Chapter 18

277 28 6
                                    

Trigger warning

NSFW, 21+, mention of divorce, child abuse, homosexual, characthers death

"Ha... Nghhhgg" suara desahan didalam ruangan tak kunjung berhenti, terkadang desahan itu akan terganti menjadi sebuah teriakan juga suara benda pecah, terkadang pula terdengar suara tertawa yang kencang.

"Aku membutuhkan lebih, lagi lagi lebih dalam, lagi" lirihnya frustasi, ia sudah menggunakan jarinya namun itu tidak mengenai titik yang ia inginkan. Sosok itu begitu frustasi dan ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan.

Pintu terbuka, sesosok pria dengan pakaian berjas putihnya masuk kedalam ruangan tersebut membawa sebuah papan dengan pen yang ia genggam. Jung-Hee menoleh dan menatapnya sebelum sebuah senyum kecil muncul

"Tuan Jung-Hee" panggil sosok itu, Jung-Hee segera meloncat dari ranjangnya berlari kearah sang Dokter. Meraih lengannya dan tersenyum bahagia

"Kau bisa membantuku"

***

"Ahhh aghh aghh, lagi lagi. Lebih dalam nghh aghh" desahan itu terdengar, bunyi suara kulit basah terdengar keras. Jung-Hee tertawa dengan bahagia dibawah kukungan pria yang menjadi dokter pribadinya. Dokter itu menggeram ketika ia akan mencapai puncaknya.

"Nggghhh" desahan panjang Jung-Hee terdengar, wajahnya memerah dengan bahagia. Milik sang Dokter tercabut dari lubang berkedut merah milik pria itu, mengeluarkan cairan putih kental yang mengalir dari kedua paha pria itu, tubuhnya ambruk seketika dengan wajah puas

"Astaga... Apa-apa yang telah ku perbuat?!!" Dokter itu segera tersadar melihat apa yang telah terjadi

"Tu-Tuan!" Serunya dengan takut namun Jung Hee tertawa gila dan hanya tersenyum menggoda

"Datang lagi esok, datang lagi esok hehe" tawanya dengan bahagia, namun itu membuat bulu kuduk sang dokter berdiri ia segera menggeleng dan berlari dari ruangan dengan ketakutan. Esoknya ia tak terlihat lagi dan memilih untuk berhenti.

***

"Apa yang sedang kau pikirkan, hm?" Jungkook memeluk tubuh Jimin dari belakang, memberikan kecupan pada leher bagian belakang Jimin dengan lembut, meletakkan dagunya di atas pundak Jimin. Jimin tengah menggenggam sebuah gelas berisi susu coklat hangat, menatap kearah jendela besar yang menampilkan langit yang berubah menjadi malam

"Ayahku, aku khawatir akan keberadaannya. Ia tak memberikan kabar, terakhir aku melihatnya ketika ia berada di desa bulan... Lalu setelah itu... Aku tidak bertemu dengannya lagi"

Jungkook terdiam, seolah tengah berpikir sebentar "mungkin ia tengah berlibur, menikmati desa bulan dengan nyaman?"

Jimin menggeleng mendengarnya dan mendengus, "ia bukanlah sosok seperti itu. Ia sosok yang.. sangat... Sangat mustahil menikmati hal seperti selain hal-hal.... Menjijikan" nadanya semakin turun dan terdengar sedih, hingga Jungkook melepas pelukannya dan membalikkan tubuh itu. Meraih gelas di tangan Jimin dan meletakkannya di langit-langit, anehnya benda itu tak segera jatuh namun ia hanya terampung di samping tubuh mereka.

Jungkook menatap Jimin dan tersenyum menenangkan, "mungkin ia telah menemukan hal menarik disana. Mengapa kau begitu peduli padanya? Bukankah ia telah begitu jahat menghancurkanmu?"

Jimin terdiam mendengarnya, kepalanya menunduk. Ia jelas tahu jika sang Ayah telah menghancurkan hidupnya begitu dalam, sangat dalam.

"Namun, ia yang meraih kedua tanganku dari jalanan. Ia juga yang memberikanku tempat tinggal yang hangat juga pakaian yang nyaman. Jika saja ia dan ibu tidak bercerai mungkin... Mungkin..." Tangan Jimin mengerat dipakaian Jungkook, Jungkook menyadarinya meraih dagu pria itu, memberikan kecupan dibibirnya

Middle of the nightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang