Chapter 19

217 32 6
                                    

Trigger warning!

Gross, disgusting scene, horror, slight thriller, mention of serangga

"AGHH LEPASKAN LEPASKAN AKU, TOLONGG! TOLONG!" teriaknya dengan tangisan basah diwajahnya, wajahnya sangat kacau. Tubuhnya terikat di sebuah tiang ditengah desa dengan keadaan telanjang, menampilkan setiap inci tubuhnya. Ia menahan malu ketika para penduduk desa mulai berseru juga berteriak padanya, membisikan banyak kalimat penghinaan padanya.

Sejak saat dimana ia di tangkap dalam kegelapan tubuhnya sudah di siksa berkali-kali, ia dipukuli, ia di hajar secara habis-habisan menggunakan banyak macam benda tajam tanpa alasan yang jelas, seolah ia tengah mengalami masa penghakiman. Ia tak bisa lari dan keluar dari desa ini, memikirkannya membuat ia menangis keras

Jika saja bukan karna anak sialan yang ia pungut itu mungkin ia masih bisa menikmati hidupnya, jika bukan karna anak menjijikan yang dilahirkan untuk menjadi bonekanya ia tidak akan mengalami hal ini, dadanya naik turun memburu dengan marah ditambah dengan sorakan juga lemparan benda padanya yang tak berhenti membuat dadanya semakin memburu

"JIMIN SIALAN, DASAR ANAK SIALAN KARNA DIRIMU SIALAN SIALAN SIALAN"

Namun, mulutnya seketika terbuka dengan lebar mengeluarkan suara teriakan kencang yang mampu memekakkan telinga. Sebuah benda tajam menancap di kaki kanannya, menancap begitu dalam, darah mengalir secara perlahan. Ia berteriak merasakan sakit yang begitu dalam menusuk, menembus dagingnya,namun ia melihat bagaimana reaksi para penduduk desa yang tertawa dan tersenyum melihatnya seolah ia sedang melalukan hal terlucu yang pernah mereka tonton.

Nafasnya mulai memburu ketika ia menyadari sesuatu, kepalanya berputar melihat area sekitarnya, perlahan ia melihat ke beberapa penduduk dengan mulut mereka yang tersenyum lebar menunjukkan gigi runcing dan tajam, bibir yang semakin tersenyum lebar menyentuh telinga. Ia menyadari bagaimana mata mereka tidak tersenyum melainkan terbuka lebar menatap kearahnya, nafasnya semakin memburu melihat seolah mereka semua semakin dekat dengannya, jarak seolah semakin menipis diantara mereka hingga ia berkeringat dingin.

Ia segera memejamkan matanya, menarik nafasnya dalam sebelum akhirnya telinganya tidak menangkap satu suarapun, perlahan dengan pasti matanya terbuka namun tepat ketika kedua mata itu terbuka sempurna. Wajahnya berubah menjadi pucat, tubuhnya bergetar dengan nafas yang memburu dengan cepat. Ia berteriak begitu kencang melihat wajah yang menjijikan, wajah dipenuhi dengan lubang, dan meleleh. Luka-luka yang membusuk ditambah dengan kedua mata yang terbuka lebar namun mereka memiliki bola mata yang kecil sehingga ia bisa melihat area sekitar bola matanya, kantung mata hitam yang begitu besar dengan senyuman dan gigi yang runcing, pula darah yang mengalir keluar dari mulut tersenyum itu.

"kau pantas dihukum, kau pantas mendapatkannya kau pantas dihukum kau pantas mendapatkannya kau pantas dihukum kau pantas mendapatkannya kau pantas dihukum, kau pantas mendapatkannya kau pantas dihukum kau pantas mendapatkannya kau pantas dihukum kau pantas mendapatkannya
kau pantas dihukum, kau pantas mendapatkannya kau pantas dihukum kau pantas mendapatkannya kau pantas dihukum kau pantas mendapatkannya
kau pantas kau pantas kau pantas kau pantas kau pantas kau pantas kau pantas kau pantas kau pantas kau pantas kau pantas kau pantas
kau pantas kau pantas kau pantas kau pantas kau pantas kau pantas
kau pantas kau pantas kau pantas kau pantas kau pantas kau pantas
kau pantas kau pantas kau pantas kau pantas kau pantas kau pantas
kau pantas kau pantas kau pantas kau pantas kau pantas kau pantas" suara itu bergema dengan keras disekitarnya, dengan teriakan meminta berhenti juga ketakutan hingga tubuhnya mengejang dengan mata yang memutar kebelakang hingga menjadi putih.

Sedetik kemudian ia kembali membuka matanya menemukan jika ia kini masih berada di tempat yang sama namun kali ini tempat itu sepi dan tiada siapapun disana. Ia menatap bingung semua itu mencoba untuk melihat sekitar sebelum ia menyadari ada hal aneh pada tubuhnya, ia merasakan rasa gelitik di seluruh tubuhnya. Mulai menundukkan kepalanya dan ketika ia melihat banyaknya serangga seperti laba-laba, kelabang, hingga belatung yang memakan habis dagingnya. Ia berteriak kembali dengan gila, tubuhnya bergerak berusaha membebaskan diri namun ia tidak bisa. Ia terikat disana

Dan ia harus merasakan kematian mengerikan seperti ini berkali-kali hingga selama-lama-lama-lamanya.

***
Pria itu tersenyum mendengar laporan dari salah satu bawahanya, tak lama ia segera memerintahkan mereka untuk pergi dan tidak menganggunya. Ketika mereka pergi, Jungkook segera menoleh kearah bagian ranjang di sisinya, dimana Jimin tengah tertidur dengan pulas. Wajahnya mengerut dengan keringat membasahi, Jungkook mengulurkan tangannya untuk menenangkan pria itu

Jimin selalu mengalami mimpi buruk dan Jungkook selalu berada disana untuk menenangkannya.

Jungkook memberikan kecupan pada pucuk kepala Jimin sebelum akhirnya berbisik

"Maafkan aku... Aku tahu ini menyakitkan, namun jika tidak seperti ini. Aku tidak akan bisa mendapatkanmu"

Jungkook hanya bisa memberikan senyuman kecil lagi setelah berbisik hal demikian, sebelum tubuhnya bangkit dari ranjang dan entah bagaimana sebuah portal berwarna merah darah muncul di hadapannya. Ia melangkahkan kakinya kedalam portal hingga sosoknya sudah tak terlihat dan portal itu mulai tertutup meninggalkan Jimin yang kini mulai membuka matanya, menatap kearah dimana portal itu terbuka sebelumnya dengan wajah dan tatapan kosong.

Air mata itu mulai menetes diwajahnya

Ia takut, ia sangat takut...

Ia sangat takut untuk menyadari jika semua itu bukan bagian dari rencana takdir, bahwa apa yang ia alami bukanlah keinginannya maupun takdir itu sendiri.....

"Kumohon.. kumohon jangan membuat aku menyesal"

***

Jungkook mengetuk meja kayu berbentuk sangat aneh, tak seperti meja biasanya. Meja itu memiliki ukiran layaknya sebuah api yang menyala dengan terang. Ditambah dengan api kecil yang melingkari bagian bawah meja tersebut, membuatnya seolah memiliki nilai astetika itu sendiri

Langkah sepatu bergema dengan keras memasuki ruangan, Jungkook mendongak melihat Hoseok berjalan masuk dan menundukkan tubuhnya memberi hormat padanya

"Bagaimana? Apakah ia sudah ingin berbicara?"

"Belum... Maafkan kelalaian saya karna masih gagal dalam mis ini"

"Kau tahu itu, maka cepat buat ia berbicara. Jimin mulai menyadari sesuatu yang salah" geram Jungkook, Hoseok hanya bisa mengangguk dan meliriknya sebelum akhirnya mengundurkan diri dan pergi, ketika ia sudah keluar dari ruangan itu. Ia hanya bisa mengeluh dan mendesah kasar 

Ia mengasihani Jimin

Namun, bukankah Iblis tidak pernah mengenal belas kasihan?

To be continue
2024.02.22

Middle of the nightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang