6. Who Is Wrong?

116 25 0
                                    

"Jika aku sebuah kesalahan.
Lantas, apa alasan ku tetap dipertahankan?"

°|| Emery Crowley||°

Emery mengurung diri di kamar Ivy, membiarkan pikirannya tenggelam dalam memori kebersamaannya saat Ivy masih ada di sisi gadis blasteran itu. Hidup memang kadang lucu, hari ini kamu masih bersamanya, esok hari kau berharap dia tidak pernah datang di kehidupanmu hingga lusa mengajarkanmu sebuah arti, bahwa kebencian tak akan pernah menghapus jejak persahabatan.

Ya, harus Emery akui dahulu dia berharap Ivy tidak pernah ada agar dirinya bisa terus dekat bersama Sunghoon. Namun, waktu telah menghapus semua perasaan itu, Ivy menjadi sosok yang penting bagi Emery, dia adalah satu-satunya teman perempuan yang tahu asal-usul Emery bisa sampai di sini. Mungkin hanya dia satu-satunya perempuan yang mengerti kenapa Emery berbeda dengan kebanyakan vampir.

Emery menyeka air matanya, gadis itu kembali tersadar bahwa dirinya baru saja kehilangan sosok yang cukup berharga dalam hidupnya 'lagi'. Sudah ke sekian kalinya dia ditinggalkan seperti ini, apa mungkin ini salah dirinya? Entahlah, Emery sendiri benar-benar bingung saat ini.

Emery meringkuk di ranjang kamar Ivy, ruangan yang tak mengijinkan cahaya untuk masuk itu tampak kelabu dengan nuansa amat sendu.

Pintu kamar tiba-tiba terbuka. Emery mengacuhkan seseorang yang menghampirinya kemudian duduk membelakangi gadis yang masih enggan untuk beranjak dari tempatnya.

Sesaat hanya ada hening yang menemani mereka berdua, tak ada satupun yang mau untuk membuka suara, lebih senang mengijinkan sang sunyi untuk semakin menguasai.

Hingga pada Jake mulai membuka pembicaraan. "Cukup jalani hidup seperti biasa aja ..., biarkan takdir yang bermain."

Emery tak menanggapi, masih ada sisa sesenggukan pada napas gadis itu dan sungguh sulit dia hilangkan.

"Kenapa gak gue aja sih yang mati ...?"

"Mati itu gak usah dicita-citakan ..., karena lu suatu saat nanti juga pasti bakalan mati .... Kalo lu sakit, berobat dan berharap untuk sembuh, maka lu pasti bakal sembuh ..., entah dengan kembali sehat atau mati, yang pasti rasa sakit itu pada akhirnya akan hilang ...."

Dahi Emery sedikit berkerut namun dia enggan untuk menanggapi pernyataan Jake.
".... Tapi, kalo lu sakit dan malah berharap untuk mati, maka hanya ada satu kemungkinan .... Lu bakal mati, gak ada harapan untuk sembuh," lanjut Jake.

Emery geming di tempatnya, otaknya berusaha keras untuk mencerna kata-kata Jake.

"Saat lu sedih ... ingat, tak ada yang selamanya. Semua yang ada di dunia ini silih berganti, entah itu suka dan duka atau kehadiran mereka yang kita cinta ..., pada akhirnya toh kita semua akan pergi. Hanya ada meninggalkan atau ditinggalkan," petuah Jake.

"Kapan giliran gue yang memainkan peran sebagai tokoh yang meninggalkan?" tanya Emery dingin.

Jake mengangkat sudut bibirnya.
"Akan selalu ada saatnya .... "

Emery memasang wajah datar, dia bangkit kemudian pergi meninggalkan Jake di kamar Ivy.

"Heh! Lu mau ke mana?" tanya Jake.

"Ruwet ngomong sama lu," jawab Emery sembari berlalu keluar dari kamar Ivy.

Saat dia baru saja melewati pintu, langkahnya seketika terhenti setelah mendapati keberadaan Saros yang tengah menatap ke arahnya.

"Emery ..., apa kamu baik-baik saja?" tanyanya hawatir.

Emery terdiam sesaat, kemudian gadis itu kembali melangkah cepat.
"Lu ikut gue!"

I Want More Blood! || Laszlo Salvatore Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang