24. BOCIL KEMATIAN!

10.3K 402 24
                                    

Happy reading!

"JIHAN MAU ADEK, ABANG!!"

Aira memekik begitu Jihan berteriak di samping telinganya. Perempuan itu mengelus rambut adik iparnya dan menggendong anak itu. "Jihan mau adek?"

"Mau! Jihan mau adek, biar bisa maen bareng!!"

"Lain kali aja ya, Ji?"

Jihan menggeleng keras dengan bibir melengkung ke bawah. "Ndak mau! Maunya sekarang!" Kekeuh nya.

Adnan mendekat, ia menatap Aira dengan alis naik turun, berusaha menggoda. "Gimana? Mau sekarang?"

Perempuan itu mendengus. Tangannya bergerak mencubit pinggang lelaki itu gemas. "Diem atau burung kamu aku potong!" Ancamnya dengan mata melotot.

"Jangan, dong. Kalau dipotong kan, bahanya. Nanti kita gak bisa punya anak," ujarnya seraya memegang selangkangannya menggunakan tangan.

"Biarin. Nanti aku nikah lagi."

Adnan mendelik tajam. "Heh, kalau ngomong!" Tegur cowok itu tidak suka dengan perkataan istrinya. Meskipun ia tahu jika Aira tengah bercanda.

Aira terkekeh mendengarnya. Ia menurunkan Jihan di atas kasur, kemudian berjalan mencari pakaian untuk ia ganti. "Ayok. Aku mau maen ke markas," pintanya kepada Adnan.

"Ngapain?"

"Main."

"Gak, ah. Aku males."

Jawaban suaminya, membuat Aira menatap horor cowok itu. Membuatnya mau tidak mau meng-iyakan permintaan gadis itu.

"Iya-iya."

🐝

"Anjir, sialan. Lo berdua ngapain bawa bocil kematian ini?!"

Jevan mendengus begitu melihat dua bocah yang tengah berlarian ke sana ke mari di markas. Diantaranya adalah Jihan, adik Adnan dan Anuar, adik Andre.

Kedua anak yang terlihat seumuran itu tampak begitu senang dan sumringah ketika bermain bersama. Mereka bahkan tidak memperdulikan bagaimana stressnya anggota Antarax menghadapi keduanya.

Adnan mendengus. Membawa Jihan ke markas adalah ide terburuk yang istrinya pikirkan. Adiknya itu tampak bahagia, namun juga membuat kegaduhan di markas.

Aira mencegat Jihan dan Anuar yang terus berlari. Ia merentangkan tangannya membuat kedua anak itu menubruk Aira.

Jihan mencebik kesal. "Kak Air, kenapa halangin kita?!"

Aira tersenyum manis. Ia mengusap rambut Jihan dan Anuar bergantian. "Kalian kalau main jangan acak-acak markas sama teriak-teriak, ya? Kasian abang-abang yang beresinnya pasti capek."

Anuar mengangguk, ia tersenyum manis. "Iya Kak, Anu janji gak gitu lagi. Iya kan, Jia?"

"Jia?" Beo Adnan.

"Jia panggilan kesayangan Anu buat Jihan," balas Anuar membuat kebingungan mereka tertuntas.

Sontak saja hal itu membuat Jevan tersenyum merekah. Ia menghampiri Anuar dan menepuk berulang kali kepala bocah itu. "Bocil udah punya panggilan sendiri. Kalau udah gede jangan lupa punya cewek banyak ya, Nu."

Anuar menggeleng pelan, ia menepis kasar tangan Jevan yang berada di kepalanya. "Bang Evan jelek. Kata Bang Andre Anu gak boleh punya cewek banyak. Nanti dosa."

ADNANAIRA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang