23. JIHAN

10.1K 441 105
                                    

Happy reading!

Aira kembali masuk ke rumah setelah membawa buket dan suratnya. Perempuan itu kini tengah duduk di ruang keluarga seorang diri.

Kepalanya geleng-geleng keheranan. Entah apa yang ia lakukan sampai membuat dirinya diteror seseorang.

Tangannya meremas surat itu dengan kuat. Ada rasa takut yang tersembunyi dari raut Aira sekarang ini.

"Siapapun orangnya, gue gak takut sama lo," gumam Aira pelan. Tatapannya menatap lurus ke depan.

Suara notifikasi dari ponselnya mengalihkan perhatian Aira. Perempuan itu membuka pesan yang berasal dari notifikasinya barusan.

+62857***

Gimana?
Mau bersenang-senang bersama?

Aira tidak membalas pesannya. Bisa dirinya tebak, itu adalah nomor orang yang sama mengirimnya teror buket dan surat.

Ponselnya kembali berbunyi, Aira membuka lagi pesan dari pengirim nomor itu.

Kenapa? Takut?
Tenang, gue gak gigit kok. Mungkin cuma bunuh orang aja.

"Sialan. Sebenarnya gue salah apaan sih?!"

Aira bangkit dari duduknya. Tidak lupa membawa buket bunga dan juga surat tersebut untuk ia buang.

Setelah selesai, perempuan itu berjalan menaiki tangga dan berhenti di kamarnya. Ia memilih duduk di balkon kamar dengan menikmati semilir angin yang menerpa wajah.

Terpaan angin menerbangkan beberapa helai rambut hitam Aira. Perempuan itu masih memikirkan siapa seseorang yang menerornya.

"Aira."

Panggilan suara seseorang yang ia kenal mengalihkan perhatian Aira. Perempuan itu memutar tubuhnya. Menatap Adnan yang baru saja datang dengan sekantung kresek di tangan kanannya.

Tanpa ragu Aira menghampiri Adnan. Ia tersenyum menatap suaminya. "Adnan. Tumben udah pulang."

Adnan menaikan sebelah alisnya. Tangan cowok itu mengacak gemas rambut istrinya. "Kenapa? Gak boleh gue pulang jam segini?"

Aira menggeleng-gelengkan kepalanya. "Bukan. Tapi aneh aja, biasanya kan pulang jam 8 atau 9 malem."

Laki-laki itu tersenyum. Tangannya yang semula mengacak-acak rambut Aira kini mengelus rambut itu lembut. "Sekarang gue udah jadi suami. Gue sadar, tanggung jawab gue bukan hanya lindungin lo. Tapi jadi imam yang baik dan suami yang sesungguhnya buat lo."

Adnan menatap manik hitam perempuan di depananya. Jari jemarinya menggenggam erat jemari lentik Aira. Tatapan mata cowok itu teduh dan lembut, tidak ada tatapan tajam dan dinginnya kali ini.

"Adnan, lo..."

Adnan menempelkan jarinya di bibir Aira. Hingga perempuan itu kembali diam.

"Jangan lo-gue, ya? Aku mau kita mulai semuanya dari awal. Kita belajar saling mencintai satu sama lain. Kamu mau, kan?"

Aira tersenyum manis, tanpa ragu mengangguk dengan semangat. "Iya, gue mau."

"Aku-kamu, Aira."

"Hehe, maaf."

🐝

ADNANAIRA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang