Chapter 15

328 41 3
                                    

Trigger warning!

Malam setelah kejadian Jimin segera di bawa kembali ke kota untuk mendapatkan perawatan yang lebih baik, hal itu tentu saja menggemparkan murid-murid sekelas yang sedang berlibur, kini seisi bus hanya di isi oleh kesunyian dan wajah pucat pasi, kebahagiaan mereka di renggut begitu saja ketika mereka mendengar berita yang terjadi pada Jimin, ditambah malam itu Jimin lagi-lagi bersama dengan Jung-Hee dan kawannya

Tentu, mereka tahu apa yang Jung Hee perbuat pada Jimin tak hanya sekedar penindasan biasa. Mereka semua hanya bisa terdiam tak ada yang berani membuka suara, khawatir jika mereka akan terkena dampaknya juga.

Suara ponsel berdering, membuat mereka terjengit kejut segera menoleh kearah sumber suara, yang nyatanya merupakan dering dari guru mereka. Guru itu segera mengangkatnya dengan ragu, ia berdehem dan menetralkan nafasnya ketika mengetahui siapa yang menelpon.

Para murid kembali diam namun telinga mereka tertuju pada guru itu, jelas tahu siapa yang menelpon dilihat dari wajah kaku guru mereka dan ketegangan diwajahnya.

Mereka lebih tahu siapa yang paling ketakutan disini karna masalah ini.

"Baik"

"......"

"Huh.... Baik, baik saya akan mengikutinya sesuai prosedur"

".....baik, namun saya harus terlebih dahulu mengabari para orang tua murid  untuk mendapatkan ijin mereka"

"...."

"Baik, terima kasih Pak"

Ponsel dimatikan dengan helaan nafas yang dalam, sang guru hanya bisa memijat keningnya dengan wajah yang kacau. Semalam ia tidak bisa tertidur dengan tenang hanya memikirkan masalah ini. Ia berpikir bahwa tindakan Jung-Hee dapat teratasi tanpa diketahui oleh pihak berwajib, namun sepertinya untuk masalah ini ia harus melaporkan pada kedua orang tua pria itu langsung.

Ia mulai mengetik beberapa pesan didalam ponselnya, membagikannya pada setiap orang tua dengan pesan yang dibuat sebaik mungkin, sebelum akhirnya ia menekan satu kontak dan dengan gugup mendekatkannya pada telinganya.

Bunyi telpon terhubung membuatnya sedikit berjengit, mendengar suara yang sudah tak asing masuk kedalam telinganya membuatnya segera menyapa sosok tersebut dengan sangat sopan. Mulutnya terbuka menjelaskan hal yang telah terjadi dan setelahnya ia hanya mendengar suara terdiam diseberang sana, ia sempat melihat kearah layar ponsel untuk memastikan jika telponnya tidak dimatikan namun nyatanya itu masih terhubung

"Saya akan mengurus hal ini, terima kasih"

Ponsel dimatikan secara sepihak tanpa guru itu bisa membalas dan memastikan, namun ia hanya bisa menerima semua itu dengan helaan nafas dalamnya lagi.

Para murid mulai ketakutan ketika mereka memikirkan hal yang sama

Pertama, orang tua mereka akan mengetahui bahwa ada sosok dikelas mereka yang dibully sebegitu mengerikannya

Kedua, Orang tua Jung-Hee akan datang dan mereka tak tahu apa yang orang tua pria itu lakukan pada mereka....

Maupun, Jimin....

***

"Maafkan aku, terlalu lama untukku menyadari bahwa kau sudah begitu banyak menderita. Tunggu aku menyelesaikam segalanya, tunggu aku memastikan bahwa semuanya akan baik-baik saja. Aku akan membawamu pergi jauh dari sini... Sangat-sangat jauh"

"HAH!!" Ia membuka matanya dengan nafas tersenggal-senggal, dadanya ia remat kuat karna rasa sesak didada yang tak bisa ia hentikan. Seluruh pendengaran dan pengheliatannya mulai menjadi jelas, menyadari jika ia berada di tempat yang berbeda

Bunyi suara monitor terdengar disamping telinga dengan bau obat yang tercium kuat. Matanya menatap sekeliling dengan penasaran hingga akhirnya ia menyadari dimana ia berada, bunyi pintu lamar terbuka dan langkah kaki mulai mendekat. Ia menatap sosok itu dengan bingung

"Park Jimin?"tanya sosok itu

Ia hanya mengangguk menjawab pertanyaan itu

"Saya sudah membayar lunas setiap biaya pengobatanmu, kau cukup menerimanya dan tutup mulutmu"

Jimin menatap wajah itu dengan lemat, memperhatikan setiap yang di dirinya. Berwajah begitu berwibawa dengan beberapa kerutan di wajahnya. Ia terlihat begitu dingin juga tegas, pria tua ini terlihat tidak asing, seolah ia telah melihat sosok ini sebelumnya dimana ia yakin sekali, jika ia tidak.

"JIMIN KAU TELAH MELAWAN TAKDIR, MENCINTAI SANG IBLIS HANYA AKAN MEMBAWA HIDUPMU MENJADI SIAL. KAU TAK AKAN TAHU HAL BESAR APA YANG MESTI KAU BAYAR JIKA KAU BERSATU DENGANNYA!!!" teriakan yang kencang dengan suara angin dan kobaran api yang membakar setiap pohon disekitar mereka.

Teriakan-teriakan rasa sakit dan permintaan tolong bisa Jimin dengar di sekitarnya, tubuhnya terasa begitu sakit tak mampu untuk ia gerakan.

"KAU TELAH MELAWAN DEWA, KAU TELAH MENYATU DENGANYA. JIMIN KAU ADALAH KUTUKAN!!! KUTUKANNN!!!! AKHHHHHHH AKHHHRRGHHHH"

Semua begitu menakutkan di pengheliatannya, ia tak menyangka jika semua akan sehancur ini. Tubuhnya terlalu lelah dan matanya tak bisa lagi terus terbuka, nafasnya tersenggal-senggal berusaha untuk meraup oksigen sebanyak mungkin namun ia tahu jika ia tak akan bisa, dalam detik-detik kesadarannya ia melihat satu siluet hitam yang berjalan kearahnya

Tidak...

Lebih tepatnya, sosok itu berlari kearahnya....

"Park Jimin?"

"Park Jimin?"

"Pasien Park?"

Jimin terjengit kaget segera menoleh menyadari jika kini yang berada di hadapannya adalah seorang dokter, ia segera menoleh kearah ruangan mencari sosok sebelumnya namun sosok itu sudah menghilang

"Apakah anda merasakan sakit?" Tanya dokter itu lagi

"Sosok yang... Tadi datang.... Kemana dia?" Tanya Jimin gugup, dokter tersebut menatap kearah suster disebelahnya sebelum akhirnya tersenyum kearah Jimin

"Maksud anda apa? Tidak ada yang di ijinkan masuk sebelum mendapatkan ijin dari saya"

"T-tapi..." Jimin ingin mengelak namun ia kini menyadari raut wajah dokter dan suster itu, ia menyadari jika sosok itu sebelumnya memang sudah datang namun mereka memilih untuk tutup mulut dan tak mengucapkan apa-apa. Ia menyadari wajah seperti itu

Wajah yang sudah tak pernah lagi asing baginya.

Ia memutuskan untuk menutup mulutnya dan membiarkan dokter memeriksanya, matanya menatap kearah ranjang dengan kosong, dengan pikiran yang masih memproses semuanya

Semua yang terjadi begitu cepat dan ia tidak tahu lagi mana realita dan mimpi

Ia merasa bahwa semua ini masih menjadi ilusinya, bahwa semua ini hanyalah mimpinya

Bahwa pertemuannya dengan sosok Jungkook adalah mimpinya semata

Bahwa kini tanda yang Jimin tak tahu darimana itu berasal terpampang jelas didepan cermin kaca toilet kamarnya

Ia menatapnya dengan terkejut mulai menyadari jika rasa sakit yang ia rasakan kala itu, nyatanya berasal dari tanda ini

Tanda yang entah sejak kapan ia miliki.

To be continue

2024/01/22

Middle of the nightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang