Chapter 17

374 45 4
                                    

Trigger warning!
Blood, 18+, cursed, mental health problem

"Tidak, tidak..."

"Aku tidak melalukannya. Bukan aku"

"Bukan aku"

"Tidak, bukan"

"Bukan.... Kubilang bukan aku"

"IBUUU IBUUUU"

Suara teriakan kembali terdengar di salah satu bilik ruangan, beberapa derap langkah kaki terdengar menuju kearah kamar tersebut, pintu terbuka dengan kencang memperlihatkan ruangan yang berantakan, hancur berantakan dan kurangnya penerangan.

"JUNG-HEE?!!!" Teriakan terkejut itu terdengar, sosok wanita yang masih terlihat cantik dan anggun di umurnya yang sudah berkepala 5 itu segera berlari kearah sang anak yang tengah meringkuk di ujung kamar dengan kedua tangan yang menutup kedua telinganya dengan takut. Kepalanya menggeleng kencang berkali-kali, mulutnya terbuka lebar hanya untuk berteriak ke berbagai arah dimana tidak ada siapapun disana.

"BUKAN AKU BUKAN AKU BUKAN AKU BUKAN AKU BUKAN AKU BUKAN AKU BUKAN AKU BUKAN AKU BUKAN AKU"

Ia terus berteriak menolak pelukan ibunya, hingga mendorong tubuh wanita itu menjauh, kembali memeluk dirinya sendiri dengan wajah pucat.

"ITU SALAHNYA, SALAHNYA KARNA IA MENARIK PERHATIANKU, SALAHNYA KARNA IA MENERIMA KETIKA AKU MELAKUKAN HAL ITU PADANYA, SALAHNYA KARNA AKU TAHU IA MENIKMA-"

"ARGHHHH ARGHHHG SAKIT SAKIT, IBUU SAKIT. INI SAKIT" ucapannya terhenti tergantikan dengan teriakan ketika ia mulai merasakan rasa panas di balik punggungnya, ia segera menarih pakaiannya, merobek pakaiannya. Segera tubuhnya menggeliat tak nyaman dengan teriakan rasa sakit, ia mulai menggaruk bagian punggungnya terlepas ia merasakan panas dan sakit. Ia tetap terus menggaruknya hingga itu mengeluarkan darah yang deras, mencuatkan daging-daging kulitnya

Sang Ibu terdiam dengan pandangan tak percaya begitupula dengan beberapa dokter yang berdiri didepan pintu, mereka memandang semuanya dengan tak percaya.

"Panas, panas, panas" Ia kembali menggeliat dengan tak nyaman, kepalanya terasa pening, ada rasa tak nyaman dalam dirinya yang hingga ia tidak menyadari bahwa ia mulai mengeras, bahwa ia kini membuka seluruh pakaiannya hingga tak ada selembar kain di tubuhnya. Ia mulai menyentuh dirinya sendiri dengan gila, mendesah dan menggeram seolah ia masih begitu baru akan hal ini.

"JUNG-HEE, APA-APA YANG KA-KAU AAAAKHHHH" Sang Ibu segera berteriak dengan kencang, tak percaya dengan apa yang ia lihat dengan kedua matanya, namun Jung-Hee tak peduli, ia memasang wajah yang sangat-sangat aneh, matanya memutih dengan lidah yang terjulur keluar membuat siapapun yang melihatnya seolah hanya ingin mengeluarkan isi perut mereka.

"APA YANG KALIAN LAKUKAN, LAKUKAN SESUATU. JANGAN DIAM SAJA, HENTIKAN DIA!!! HENTIKAN DIAAAA!!!!!" teriak sang Ibu berkali-kali dengan tangisan kencang. Sosok anggun dan jelita itu menghilang begitu saja tergantikan dengan sosok yang terlihat begitu takut, frustasi dan sedih. Pakaian rapinya berubah total menjadi berantakan dengan rambut yang sudah tak lagi tertata rapi. Matanya masih menunjukkan rasa jijik, dan tak percaya dengan apa yang ia lihat dihadapannya.

Para Dokter mulai bergerak dengan cepat, menyuntikannya obat penenang hingga ia tertidur dan semua menjadi terdiam. Seolah bumi ikut berhenti berputar, nafas terengah wanita tua itu dapat terdengar jelas, bola matanya bergetar.

Ia tidak tahu dosa apa yang telah ia perbuat.

Tidak, lebih tepatnya. Dosa apa yang Jung-Hee telah perbuat.

***

"Hnggghh..." Suara desahan kecil keluar dari bibir tebalnya, Jimin membuka matanya merasakan sinar matahari yang menerpa wajahnya. Ia berusaha untuk membuka matanya dengan perlahan menyesuaikan dengan cahaya

"Jungkook?" Jimin menatap sosok yang tengah berdiri menghadap kearah jendela dengan kaus putihnya dan celana tidur panjang berwarna biru tua, sedangkan Jimin mengenakan baju tidur dengan warna senada namun tubuhnya tenggelam didalam baju itu sehingga ia hanya mengenakan celana dalamnya saja, membuatnya terlihat begitu menggemaskan. Jungkook menoleh dengan senyuman lebar di wajahnya, ia segera berjalan menuju Jimin yang masih terkantuk-kantuk, Tengah mengusap matanya dengan bibir yang mengerucut. Jungkook meletakkan cangkirnya di meja nakas, mengecup kedua mata Jimin, kedua pipi Jimin dan bibir pria kecil itu dengan senyum di wajahnya.

Jimin melingkarkan tangannya di sekitar leher Jungkook, matanya masih terpejam dan Jungkook mulai mengangkat tubuhnya ala princess style.

Jimin menyandarkan kepalanya di dada bidang milik Jungkook dan kembali tertidur dengan dengkuran halus yang mana membuat Jungkook tersenyum dengan dengusan kecil, membawanya menuju kamar mandi untuk mencuci muka juga menggosok gigi, Jungkook meletakkan Jimin di meja dekat wastafel, memberikan pria itu kecupan lagi. Membantunya untuk mencuci wajah juga menggosok giginya dengan perlahan, Jimin membuka mulutnya dengan mata terpejam

"Sayang, muntahin dulu" Jimin membuka mata dan menoleh kearah wastafel, menundukkan kepalanya dan memuntahkan airnya, lalu ia tersenyum lebar dengan gigi yang ditunjukan jelas membuat Jungkook terkekeh melihatnya dan merasa gemas hingga ia memberikan kecupan dalam pada pipi pria itu.

Tubuh Jimin kembali di angkat, kali ini Jimin memeluk Jungkook layaknya koala. Jungkook membawanya menuju ruang makan dimana seorang pembantu sudah siap memasakan sarapan untuk mereka, Jungkook akan selalu menyuapi Jimin terlebih dahulu hingga makanan pria itu habis baru ia akan memakan sarapannya, meski ia tidak memerlukannya.

Ini sudah menjadi rutinitas mereka, semenjak Jimin mengetahui jika rumah yang ia dan Ayahnya tinggali sudah kosong entah sejak kapan, barang-barang milik sang Ayah masih berada disana namun pria itu tak pernah kembali ataupun terlihat lagi yang membuat Jimin memutuskan untuk tinggal bersama Jungkook. Jungkook memberikannya begitu banyak perhatian, Jimin dimanjakan dan dicintai hanya dengan pria itu dimana tak pernah ia dapati sebelumnya.

Bahkan, Perlahan ia telah melupakan sang Ayah juga Jung-Hee dan kawan-kawannya, yang bahkan sudah tak lagi muncul di sekolah. Ia tak ingin lagi berurusan dengan masa lalunya dimana kini ia telah mendapatkannya kebahagiaannya.

Jungkook, biasanya akan pergi untuk mengurusi beberapa hal yang tak Jimin ketahui apa itu, namun sisa hari pria itu akan dihabiskan bersama Jimin, terkadang Jimin lupa jika Jungkook bukanlah sosok manusia yang ia kenal dahulu, namun meski begitu Jungkook akan selalu bersikap dan berperilaku layaknya  seorang manusia untuk Jimin yang dimana semakin hari membuat Jimin melupakan sosok asli pria itu.

"Kau tak akan menunjukkannya ataupun menceritakan segalanya pada dia?" Tanya Hoseok, kedua tangan ia masukkan kedalam kantung celananya, menatap Jungkook yang kini sibuk dengan urusan neraka. Ia masih sulit terbiasa dengan perbedaan Jungkook dineraka juga ketika pria itu dibumi bersama Jimin.

Jungkook mengangkat alisnya seolah bingung dengan maksud Hoseok

"Kau tahu apa maksudku" Jungkook mulai bersandar pada kursinya

"Aku tak mengerti apa maksudmu, Hoseok"

"Ya, kau tahu. Kisahmu tentang dia dan kau juga desa bulan. Apa kau tak ingin menceritakan keseluruhan kisah padanya?"

"Untuk apa?" Hoseok menatap Jungkook dengan pandangan tak percaya

"Bukankah ia berhak mengetahui segalanya yang telah terjadi?"

Jungkook terdiam tak berbicara, melihat reaksinya membuat Hoseok dengan berani maju beberapa langkah

"Kau tak mungkin akan menyimpan semuanya bukan? Kau perlu memberikan kejujuran dan kenyataan padanya! Ia berhak tahu akan hal yang terjadi di masa lalu"

"Untuk apa? Hoseok, bukankah kita hanyalah mahluk penuh dosa? Kejujuran? Apa itu? Sejak kapan mahluk seperti kita memerlukan sebuah kejujuran?"

"Jika aku bisa membuatnya berada di sisiku didalam kehidupan yang tak akan pernah berakhir ini dan dipenuhi oleh kebohongan. Aku tak memerlukan kejujuran, karna bukankah itu salah satu dosa yang berbahaya didunia ini? Dosa yang diperbuat oleh manusia, dosa yang memenuhi muka bumi ini."

"Because truthness will destroy everything we have desire"

To be continue
2024/01/31

Middle of the nightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang