakaiannya. seolah menyadari kebingungannya, pria kecil itu segera tersenyum dengan malu

"p-pakaianmu basah, hi-hingga aku membantumu untuk menggantinya dengan pakaian milikku, dan nyatanya itu terlalu kecil untukmu, maaf..." 

"A-aku juga tidak melakukan hal yang buruk padamu!!" jelasnya dengan nada canggung dan panik. melihat wajah panik itu seketika membuat sebuah senyum muncul dari wajahnya, tanpa ia sadari wajahnya yang selama ini tidak pernah tersenyum, kini tersenyum tanpa ia sadari, karna sosok di depannya. sosok indah didepannya 

"siapa namamu?" tanyanya dengan datar, sosok pria kecil itu menatapnya dengan takjub menyangka jika pria itu tidak memiliki kemampuan untuk berbicara, segera dengan canggung dan malu ia membalas. "Jimin, Park Jimin" 

ia mengangguk membalasnya dengan senyum tipis, "Jeon Jungkook" 

To be continue 

2023.10.07

maaf ya kalo ada yang kurang, atau bagian ini sedikit aneh karna aku ngerjainnya pas ada di kelas jadi agak ga fokus hahaha

Middle of the nightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang